Sabtu, 21 November 2015

Lukas 12 : 35 – 43, “Berbahagialah Hamba Yang Didapati Tuannya Berjaga-jaga”

KERANGKA  SERMON EVANGELIUM MINGGU 22 November  2015
Minggu Akhir Tahun Gerejawi
Ev.  Lukas 12 : 35 – 43                  Ep.  Daniel 7 : 9 – 14                      HT.  V – X dan Maksudnya
“Berbahagialah Hamba Yang Didapati Tuannya Berjaga-jaga”

I.              Pendahuluan
Kita sering mendengar atau mengucapkan kalimat “menanti atau menunggu adalah pekerjaan yang sangat membosankan”. Maka untuk menghindari kebosanan, ada kalanya kita melakukan berbagai hal atau pekerjaan. Tidak jarang karena lelah setelah sekian lama menanti, timbul kejenuhan sehingga kita meninggalkan atau membatalkan janji dengan orang yang kita nantikan. Sama halnya dengan kehidupan orang Kristen saat ini. Kita mengimani bahwa kita hidup dalam janji Tuhan, di mana Dia akan datang melawat kita dan membawa kita ke dalam Rumah-Nya yang kekal yaitu Sorga. Yesus berfirman agar kita senantiasa berjaga-jaga dan bersiap dalam menyongsong kedatangan-Nya yang keduakali. Bahkan para Rasul yang menuliskan suratnya dalam Alkitab juga menyampaikan pesan yang sama agar kita senantiasa bersiap menyongsong kedatangan-Nya. Namun setelah sekian lama, bahkan sudah banyak para pendahulu kita yang telah meninggal, tanda-tanda kedatangan-Nya yang kedua sepertinya belum kelihatan. Banyak orang mencoba meramal-ramal kedatangan-Nya, namun semua teori manusia mentah dan tidak terbukti. Banyak orang mulai ragu akan kebenaran perkataan Yesus dan para rasul-Nya itu, sehingga dalam penantiannya, manusia melakukan kehendaknya sendiri dengan pemikiran bahwa Yesus tidak akan datang dalam waktu dekat dan masih ada waktu untuk menikmati indahnya hidup di dunia dan nanti masih ada waktu untuk bertobat saat tanda-tanda kedatangan-Nya sudah kelihatan. Nats ini merupakan percakapan antara Yesus dengan para murid-Nya mengenai kedatangan-Nya kedua nantinya. Yesus memberi sebuah gambaran/ ilustrasi bagaimana Dia akan datang ke dunia ini untuk kedua kalinya. Yesus memberi arahan bahwa cara dan sikap yang paling tepat untuk menanti kedatangan-Nya adalah menunjukkan kualitas iman dan pola hidup yang benar di hadapan Tuhan. Bukan sekedar menanti dalam kepasifan (sekedar berpangku tangan), namun tetap aktif dalam melakukan kehendak Tuhan (menjalin hubungan yang intim dengan-Nya) dan berperan aktif dalam menghidupi imannya dengan penuh pengharapan. Yang perlu kita lakukan bukanlah mempertanyakan kapan dan bagaimana Ia akan datang, tetapi kita harus selalu bersiap kapanpun dan bagaimanapun proses kedatangan-Nya karena tidak seorangpun akan tahu kapan Dia akan datang.

II.           Penjelasan Nats
1.        Menanti Tuhan Sama Seperti Mengikat Pinggang Erat-Erat Sambil Menyalakan Pelita (ay. 35 – 38)
Ketika Yesus datang melawat dunia, tidak tanggung-tanggung, sebab Dia mengambil rupa dan hati sebagai seorang hamba. Hal ini Dia lakukan bukanlah tanpa alasan. Mengapa.? Hamba (Doulos) adalah budak yang selalu bekerja untuk tuannya dengan sepenuh hati, tulus untuk kepentingan tuannya, bukan untuk kepentingannya. Hamba tunduk sepenuhnya setiap saat terhadap kehendak dan kemauan tuannya. Maka inilah yang Tuhan inginkan sebagai Tuan dari kita sebagai para hamba-Nya. Untuk mempermudah pemahaman para murid-Nya akan pola hidup yang harus mereka miliki sebagai hamba Tuhan, maka Yesus memberi sebuah gambaran tentang sikap seorang hamba kepada tuannya.
Malam hari menegaskan waktu kedatangan Tuhan yang tidak diduga-duga (di mana umumnya malam hari banyak orang tertidur pulas dan lengah), sehingga banyak hamba tidak lagi berjaga-jaga menantikan kedatangan tuannya; hal itu membuat mereka tidak lagi bersungguh-sungguh bekerja, dan kemudian berubah menjadi hamba yang jahat. Pinggang yang berikat adalah tanda kesiapan bekerja dan melayani; pelita yang menyala menunjukkan semangat yang tidak pernah padam meski tuannya pulang larut atau bahkan dini hari. Konteks di zaman itu, suatu acara perkawinan dapat berlangsung beberapa hari serta diadakan di satu tempat di mana orang-orang yang diundang perlu melakukan perjalanan yang cukup lama. Maka sangatlah umum jikalau seseorang pergi ke acara perkawinan maka para hamba tidak tahu persis kapan sang tuan akan kembali tiba di rumah. Maka hamba yang baik akan senantiasa menunggu tuannya hingga pulang, meskipun dia tidur namun dia tidak terlelap dalam tidurnya.

2.        Bersiapsedia Selalu Menanti Datangnya Tuhan (ay. 39 – 40)
Menanti bukan berarti kita harus berpangku tangan dan duduk manis sambil melamun. Penantian akan kedatangan Tuhan itu adalah penantian yang aktif, bukan pasif (diam). Menanti bukan berarti meninggalkan pekerjaan dan aktivitas sehari-hari, justru sembari kita beraktivitaslah kita juga menjaga dan memelihara iman dan pengharapan kepada Kristus. Dengan demikian, kapanpun Dia datang, tidak ada yang terkejut dan kelabakan atau merasa tidak siap. Kerajinan di kemudian hari tidak bisa menebus kelalaian pada masa lalu”. Perkataan ini sangat tepat untuk menegur orang-orang yang berusaha memperbaiki hidup saat Tuhan datang untuk kedua kali. Adalah kesia-siaan jika manusia mencoba bertobat pasa saat hari-Nya telah tiba. Hari Tuhan bukanlah hari untuk bernegosiasi atau untuk berkompromi, namun merupakan hari penghakiman atas segala sikap hidup kita dalam merespon perbuatan Tuhan bagi kita. Yesus meminta pengikut-Nya menggunakan waktu penantian untuk tetap berusaha dan bekerja di dunia, bukan bermalas-malasan. Tujuan Yesus memberitahukan kedatangan-Nya bukanlah untuk menakut-nakuti kita dan bukan juga mendorong manusia untuk memprediksi dan menghitung-hitung kapan harinya akan tiba, melainkan agar kita senantiasa bersiap-siap dengan tetap setia pada-Nya.

3.        Berbahagialah Hamba Yang Setia dan Bijaksana (ay. 41 – 43)
Dengan rasa penasaran Petrus bertanya pada Yesus, “Tuhan, kamikah yang Engkau maksudkan dengan perumpamaan itu atau juga semua orang?” Mendengar pertanyaan Petrus itu, Yesus menjawab bahwa seorang tuan yang memiliki banyak hamba di rumahnya akan memilih satu diantaranya menjadi kepala atas semua hambanya. Tentu saja sang tuan tidak asal memilih, namun menyesuaikan kemampuan, kesetiaan, ketulusan dan kebijaksanaan si hamba dalam menjalankan tugasnya. Dan Yesus menambahkan, “Berbahagialah hamba, yang didapati tuannya melakukan tugasnya itu, ketika tuannya itu datang”. Kedatangan kembali Kristus yang kedua kali merupakan suasana yang sama sekali tidak disangka-sangka oleh siapapun. Kedatangan-Nya pun bukanlah suatu perangkap atau tipuan di mana Allah ingin menangkap kita yang tidak berjaga-jaga. Sesungguhnya Allah sedang memberi waktu bagi semua orang supaya semua mendapat kesempatan untuk mengikut Dia dan menerima janji keselamatan itu. Dapat kita lihat buktinya dalam II Petrus  3:9, “Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat”. Untuk itulah Tuhan menuntut kesetiaan kita dalam menantikan kedatangan-Nya dengan hidup dalam firman-Nya dengan menyatakan kasih setiap pada Tuhan dan tentu diterapkan kepada sesama. Jadi jawaban Yesus atas pertanyaan Petrus sangat jelas, bahwa perkataan dan peringatan Yesus itu ditujukan kepada semua orang, termasuk kepada para murid-Nya.

III.             Kesimpulan dan Refleksi
1.        Kualitas hidup yang harus dimiliki oleh seorang hamba supaya berkenan kepada Tuhan adalah: 1) Kesetiaan. Arti umum setia adalah: berpegang teguh pada janji atau pendirian, patuh dan taat di segala situasi. (Amsal 20:6 dan19:22). Terhadap hamba yang melayani dengan setia sampai akhir Tuhan tidak pernah menutup mata, Ia menyediakan upah-Nya. (Wahyu 2:10b). 2. Ketekunan, berarti bersungguh-sungguh dan konsisten. (Ibrani 10:36).
2.        Tidak perlu sakit hati dan kecewa jika pelayanan kita tidak dianggap dan tidak dihargai manusia, sebab Tuhan tidak pernah melewatkan pelayanan sekecil apa pun yang kita lakukan untuk-Nya, semua diperhitungkan-Nya.
3.        Minggu akhir tahun gerejawi menjadi moment di mana kita mengenang jemaat yang meninggal dalam satu tahun ini dan sekaligus mengingatkan kita bahwa semua orang akan dan harus mati (memento mori : ingat hari kematianmu). Jika kita mengingat bahwa kita akan mati, maka selama hidup apa yang harus kita lakukan.? Firman Tuhan ini jelas mengajarkan kepada kita bahwa perlu ada kesetiaan dan kepatuhan kepada Tuhan sebagai respon kita menghidupi janji keselamatan yang telah dianugerahkan Tuhan pada dunia. Bahkan firman ini mengingatkan kita untuk tetap waspada dan berjaga-jaga karena kematian bisa datang kapanpun dan dimanapun yang tentu saja menutup kemungkinan untuk memperbaharui diri. Maka kita tidak perlu bertanya kapan, dimana dan bagaimana kita akan meninggalkan dunia ini. Yang penting adalah bagaimana kita menjalani hidup di hadapan Tuhan dan di hadapan manusia, sehingga kapanpun waktu kematian itu datang tidak menimbulkan keterkejutan, namun sukacita karena kita telah mempersiapkan diri kita setiap saat. Kematian dan akhir zaman akan menjadi pengharapan baru akan hidup baru bagi orang percaya pada Kristus, tapi akan menjadi kengerian dan kesusahan bagi orang yang hidup fasik di hadapan Tuhan. Maka untuk itu, beberapa sikap yang perlu dan harus kita miliki dalam hidup ini adalah :
-          Tidak munafik, melainkan tulus
-          Tidak takut, melainkan berani mempersaksikan imannya
-          Tidak kuatir, melainkan percaya akan rancangan dan janji Tuhan
-          Tidak tamak, melainkan murah hati
-          Tidak malas, melainkan rajin
-          Priotas utama hidup kita adalah TUHAN
Tuhan Yesus memberkati. Amin.

Pdt. Polma Hutasoit, S.Th

Kamis, 12 November 2015

Daniel 12 : 1 – 13, “Bijaksana Sampai Akhir Zaman”

KERANGKA  SERMON EVANGELIUM MINGGU 15 November  2015
MINGGU XXIV SETELAH TRINITATIS
Ev : Daniel 12 : 1 – 13   Ep : Markus 13 : 1 – 8   HT : I – IV dan Maksudnya (Kolose 4:2)
“Bijaksana Sampai Akhir Zaman”

I.              Pendahuluan
Sekitar tahun 605 SM, Yehuda di bawah pimpinan raja Yoyakim jatuh ke dalam kekuasaan Babel yang dipimpin Nabukadnezar. Untuk semakin menunjukkan dominasinya atas bangsa Yehuda, dia juga mengambil aset-aset penting bangsa itu termasuk generasi bangsa, keturunan raja dan dari kaum bangsawan yakni orang-orang muda yang tidak bercela, yang berperawakan baik, yang memahami berbagai-bagai hikmat, berpengetahuan banyak dan yang mempunyai pengertian tentang ilmu, yakni orang-orang yang cakap untuk bekerja dalam istana raja (1:3-5). Daniel menjadi salah satu diantara mereka. Tuhan mengaruniakan kepadanya hikmat kemampuan untuk mengartikan mimpi, sehingga ia diangkat oleh raja menjadi penguasa atas seluruh wilayah Babel dan menjadi kepadal atas semua orang bijaksana di Babel (2:48). Iman, kesetiaan dan integritasnya kepada Tuhan dan kesetiaan maupun integritasnya kepada raja menjadi kunci utama mengapa ia memperoleh jabatan itu. Melalui Daniel jugalah nama Allah dikenal dan ditakuti di negeri Babel. Kepada Daniel, Allah menyingkapkan kehidupan pada akhir zaman nanti. Kitab Daniel merupakan sebuah kitab Apokaliptik yang berisi wahyu tentang kehidupan yang akan datang. Dalam Nats Daniel 12 : 1 – 13 ini, Daniel mendapat gambaran dari Allah tentang keadaan akhir zaman, mengenai apa yang akan terjadi dan dialami manusia pada masa itu.

II.           Penjelasan Nats
1.        Suasana Kebangkitan Pada Akhir Zaman (Ay. 1 – 4)
Kepada Daniel, Allah menyatakan sebuah wahyu dengan memberi gambaran kehidupan yang akan datang. Peristiwa besar sedang menanti umat manusia. Akan ada suatu waktu kesesakan besar menimpa manusia, kesesakan yang belum pernah terjadi sejak ada bangsa-bangsa di muka bumi ini. Hal yang sama digambarkan dalam Yeremia 30:7 sebagai hari yang sangat hebat tidak ada taranya, di mana waktu itu menjadi hari kesusahan. Bahkan hari itu dikatakan menjadi hari yang tiada taranya dan belum pernah terjadi karena semua orang yang telah mati akan bangkit kembali. Tentu saja penderitaan itu tidak akan menimpa semua orang yang ada di dunia. Situasi ini menjadi suatu gambaran bahwa orang benar dan orang fasik akan dibangkitkan, di mana nasib kekal kedua tipe ini akan berbeda. Dengan jelas Allah mengatakan kepada Daniel dalam penglihatannya bahwa bangsanya akan diluputkan, yaitu orang-orang yang namanya tertulis dalam Kitab. Bahkan Allah menjanjikan akan mengirimkan malaikat Mikhael menjadi pembela bagi orang-orang yang berjalan di jalan Tuhan, yang bertahan dan setia sekalipun dalam kesesakan. Malaikat Mikhael sendiri adalah salah satu malaikat Tuhan yang tugasnya sebagai pelindung umat Tuhan sekaligus sebagai pembinasa bagi musuh-musuh umat-Nya (Why. 12:7-8). Sementara bagi orang yang menolak Tuhan, maka  mereka akan mengalami kehinaan dan kengerian yang kekal dalam penghukuman.
Orang-orang yang terluput dari kesesakan itu dan masuk ke dalam kehidupan kekal adalah orang-orang yang namanya tercatat dalam Kitab. Menurut pasal 10:21, Kitab itu adalah Kitab Kebenaran, sementara dalam Wahyu disebut Kitab Kehidupan (Why. 3:5; 13:8; 17:8; 20:12+15). Orang Israel percaya bahwa TUHAN menyimpan catatan orang-orang hidup, di mana orang-orang yang tidak beriman akan dihapuskan dari sana, sementara Paulus mengatakan bahwa Kitab Kehidupan itu mencatat nama-nama orang beriman (Flp. 4:3). Pada zaman penghakiman itulah akan dinyatakan bahwa akan dibuka semua kitab, termasuk Kitab Kehidupan untuk melihat dan menghakimi setiap orang seturut dengan perbuatannya (respon akan keselamatan yang dianugerahkan Kristus padanya). Dan setiap orang yang tidak ditemukan namanya dalam Kitab Kehidupan itu, maka dia akan dicampakkan ke dalam lautan api (Why. 20:12+15). Sementara orang yang terluput itu digambarkan sebagai orang bijaksana dan orang yang menuntun banyak orang ke dalam kebenaran. Orang bijaksana itu digambarkan seperti cahaya cakrawala yang menerangi dan menuntun orang lain menuju hidup benar sehingga semakin banyak yang beroleh hidup kekal itu.
Tuhan menyuruh Daniel untuk menyembunyikan firman itu dan memateraikan Kitab Kebenaran/ Kehidupan itu sampai akhir zaman. Kitab itu akan dibuka pada masa di mana Yesus datang kedua kalinya untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati (dibangkitkan). Saat ini banyak orang/ penafsir bahkan dari agama lain mencoba mengungkap rahasia itu seperti menggali ilmu pengetahuan pada umumnya, namun tak seorangpun yang mampu. Bahkan Wahyu kepada Yohanespun belum cukup untuk mengungkapnya. Semua masih misteri Allah yang mengarahkan kita tetap kembali kepada iman.



2.        Penglihatan Daniel (Ay. 5 – 7)
Pemandangan berikutnya dalam penglihatan Daniel adalah sebuah penglihatan di sebuah sungai. Ia melihat ada 3 orang, dua diantaranya berdiri di tepi kiri dan kanan sungai, sementara yang satu berpakaian lenan berada di sebelah atas sungai. Daniel mendengar mereka sedang berbicara. Ia mendengar seorang dari yang di tepi sungai itu bertanya, “Bilamanakah hal-hal yang ajaib ini akanberakhir”.? Orang yang berpakaian kain lenan di atas sungai menjawab, “Satu masa, dua masa dan setengah masa; dan setelah berakhir kuasa perusak bangsa yang kudus itu, maka segala hal ini akan tergenapi”. Ketiga orang dalam penglihatan Daniel itu sedang mempercakapkan kapankah akhir zaman itu akan benar-benar tergenapi. Pertanyaan “bilamanakah……” sesungguhnya membutuhkan jawaban waktu yang konkrit. Namun orang yang berpakaian kain lenan di atas sungai itu tidak memberikan detail waktu. ‘Masa’ yang dikatakan oleh orang yang berpakaian kain lenan itu adalah suatu waktu yang  tidak bisa diprediksi oleh siapapun. Dia hanya menjanjikan bahwa masa akhir zaman itu akan terjadi ketika berakhirnya kiasa perusak bangsa yang kudus. Perusak bangsa yang kudus adalah iblis dan orang-orang yang tidak mengenal Allah yang diperdaya oleh iblis. Maka kuasa dari perusak dan iblis itu akan berakhir ketika tiba saatnya Yesus datang menghakimi dunia. Kiranya kuasa iblis/ perusak itu tidak mampu merusak kehidupan kita dan iman setia kita pada Tuhan agar nama kita tetap masuk dan tercantum dalam Kitab Kebenaran/ Kehidupan itu.

3.        Orang Yang Setia Pada Tuhan Akan Bijaksana Sampai Akhir Zaman (Ay. 8 – 13)
Sesungguhnya  penglihatan yang mencengangkan itu masih membingungkan bagi Daniel, bahkan ia sama sekali tidak memahami apa yang dia dengar dan lihat saat itu. Dari ketidaktahuannya itu, dia bertanya, “Tuanku, apakah akhir dari segala hal ini.?” Pertanyaan Daniel tidak lagi mengenai waktu, tapi suasana yag terjadi pada akhirnya nanti. Kembali orang itu tidak memberikan jawaban konkrit akan pertanyaan Daniel. Dia hanya menerima perintah dan penjelasan apa yang akan terjadi sebelum akhir zaman itu benar-benar terjadi. Orang itu memerintahkan Daniel untuk pergi untuk  menjalani hidupnya serta tugasnya dan tetap setia pada Tuhan hingga akhir hidupnya, sehingga pada akhir zaman, dia akan dibangkitkan untuk mendapat bagian pada kesudahan zaman.  Orang berpakaian lenan itu juga menjelaskan suasana yang akan terjadi saat penghakiman itu. Akan banyak orang yang disucikan, dimurnikan dan diuji, yaitu orang yang mau menerima Tuhan dalam hidupnya. Namun orang fasik akan tetap berlaku fasik karena menolak pensucian dari Tuhan. Orang fasik tidak akan pernah memahami maksud dan tujuan Allah karena mereka hidup atas kehendaknya sendiri, lebih senang menyembah dewa/ dewi dan berhala lain. Namun orang bijaksana akan tetap pada pendirian imannya. Setiap  orang yang bijaksana menjaga hatinya seperti Daniel. Ia menjaga hatinya hingga akhir zaman dari hidupnya.
Tidak ada satu orangpun yang bisa membuka materai rahasia Allah tentang akhir zaman, bahkan Yesus sendiri tidak memberitahukannya kepada para murid-Nya. Untuk itu, bukan persoalan kapan dan bagaimana akhir zaman itu akan terjadi,  tapi setiap orang harus mempersiapkan dirinya dalam menanti hari Tuhan itu dalam pengharapan.

III.             Kesimpulan dan Refleksi
1.        Persoalan hari kiamat/ akhir zaman sering tampak menakutkan, karena tidak hanya dalam perikop ini, Yesus sendiri menyatakan situasi itu penuh kekacauan dan peperangan, bencana, kelaparan dan kemiskinan. Bahkan itu hanyalah permulaan dari akhir zaman. Dan tidak bisa kita sangkal, saat ini masa itu telah terjadi. Berbagai macam kejahatan bahkan yang tidak pernah kita bayangkan suudah terjadi. Memang hanya Tuhan yang tahu apakah ini sudah masuk ke dalam tahap permulaan itu atau belum, namun tugas kita adalah tetap setia seperti Daniel. Karena dia setia pada Tuhan, maka di negeri Babel/ penjajahpun dia tetap dijaga Tuhan dan Tuhan menjanjikan kehidupan kekal padanya. Maka sama halnya dengan kita. Jika kita senantiasa setia pada Tuhan, maka akhir zaman bukan lagi sesuatu  yang menakutkan bagi kita, melainkan hari sukacita karena saat itulah kita dapat merasakan indahnya di Kerajaan Sorga.
2.        Kita tidak perlu menanti-nantikan dan bertanya kapan, bagaimana terjadinya akhir zaman, atau apa yang akan terjadi saat akhir zaman itu terjadi. Yang perlu adalah bagaimana kesiapan kita dan apa modal kita dalam menyongsong datangnya Tuhan keduakalinya. Jika Daniel dijanjikan Allah akan mendapat bahagian dalam kebangkitannya nanti, maka kitapun layak menerima janji itu karena kita telah menjaga iman kita dan memelihara firman Tuhan melalui perbuatan dan tingkah laku kita.
3.        Untuk itu, Paulus berkata dalam Kolose 3:23 dan 4 : 2, “Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Bertekunlah dalam doa dan dalam pada itu berjaga-jagalah sambil mengucap syukur”. Maka keselamatan dan jaminan hidup kekal akan menjadi bahagian hidup kita. Amin.

Pdt. Polma Hutasoit, S.Th