KERANGKA SERMON
EVANGELIUM MINGGU 24 November 2013
MINGGU AKHIR TAHUN GEREJAWI (Ujung Taon Huria)
Ev
: 1 Tesalonika 4 : 13 – 18 Ep : Wahyu 7 : 9 – 17
Penghiburan di Dalam Tuhan
I.
Pendahuluan
Salah satu
ajaran iman Kristen adalah, tentang: Hari Tuhan, Hari kedatangan Tuhan Yesus
kedua kali atau sering juga dikatakan sebagai hari penghakiman
terakhir (bd. Mat 7: 22; 24: 42-44; I Kor 1:8; I Tes 5:2). Di Jemaat Tesalonika bergumul
tentang Hari Tuhan ini. Mereka bergumul tentang orang-orang yang telah meninggal
sebelum kedatangan Kristus, apakah mereka juga akan menerima kebangkitan atau
tidak. Kegelisahan ini muncul juga karena adanya ajaran dari aliran sesat gnostik yang mengajarkan keselamatan hanya
dalam arti pelepasan jiwa dari tubuh. Sementara Aliran Yudaisme mengajarkan bahwa hanya mereka yang masih hidup yang akan dibawa ke surga,
sedangkan mereka yang meninggal sebelum kedatangan Yesus akan dibangkitkan dan
tetap tinggal di dunia ini. Ajaran ini membuat jemaat Tesalonika
sangat mengharap agar hari
Tuhan datang segera semasih mereka masih hidup. Untuk itulah Paulus memberikan penjelasan,
penghiburan dan peneguhan iman melalui firman Tuhan. Paulus mengajarkan kepada jemaat
itu bahwa pada Hari Tuhan setiap orang yang mati di dalam Kristus akan
dibangkitkan lebih dulu, sementara yang masih hidup (di dalam Kristus) akan
diangkat bersama-sama dan akan selama-lamanya bersama-sama dengan Tuhan dalam
kemuliaan-Nya.
II.
Penjelasan Nats
Ø Paulus berbicara tentang mereka yang sudah
meninggal
Ditinggal mati oleh orang yang dikasihi dapat menimbulkan duka yang
sangat dalam. Tidak terkecuali orang-orang yang di Tesalonika pada masa itu. Apalagi
sebagian besar umat percaya yang
menerima surat Paulus adalah berasal dari kekafiran, dari penyembah berhala. (1
Tesalonika 1:9), dimana pada umumnya orang kafir tidak memiliki harapan setelah
kematian. Jadi Paulus mengatakan
ini agar mereka tidak bersedih seperti orang-orang yang tidak
mempunyai pengharapan.
Ungkapan “kami tidak mau bahwa kamu tidak mengetahui...” merupakan salah satu
ciri khas Paulus ketika ia ingin menyampaikan sesuatu yang penting (bd. Rom 1:13; 11:25; 1Kor 10:1; 12:1; 2Kor 1:8; Kol 2:1).
Dalam bagian ini ia ingin membahas tentang nasib orang-orang yang mati dalam
Kristus dalam hubungannya dengan parousia, walaupun jemaat Tesalonika
kemungkinan besar sudah pernah diajar tentang parousia (bd. 5:1-2).
Nasehat
Paulus di atas tidak berarti bahwa kita dilarang menangis ketika orang yang
kita kasihi meninggal dunia. Yesus menangis di depan kubur Lazarus (Yoh 11:35),
karena Dia begitu mengasihi Lazarus (Yoh 11:3, 36). Yang dimaksud sedih di sini
adalah sedih yang berkepanjangan (terus-menerus “bersedih”). Kesedihan akan menjadi dosa apabila meragukan
kebaikan/keadilan Allah (Rom 8:28) atau kehilangan harapan terhadap pertemuan
bersama dengan orang yang mati tersebut. Kesedihan yang berlarut-larut membuat
orang Kristen tidak beda dengan orang lain dan tidak bisa menjadi teladan bagi
mereka.
Ide
tentang pengharapan bagi orang Kristen ini merupakan sesuatu yang
revolusioner menurut konteks waktu itu, karena orang Yunani umumnya tidak
percaya bahwa ada kehidupan kekal setelah kematian. Beberapa tulisan Yunani
kuno menyebutkan bahwa pengharapan hanya bagi orang hidup, sedangkan orang mati
tidak memilikinya. Filsuf lain mengajarkan, “jangan takut pada kematian, karena
pada saat kita hidup kita tidak mati dan pada saat kita mati kita tidak hidup”. Isi nasehat
Paulus ini adalah supaya mereka jangan seperti orang-orang
lain itu ketika menghadapi kematian orang yang dikasihi.
Yang dimaksud “orang-orang lain” adalah mereka yang berada di luar Kristus (Ef
2:3) yang tidak memiliki pengharapan (1Tes 4:13b; Ef 2:12).
Ø
Alasan orang parcaya untuk tidak
berdukacita
1.
Kebangkitan
Yesus menjadi jaminan bagi kebangkitan yang percaya kepada-Nya
Bagi Paulus,
kebangkitan Yesus dari kematian merupakan sebuah jaminan bagi kebangkitan umat
percaya pada saat kedatangan-Nya yang kedua. Jika kita pecaya akan
kematian dan kebangkitan Yesus, kita juga harus percaya akan kebangkitan
orang-orang yang telah meninggal dalam Yesus. Kata “Jikalau
kita percaya” menjadi sebuah penekanan yang penting dalam ayat 14 ini.
Karena dengan percayalah orang Kristen dapat mengimani bahwa apa yang Tuhan
firmankan melalui Paulus adalah sebuah kebenaran, yaitu setiap orang percaya akan
dikumpulkan Allah bersama-sama dengan Dia. Ini merupakan solusi dan jawaban atas pergumulan orang-orang yang tidak
berpengharapan.
2.
Orang yang mati dalam Kristus akan
lebih dahulu dibangkitkan
Orang yang
mati dalam Kristus bukan hanya akan bersama-sama Dia ketika datangnya Parousia itu, tetapi mereka akan menjadi yang pertama
menyongsong Dia, sesudah itu baru kita yang masih hidup. Paulus
menggunakan kata untuk menekankan kronologi ini: “sekali-kali tidak akan mendahului mereka” (ayat 15), “lebih dahulu bangkit” (ayat 16), “sesudah itu...” (ayat 17). Walaupun
perbedaan waktu antara dua peristiwa ini hanya terjadi dalam sekejap (1 Kor 15:51-52), namun Paulus tetap merasa perlu untuk
menjelaskan kronologi parousia supaya jemaat Tesalonika memahami bahwa mereka
yang sudah mati dalam
Kristus justru adalah orang-orang yang
mendapat prioritas saat parousia terjadi.
Pada saat
kedatangan-Nya, Allah tidak turun ke dunia
bersama orang Kristen yang telah dibangkitkan. Sebaliknya
(seperti yang dilakukan kepada Yesus), Dia akan membangkitkan mereka dari kubur
dan akan membawa
mereka ke sorga bersama dengan mereka yang masih
hidup. Sama seperti kebangkitan Yesus telah terjadi sebelum
kenaikan-Nya ke surga, demikianlah yang akan terjadi pada
pengikut-Nya yang setia. Orang benar yang telah mati
dibangkitkan dan diberi kekekalan bersama dengan mereka yang hidup pada saat
Dia kembali. Orang benar yang telah mati dibangkitkan dan diberi kekekalan
bersama dengan mereka yang hidup pada saat Dia kembali. Kenyamanan yang diberikan Paulus adalah: Agar mereka mengetahui bahwa kebangkitan akan mempersatukan mereka
dengan semua orang yang mereka kasihi.
Ø Orang
Percaya mampu menghibur orang lain yang mengalami kesedihan
Sebagai
konklusi dari semua ajarannya di ayat 13-17, Paulus menasehatkan jemaat di
Tesalonika untuk saling menghiburkan (terus-menerus), saling menguatkan serta saling menopang satu dengan yang lain. Penghiburan ini harus dilakukan
“dengan perkataan-perkataan” Firman Tuhan. Paulus mau menyampaikan kepada jemaat di Tesalonika
bahwa Kematian bukanlah bab terakhir
dari kehidupan pengikut Tuhan. Akan tetapi, kematian
hanya pemisah sementara yang memberikan jalan bagi pertemuan yang
mulia pada hari kebangkitan yang besar. Jadi dengan demikian, jemaat
Tesalonika tidak perlu lagi kuatir dan takut menghadapi kematian selama mereka
mau percaya kepada Kristus, karena bersama Kristus dan di dalam Kristus tidak
ada kematian yang kekal.
III.
Aplikasi
ü Pengkhotbah
3:2a dikatakan, “ada waktu untuk lahir,
ada waktu untuk meninggal”. Sama seperti kita sekarang, kita dilahirkan dan
pada akhirnya akan menghadapi kematian. Tidak sedikit orang yang takut
menghadapi kematian, termasuk orang Kristen. Bahkan banyak juga orang yang
tidak siap ditinggalkan oleh orang yang dikasihinya. Banyak alasan yang membuat
manusia takut menghadapi kematian, contoh, kalau sudah mati kemanakah dia.? Apakah
masih bisa merasakan kenikmatan seperti ketika hidup.?
ü Melalui
nats ini, kita dihantar untuk mengetahui dan mengimani bahwa setiap orang yang
mati dalam Kristus akan mendapat kebahagiaan dan sukacita jauh melebihi apa
yang pernah dirasakan selama hidupnya. Untuk itu, bagi kita yang masih hidup di
bumi, haruslah senantiasa hidup sesuai dengan perintah dan firman Tuhan, karena
kita tidak pernah tahu kapan Tuhan akan menjemput kita. Dengan demikian,
kapanpun Tuhan mau memanggil kita, maka kita tidak pernah takut karena kita
sudah memiliki pengharapan bahwa kita akan menjadi bagian dari Kerajaan-Nya.
ü Akan
tetapi jika kita tidak mau hidup dalam firman Tuhan, maka kita akan mati dalam
dosa dan tidak memiliki tempat di dalam Kerajaan-Nya ketika datangnya Parousia.
Pertobatan dan pembaharuan hidup itu hanya bisa kita lakukan sekarang ketika
kita masih hidup. Jika tidak, maka yang kita alami dan terima adalah hukuman yang
tidak akan pernah berkesudahan. Sama seperti orang kaya (dalam cerita Yesus) yang
tidak memiliki kasih kepada sesamanya (Lazarus) dan mati dalam keberdosaannya.
Dia menderita sengsara di alam maut dan mengerang kesakitan di bakar oleh nyala
api, sementara dia hanya bisa memandang Lazarus yang duduk di pangkuan Bapa
Abraham dalam sukacita (Luk. 16:22-24).
ü Untuk
itu bagi kita yang percaya kepada Tuhan, mari kita imani bahwa kematian bukan lagi akhir dari segalanya, melainkan kemenangan karena Kristus. Pengharapan orang Kristen adalah nyata, bukan pengharapan
yang sia-sia, bahwa :
§ Kematian dalam Tuhan Yesus, hidup kita telah dibayar oleh darah Kristus (I Pet 1: 18-19
§ Kematian dalam Tuhan Yesus ada keselamatan kekal.
(Yoh 6:51)
§ Kematian dalam Tuhan Yesus akan diubah dan
dibangkitkan (I Tes 3:16 ;2 Tim 4:8)
Tuhan Yesus
memberkati. Amin.
C.Pdt. Polma Hutasoit
Tidak ada komentar:
Posting Komentar