KERANGKA SERMON EVANGELIUM MINGGU 28 Juni 2015
MINGGU 4 SETELAH TRINITATIS
Ev : Ratapan 3 : 22 – 33 Ep : Markus 5 : 21
– 43 S.Patik : Mazmur 106
: 1
Tak Berkesudahan
Kasih Setia Tuhan
I.
Pendahuluan
Setiap orang pasti pernah menangis dan meratap karena situasi kehidupan
yang penuh dengan tantangan dan masalah. Sering sekali pergumulan menimbulkan ratapan
kekecewaan bahkan keputusasaan, sehingga ratapan dianggap sebagai sikap dan
tindakan yang bermakna negatif. Akan tetapi, ratapan juga memiliki dampak positif,
ketika ratapan itu ditujukan kepada Tuhan dan berharap akan pertolonganNya,
sebagaimana Yeremia lakukan saat Yerusalem telah mengalami kehancuran. Dalam
ratapannya, Yeremia berjuang untuk bisa memahami pekerjaan Tuhan dalam
kehancuran Israel. Akhirnya, Yeremia mengerti bahwa kehancuran Yerusalem adalah
akibat dari dosa-dosa bangsa Israel sehingga Allah menjatuhkan hukuman kepada
mereka. Dari hasil penyadaran inilah Yeremia meyakinkan dan memotivasi bangsa
Israel untuk kembali kepada Tuhan. Yeremia meyakinkan bangsa itu bahwa masih
ada harapan untuk pulih.
II.
Penjelasan Nats
Dari hasil pergumulan Nabi Yeremia, dia menemukan setidaknya ada 3 alasan
bahwa bangsa Israel bisa kembali menerima berkat Tuhan dan keselamatan serta
pemulihan.
1.
Murka Tuhan Berlangsung Hanya Sesaat, Tetapi Kasih SetiaNya Tidak Akan
Pernah Berakhir.
Hal ini diungkapkan Yeremia dalam ayat 22 – 23, bahwa rahmatNya tidak
pernah habis oleh apapun, bahkan selalu diperbaharuinya setiap pagi dan setiap
hari. Pemeliharaan Allah memang benar-benar nyata bagi bangsa Israel sepanjang
sejarah mereka. Karena kasih Tuhanlah mereka tidak binasa bahkan saat berjalan
di padang gurun. Meskipun bangsa itu berulangkali melakukan pemberontakan
kepada Tuhan, sehingga Allah murka dan mereka harus dihukum, tetapi kasih setia
Tuhan lebih besar dari murkaNya. Itulah mengapa bangsa itu dan kita yang
percaya harus memiliki pengharapan kepadaNya saja karena pengharapan kepada
Tuhan tidak akan pernah sia-sia.
2.
Tuhan Itu Baik Dan Pemurah Kepada Mereka Yang Menantikan Dia.
Kadang bahkan sering sekali
penantian akan pertolongan Tuhan itu tidak mudah dan tidak secepat yang
dipikirkan manusia, terlebih dalam situasi sulit atau terdesak. Hal ini yang
sering membuat manusia gagal mengenal kesetiaan Tuhan itu, karena manusia
memaksakan konsep berfikirnya terhadap tindakan Tuhan. Sikap yang ditunjukkan
Yeremia jelas, bahwa dalam pengharapannya akan pertolongan Tuhan, dia tetap
berserah dan membiarkan Tuhan mengambil bagianNya untuk memulihkan bangsa itu.
Dengan tegas ia katakan, “"TUHAN
adalah bagianku," kata jiwaku, oleh sebab itu aku berharap kepada-Nya”. Memang
Tuhan pasti menjadi bagian hidup orang yang percaya, dan rencana Tuhan pasti
mendatangkan kebaikan bagi yang berpengharapan kepadaNya. Jadi pengharapan yang
sungguh harus dibarengi dengan kesabaran dan kerendahan hati. Bahkan dalam ayat
26 dikatakan, “Menanti dengan diam”. Ini
menandakan tindakan kesabaran dari orang yang percaya. “Diam” bukan berarti
vakum dan pasrah, tapi diam dan sabar di dalam iman dan berserah dalam pengharapan
menanti pertolongan Tuhan.
3.
Hukuman Tuhan Bukan
Menghancurkan, Tapi Menegur dan Mengingatkan.
Ada
kalanya Tuhan menghukum dan atau mengizinkan hukuman kepada manusia. Hukuman
itu bisa berupa penderitaan, kesakitan/ penyakit, perpecahan dsb. Namun hukuman
itu bukanlah tujuan Tuhan, melainkan cara Tuhan memberikan peringatan dan teguran
kepada manusia berdosa. Tujuan Tuhan jauh lebih mulia dari pada hanya sekedar
menghukum, yaitu Dia ingin agar umatNya mengalami pertobatan, pengudusan dan
pemulihan. Dengan demikian, orang akan datang kepada Tuhan menyadari dosanya
serta mohon ampun kepada Tuhan. Untuk itulah Yeremia mengatakan, “Biarlah ia merebahkan diri dengan mukanya
dalam debu, mungkin ada harapan”. Hal ini ia ungkapkan mengingat dosa
bangsa Israel yang sudah terlalu besar kepada Tuhan dan sesungguhnya tidak
layak lagi menerima pengampunan. Namun jika dengan sungguh-sungguh dengan
merebahkan mukanya dalam debu (yang najis), Tuhan pasti mau memberi
pengampunan.[1] Sesungguhnya Tuhan tidak senang menghukum umatNya (ay. 33),
namun bangsa Israel bertindak ceroboh dengan menduakan Tuhan dan mendukakan
hatiNya. Untuk itulah Tuhan menghukum mereka demi terciptanya umat yang setia
dan hidup dalam kekudusan dan moral yang benar di hadapan Tuhan dan dunia.
Selain itu, tujuan hukuman adalah untuk mendewasakan iman. Dewasa iman berarti
dia yang memahami bahwa hukuman Tuhan
itu bukanlah kutukan atau akhir kehidupan, namun memahami bahwa Tuhan berkenan
mengampuninya jikalau ia mau berbalik setia kepada Tuhan dengan kesungguhan
hati serta berkomitmen untuk senantiasa setia padaNya.
III.
Kesimpulan dan Refleksi
ü Melalui ratapan ini, Yeremia
meluapkan isi hatinya yang penuh kepedihan karena penderitaan berat yang
dialami bangsa itu. Luapan hati ini sekaligus ungkapan kesadarannya bahwa
hukuman itu mereka terima justru karena pemberontakan dan dosa mereka kepada
Tuhan. Yeremia mengakui keadilan Tuhan itu, bahwa meskipun bangsa itu telah
ditetapkan Tuhan sebagai bangsa pilihannya, bukan berarti mereka bisa hidup
seenaknya dan melakukan dosa. Tuhan menginginkan, agar sebagai bangsa pilihan,
mereka seharusnya mampu menunjukkan bagi dunia bagaimana mereka hidup, bukan
malah menjadikan predikat itu sebagai kesombongan dan keangkuhan iman. Sama
halnya dengan kita, sebagai orang yang telah menerima anugerah keselamatan,
maka tugas kita bukanlah menyombongkan diri atas keselamatan itu, melainkan
kita harus menyadari bahwa tugas kita adalah mengusahakan agar semakin banyak
orang yang menerima keselamatan itu.
ü Tidak hanya bangsa Israel, kita
pun pasti punya banyak pergumulan yang tidak bisa kita uraikan satu persatu.
Bagaimana kita menyikapinya.? Tentulah dengan iman dan pengharapan. Yeremia
mengimani bahwa Kasih Setia Tuhan tidak pernah
Berkesudahan, maka dia berharap akan pertolongan Tuhan untuk memulihkan bangsanya. Pun
demikian dalam Epistel kita, Yairus, Seorang bapak yang mengimani bahwa Yesus
adalah jalan kesembuhan dan kehidupan bagi Putrinya, maka Yesus memberi
kesembuhan dan kehidupan itu. Bahkan wanita yang telah 12 tahun mengalami
pendarahan, yang semua hartanya telah habis untuk pengobatannya, oleh imannya
maka ia sembuh. Dengan imannya ia berkata, “Asal
kujamah saja jubah-Nya, aku akan sembuh.” Dan Yesus menjawab, “Hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan
engkau. Pergilah dengan selamat dan sembuhlah dari penyakitmu!”
ü
Hukuman Tuhan memang pasti akan berjalan bagi yang melakukan dosa, namun
pengampunan juga selalu tersedia bagi yang datang padaNya memohon pengampunan
dengan sungguh-sungguh. Janganlah kesulitan, penderitan, penyakit membuat iman
kita semakin jauh dari Tuhan, namun mati kita pahami bahwa semua itu akan kita
lalui dengan kemenangan ketika kita bersama dengan Tuhan. Janganlah kita
berdosa oleh keadaan yang kita alami, namun kiranya kita semakin memperbaharui
diri dan iman di dalam Tuhan. Hanya saja pembaharuan iman bukanlah tindakan
asal-asalan. Pembaharuan iman/ Pertobatan adalah tindakan yang bersumber dari
ketulusan hati atas kesadaran penuh untuk menjalani hidup baru di dalam Tuhan.
Bukan yang bertobat hari ini, besok berulah lagi. Perlu kita ingat dan pahami
apa yang tertulis dalam Galatia 6:7, “Jangan
sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur
orang, itu juga yang akan dituainya.” Pertobatan itu adalah komitmen hasil
dari kesadaran bahwa Tuhan begitu mengasihi kita, tak berkesudahan kasih setia
TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, bahwasanya untuk selama-lamanya kasih
setia-Nya. Kiranya kita diteguhkan untuk hidup dan menikmati kasih setia Tuhan
itu, sehingga setiap pagi kita menerima berkat yang baru yang semakin indah.
Amin.
Pdt. Polma Hutasoit, S.Th
[1] Bnd. 2 Samuel 12
: 7 – 23 : Saat Daud menyadari ia telah berdosa kepada Tuhan, maka ia berdoa
kepada Tuhan memohon belas kasihan dan pengampunan Tuhan atas tindakannya yang telah
membunuh Uria dan menjadikan Betsyeba menjadi istrinya, ia berpuasa dan tidur
di tanah. Tuhan memang mengampuni Daud, namun hukuman baginya tetap berjalan,
sehingga anak yang dilahirkan Betsyeba sakit dan akhirnya mati (ay. 18) dan
pedang tidak akan menyingkir dari padanya (ay. 10)