Jumat, 31 Juli 2015

Matius 22 : 15 – 22, "Yang Wajib Kita Berikan Kepada Allah"

KERANGKA SERMON EVANGELIUM MINGGU 19 Oktober 2014
Minggu XVIII Setelah Trinitatis (Ketritunggalan ALLAH/ Hasitolusadaan Ni TUHAN)
Ev  :  Matius 22 : 1522              Ep  : Yesaya 45 : 1 – 7        S. Patik : 1 Petrus 2 : 17
Yang Wajib Kita Berikan Kepada Allah

I.              Pendahuluan
Salah satu tantangan yang harus dihadapi Yesus dalam perjalanan pelayanan-Nya saat berada di Yerusalem justru datang dari para pemuka agama Yahudi. Dalam Mat 21:28 22:14, Yesus menegur para tokoh Yahudi dengan menggunakan 3 buah perumpamaan berturut-turut. Dalam perumpamaan tentang dua orang anak (21 : 28 – 32), para pemimpin Yahudi digambarkan sebagai anak yang tidak melakukan kehendak bapanya. Dalam perumpamaan tentang penggarap-penggarap yang jahat(21 : 33 – 46), mereka digambarkan sebagai penggarap itu. Dan dalam perumpamaan tentang pesta perjamuan makan yang diadakan raja (22 : 1 – 14), mereka digambarkan sebagai undangan yang menolak panggilan raja, sehingga mereka dihukum. Teguran itu bukannya membuat mereka bertobat, tetapi sebaliknya membuat mereka menjadi marah/ benci kepada Yesus (21:45-46). Dan dalam nats ini mereka berusaha menyerang balik Yesus dengan membuat sebuah pertanyaan jebakan.

II.           Penjelasan Nats
1.      Persekongkolan Merancang Rencana Busuk (ay. 15 – 17)
Perikop ini diawali dengan kalimat, “Kemudian pergilah orang-orang Farisi; mereka berunding bagaimana mereka dapat menjerat Yesus dengan suatu pertanyaan.” Orang-orang Farisi yang sangat anti kepada Yesus membuat diskusi singkat setelah Yesus menegur mereka di hadapan orang banyak. Mereka merancang sebuah pertanyaan yang bertujuan membuat Yesus terpojok bahkan berusaha agar Yesus bisa ditangkap karena perkataan-Nya sendiri. Saat Yesus menegur mereka di hadapan orang banyak, maka merekapun mengajukan pertanyaan di hadapan mereka semua. Mereka begitu yakin bahwa Yesus akan terjebak dengan pertanyaan yang telah mereka rancang. Orang Farisi memanfaatkan situasi bangsa Yahudi yang saat itu berada dalam kekuasaan Romawi. Mereka diharuskan membayar berbagai pajak kepada bangsa Romawi. Yang menarik adalah bukan pemuka agama itu yang tampil menghadap kepada Yesus. Mereka hanya berunding, dan ada dua hasil dari perundingan itu. Pertama mereka ingin tahu bagaimana pandangan Yesus terhadap peraturan yang mengharuskan bangsa Yahudi membayar pajak kepada Kaisar dan keputusan kedua adalah, mereka mengutus para muridnya bersama dengan orang-orang Herodian untuk bertanya kepada Yesus, “"Guru, kami tahu, Engkau adalah seorang yang jujur dan dengan jujur mengajar jalan Allah dan Engkau tidak takut kepada siapa pun juga, sebab Engkau tidak mencari muka. Katakanlah kepada kami pendapat-Mu: Apakah diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak?” Yang menarik adalah orang Farisi bersatu dengan orang Herodian untuk menjebak Yesus. Dua kubu yang sebenarnya berlawanan mau bersatu hanya untuk melawan kebenaran yang Yesus bawa. Orang Farisi menolak dengan keras pembayaran pajak kepada Kaisar karena dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak ilahi Allah, sebab mereka hanya mau patuh kepada Allah, bukan kepada Kaisar. Sementara orang Herodian adalah pengikut Herodes, raja Galilea yang memiliki dan menerima kuasa dari Kaisar Romawi. Semua kebencian diantara mereka dilupakan sejenak demi menentang Yesus dan menyingkirkan-Nya.
Pertanyaan yang mereka ajukan dimulai dengan pujian kepada Yesus. Mereka mengungkapkan bahwa Yesus adalah Guru (Rabbi) yang baik selalu berbicara benar dan jujur, mengajar jalan Allah (keselamatan). Ini menunjukkan bahwa seorang guru yang baik tidak membelokkan arti dari Firman Tuhan, baik demi keuntungan pribadi, maupun karena sungkan, takut, malu dsb. Mereka juga mengatakan bahwa Yesus tidak takut kepada siapapun dan tidak mencari muka. Ini menunjukkan bahwa seorang guru yang baik tidak takut kepada manusia, tidak berusaha menyenangkan manusia dan tak membeda-bedakan / bersikap tak adil / berat sebelah. Namun tentu saja ini adalah strategi mereka. Sesungguhnya pujian yang mereka sampaikan itu bukanlah bersumber dari iman yang benar. Ini jelas merupakan tindakan yang munafik (bnd. Luk 20:20-21). Orang munafik adalah orang yang berpura-pura melakukan satu hal, tetapi bermaksud untuk melakukan hal yang lain. Mereka mengataka dan memuji bahwa Yesus ‘tidak takut pada siapapun’. Tetapi sebetulnya, tujuan mereka adalah: supaya Yesus berani mengucapkan sesuatu yang menentang pajak/ pemerintah Roma.

2.      Kemahatahuan, Hikmat dan Ketegasan Yesus (ay. 18)
Pada dasarnya ada 3 pajak yang harus diberikan kepada pemerintah Romawi. Pertama, Pajak Bumi. Rakyat harus membayar sepersepuluh hasil gandum, seperlima dari minyak dan anggur yang dihasilkan ladang/ kebunnya. Pajak ini dapat dibayar dengan hasil panen atau diuangkan senilai harganya. Kedua, Pajak Penghasilan. Pajak  yang harus dibayar sebesar satu persen dari penghasilannya. Dan Ketiga, Pajak Kepala. Pajak ini harus dibayar oleh setiap laki-laki sejak berumur 14 tahun sampai 65 tahun, semetara perempuan sejak umur 12 tahun sampai 65 tahun sebesar 1 dinar. Pajak yang dipersoalkan khusus dalam nats ini adalah pajak yang ketiga, yaitu Pajak Kepala. Namun Yesus tahu maksud dan tujuan mereka mempertanyakan itu, bahkan dikatakan, “Yesus mengetahui kejahatan hati mereka” (ay. 18). Dengan keras Yesus kembali menegur mereka di hadapan semua orang, “"Mengapa kamu mencobai Aku, hai orang-orang munafik?” Yesus menyebut mereka orang munafik karena tampaknya mereka adalah orang yang percaya kepada-Nya ketika mereka memuji Yesus, namun sesungguhnya pujian itu hanya cara untuk menjebak Yesus. Lagi-lagi Yesus dengan tegas menyebut mereka dengan sebutan “munafik” yang tentu membuat telinga panas.
Sesungguhnya, pertanyaan dari orang Farisi dan orang Herodian itu lebih mengarah kepada apakah mereka boleh tunduk, patuh, menghormati Kaisar sebagai pemimpin mereka atau tidak. Salah satu bentuk kepatuhan yang mereka pertanyakan adalah mengenai pembayaran pajak kepada Kaisar. Yesus tahu apabila Ia mengatakan “Tidak boleh patuh kepada Kaisar (membayar pajak)”, maka orang Herodian punya alasan kuat untuk melapor kepada Kaisar bahwa Yesus telah menghasut orang-orang untuk melawan Kaisar. Sementara jika Yesus katakan “Boleh patuh kepada Kaisar (membayar pajak)”, maka Yesus akan ditolak dan dianggap merendahkan Allah dan takut kepada Kaisar. Mereka yang bertanya berfikir bahwa jawaban manapun yang Yesus pilih, tetap akan menyulitkan-Nya.

3.      Hak Manusia (Pemerintah/ Pemimpin) dan Hak Allah (ay. 19 – 22)
Namun dengan bijaksana, Yesus menanggapi pertanyaan mereka. Yesus meminta mata uang yang dipakai untuk membayar pajak. Setiap raja/ kaisar terpilih pasti akan membuat koin bergambar dirinya sebagai tanda dialah yang berkuasa di wilayah itu. Yesus bertanya kepada orang banyak sambil menunjukkan koin itu, “"Gambar dan tulisan siapakah ini?” Serentak mereka menjawab, “"Gambar dan tulisan Kaisar.” Berdasarkan jawaban orang banyak itu, Yesus memberikan jawaban yang sama sekali tidak terpikirkan oleh semua orang, termasuk orang Farisi dan orang Herodian itu. Yesus mengatakan, “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah.” Sekalipun Yesus tak secara terang-terangan menjawab ‘boleh’, tetapi jelas bahwa Ia bukan hanya mengijinkan, namun malah mengharuskan setiap orang untuk membayar pajak kepada pemerintah (bdk. Rom. 13 : 6 7). Dengan hikmat-Nya, Yesus sama sekali tidak menetapkan hukum atau peraturan untuk dilakukan, namun Dia meletakkan prinsip yang jelas sebagai pedoman bagi setiap orang. Yesus menjelaskan bahwa sebagai manusia (warga negara), mereka punya kewajiban untuk negeri dimana mereka tinggal. Sebagai ciptaan, mereka juga punya kewajiban kepada Penciptanya. Yesus menggunakan kata wajib/ harus menjelaskan bahwa penghormatan kepada Allah dan pemerintah itu wajib hukumnya. Penjelasan Yesus menunjukkan adanya pembatasan di antara kedua kewajiban itu. Kita tidak boleh memberikan kepada kaisar apa yang menjadi hak dari Allah. Kalau kaisar menuntut sesuatu yang menjadi hak Allah, misalnya untuk di sembah atau dituhankan, maka harus ditolak dan tidak ada toleransi untuk itu (Kis. 5 : 29). Dan sebaliknya, kita juga tidak boleh memberikan kepada Allah apa yang menjadi hak kaisar (misalnya: memberikan pajak kepada Tuhan/ gereja). Dengan demikian setiap orang harus menunjukkan kepatuhan kepada Allah dengan totalitas hidupnya, dan kepatuhan kepada pemerintah sesuai dengan ketetapan dan peraturan yang berlaku.
Jawaban Yesus yang benar-benar di luar dugaan itu membuat mereka tidak mampu menyembunyikan kekagumannya sampai-sampai mereka tidak dapat lagi memberi tanggapan atas jawaban Yesus. Sekali lagi mereka harus menanggung malu di hadapan banyak orang karena kedegilan mereka sendiri. Namun, semua itu tidak cukup untuk membuat mereka jera untuk mencari cara untuk menangkap Yesus. Mereka pergi meninggalkan Yesus dan orang banyak itu bukan untuk mengoreksi diri, namun justru untuk merancang rencana lain untuk menangkap Yesus.

III.        Aplikasi
1.        Pernahkah anda melihat dua orang (kubu) yang bertentangan/ bermusuhan  bergabung untuk mencegah ditegakkannya kebenaran dan keadilan.? Inilah yang terjadi dalam perikop kita ini. Segala cara dilakukan oleh pemuka agama Yahudi untuk mencegah pelayanan Yesus. Bahkan mereka yang pada dasarnya adalah kelompok yang saling sikut-menyikut, mau bersatu untuk tujuan yang justru menentang kebenaran, padahal sebenarnya tugas mereka adalah membela kebenaran dan keadilan bagi umat Tuhan. Bagaimana dengan kita orang Kristen yang memiliki tugas dan tanggungjawab untuk menunjukkan jatidiri kita sebagai pengikut Kristus, sudahkan kita mampu membela dan menegakkan kebenaran dalam aspek hidup kita atau justru masih bagian dari penentang dan penolak kebenaran itu.?
2.         Ketika Yesus diserang dengan pertanyaan tentang bagaimana bersikap terhadap pemerintah/ Kaisar, Yesus memberi pemahaman dan prinsip yang selama ini tidak dimiliki oleh orang Yahudi yang berada dalam kekuasaan Romawi. Yesus tidak hanya memperbolehkan mereka mematuhi raja, namun mengharuskan mereka untuk patuh kepada Kaisar. Sebagai orang Kristen, kita memiliki dwi-kewarganegaraan. Sebagai warga negara, kita harus juga harus memiliki kepatuhan akan peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah, termasuk memenuhi kewajiban kita sebagai warga negara. Perangkat pemerintah adalah orang-orang yang Tuhan pilih dan berasal dari Allah (Rom. 13 : 1 – 7), inilah alasan mengapa kita harus mematuhi mereka dan aturan yang mereka buat. Namun kepatuhan kepada aturan pemerintah jangan sampai menghilangkan identitas kita sebagai warga Kerajaan Allah. Paulus mengingatkan kita “Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia” (Kol. 3:23). Tuhan Yesus memberkati. Amin.

C.Pdt. Polma Hutasoit, S.Th

Tidak ada komentar:

Posting Komentar