Jumat, 31 Juli 2015

Roma 14 : 1 – 12, "Hidup Atau Mati, Kita Milik Tuhan"

KERANGKA SERMON EVANGELIUM MINGGU 14 September 2014
Minggu XII Setelah Trinitatis (Ketritunggalan ALLAH/ Hasitolusadaan Ni TUHAN)
Ev  :  Roma 14 : 1 – 12            Ep  : Kejadian 50 : 15 – 21              S. Patik : Wahyu 2 : 10
Hidup Atau Mati, Kita Milik Tuhan

I.              Pendahuluan
Surat Roma merupakan surat yang ditulis oleh Rasul Paulus sekitar tahun 58. Secara keseluruhan, surat Roma terbagi dalam 2 bagian, yaitu pasal 1-11 berisi bangunan teologis, doktrin-doktrin (ajaran) dan prinsip iman Kristen. Dan pasal 12-16 Paulus berbicara tentang hal-hal praktis-etis kehidupan orang Kristen dan beberapa alasan Rasul Paulus menuliskan surat ini. Dalam perikop ini, rasul Paulus mengingatkan Orang Kristen Yahudi dan Orang Kristen non-Yahudi yang ada di Roma yang sedang mengalami perdebatan antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain. Mereka saling membenarkan diri dan saling menyalahkan antara satu dengan yang lain. Orang Kristen Yahudi masih menjalankan Hukum Taurat [khususnya mengenai makanan yang boleh/tidak boleh dimakan (ayat 2) serta mengenai hari-hari tertentu yang dianggap suci (ayat 5)]. Mereka menganggap orang Kristen non-Yahudi tidak benar karena tidak menjalankan Taurat, dan demikian sebaliknya orang Kristen non-Yahudi mengangap orang yang menjalankan Hukum Taurat itu bersalah. Inilah sikap menghakimi orang lain dan membenarkan diri sendiri.

II.           Penjelasan Nats
1.      Saling Menerima di Dalam Kasih
Salah satu kreasi Allah yang paling luar biasa adalah dalam hal mencipta. Dari sekian banyak manusia yang pernah terlahir ke dunia ini, belum pernah ada ditemukan manusia yang memiliki kesamaan yang 100%, bahkan yang kembar sekalipun. Perbedaan tidak hanya dari fisik dan penampilan, melainkan sikap, karakter, kebiasaan,pola hidup bahkan adat-istiadat (budaya). Paulus menyoroti kehidupan orang Kristen Yahudi dan non-Yahudi yang sibuk mempersoalkan hal-hal duniawi yang membuat mereka sulit untuk bersatu dan saling menerima satu golongan dengan golongan lainnya. Sulitnya kedua golongan ini bisa untuk bersatu dan saling menerima adalah karena orang Kristen Yahudi masih terikat dengan doktrin lama mereka, misalnya mengenai makanan (haram dan tidak haram), atau mengenai hari-hari baik (keberuntungan) dan kebiasaan lain yang sebenarnya tidak merupakan hal yang terlalu penting untuk dijadikan patokan sebagai pengikut Kristus. Sementara orang Kristen yang non-Yahudi tidak ingin ajaran Kristus dicampurbaurkan dengan tradisi dan kebiasaan dalam adat. Untuk itu, Paulus menginginkan agar kedua golongan ini mau saling menerima perbedaan dan menjadikan perbedaan itu sebagai keindahan persekutuan dan kekayaan mereka untuk saling melengkapi di dalam kasih Tuhan, bukannya saling menghakimi satu dengan yang lain. Paulus mengajarkan agar mereka tidak membuat ukuran mereka sendiri sebagai patokan untuk menjadi pengikut Kristus. Yesus sendiri tidak pernah melihat latar belakang orang yang mau datang kepada-Nya. Yesus lebih melihat pertobatan dan tekad orang yang mau datang kepada-Nya, sehingga siapa saja yang datang kepada-Nya selalu disambut dengan penuh kasih.

2.      Semua Ciptaan adalah Milik Tuhan dan Ia Menjadikan Semuanya Sungguh Amat Baik
Dalam tradisi Yahudi masih ada pemahaman bahwa hari ketiga itu (Selasa) adalah hari yang dianggap sebagai hari yang baik, karena mereka berpedoman pada Kejadian 1 : 9 – 12, tentang penciptaan di hari yang ketiga. Di sana ada dua kali disebutkan, “Allah melihat bahwa semuanya itu baik”. Untuk itu Paulus menjelaskan bahwa pada dasarnya semua hari itu baik, tergantung bagaimana kita memanfaatkannya. Untuk itu di nats lain, Paulus mengingatkan jemaat Efesus untuk mempergunakan waktu dengan baik, “Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat (Ef. 5 : 15 – 16)”. Artinya hari-hari itu bisa menjadi kerugian ketika tidak dipergunakan dengan baik, tentu yang berkenan kepada Tuhan. Paulus mengangkat perkataan ini agar mereka memahami bahwa orang benar akan hidup oleh iman kepada Tuhan, bukan oleh hari atau waktu tertentu. Paulus ingin agar orang Kristen, baik yang Yahudi maupun yang non-Yahudi mempergunakan hari-hari itu hanya untuk kemuliaan Tuhan dan untuk bersama-sama bekerja dan hidup untuk Tuhan. Sama halnya dengan makanan. Paulus tidak ingin tradisi orang Yahudi tentang makanan menjadi penghalang bagi orang Kristen non-Yahudi untuk menjadi pengikut Kristus. Kalaupun mereka menganggap dan memilih hari tententu sebagai hari baik, biarlah dipahami bahwa itu dilakukan untuk Tuhan. Siapa yang makan, mengucap syukurlah kepada Tuhan dan kalaupun ada makanan yang tidak dimakan, harus juga bersyukur karena apa yang dilakukannya juga untuk Tuhan. Jadi semua itu dilakukan bukan karena ada tahyul atau dongeng atau hanya karena tradisi saja, tapi yang paling utama untuk kemuliaan Tuhan. Nats ini mengajarkan agar orang Kristen tidak perlu mempertentangkan hal-hal yang jasmani/ duniawi, namun haruslah fokus kepada persolan rohani, yaitu pengembangan iman kepada Tuhan.
Paulus mengajarkan mereka bahwa hidup bukan untuk kepentingan diri sendiri, tapi untuk Tuhan. Sehingga setiap aspek hidup orang percaya, baik Yahudi maupun non-Yahudi semata-mata hanya untuk Tuhan. Paulus ingin agar setiap orang percaya mampu menunjukkan identitasnya dalam segala aspek hidupnya, yaitu hidup agar dia berkenan di hati Tuhan; hidup untuk Tuhan bukan untuk diri; ia hidup dengan kesadaran bahwa setiap perbuatannya akan dihakimi Allah, sehingga ia hidup dalam takut akan Tuhan; dan hidup terbuka di hadapan Tuhan; juga hidup jujur di hadapan manusia, mau saling menerima di dalam kasih meskipun ada perbedaan, bersaksi bukan untuk memuji diri. Sekali lagi ia menegaskan bahwa setiap hal yang di lakukan, semuanya itu adalah demi pelayanan. Dengan demikian orang yang dikuasai oleh kasih Kristus tidak hidup untuk dirinya sendiri melainkan hidup untuk Kristus.
Mati dalam Kristus adalah bahwa kita harus memiliki pengalaman penderitaan dalam Yesus. Lihatlah pada kehidupan Yesus selama ada di dunia ini, hidup Yesus banyak digunakan untuk kebutuhan orang berdosa. Yesus melayani orang – orang yang miskin, memberikan kabar baik bagi orang – orang berdosa, menyembuhkan yang sakit, bahkan Yesus mati untuk menyelamatkan kita dari hukuman dosa yaitu kematian. Penderitaan yang dialami Yesus bukan karena perbuatan-Nya tapi itu semua karena dosa kita. Paulus sendiri mengalami apa yang ia katakana ke jemaat Roma ini. Dia hidup untuk menyampaikan Injil dan kebenarannya, dia hidup seperti apa yang diajarkannya, dan dia mati karena pengajarannya (mengenai Kristus). Dia tahu bahwa untuk menjadi pengikut Kristus itu harus mampu menyangkal diri dan memikul salibnya, bukan malah mempersoalkan tanda-tanda jasmani seperti yang terjadi di jemaat Roma saat itu. Mati mungkin bukanlah sesuatu yang diinginkan oleh kebanyakan orang, namun bagi orang yang percaya kepada Yesus Kristus, hal ini adalah satu keuntungan karena Tuhan telah berkata dalam kitab Wahyu 14 : 13, “Berbahagialah orang-orang mati yang mati dalam Tuhan, sejak sekarang ini.” “Sungguh,” kata Roh, “supaya mereka boleh beristirahat dari jerih lelah mereka, karena segala perbuatan mereka menyertai mereka.”
Dengan memiliki kesadaran bahwa orang percaya harus hidup untuk Tuhan dan matipun bagi Tuhan serta menyadari bahwa mereka bukanlah milik mereka sendiri, maka tidak ada alasan bagi pengikut Kristus untuk menonjolkan kelebihan dan keistimewaannya di hadapan sesamanya. Kalaupun mereka memiliki kelebihan, itu bersumber dari Tuhan dan tetap saja mereka akan memiliki kekurangan. Di saat mereka sadar bahwa mereka memiliki kekuranganlah, maka di dalam persekutuannya, mereka bisa untuk saling melengkapi di dalam kasih. Di dalam keberagamanlah mereka bisa menunjukkan bagaimana indahnya satu tujuan di dalam Kristus. Sehingga tidak ada lagi yang saling menghakimi, menghina dengan sesamanya. Justru  di dalam perbedaanlah orang percaya tunduk kepada Kristus, karena tujuan hidup mereka adalah untuk menyenangkan Kristus dan memperjuangkan iman percaya mereka. Demikianlah orang percaya akan mempertanggungjawabkan imannya di hadapan Tuhan pada saat penghakiman tiba. Yang hidup di dalam Tuhan selama hidupnya akan beroleh hidup kekal. Sementara yang hidup di luar kehendak Tuhan selama hidupnya akan dicampakkan di perapian yang kekal yang tidak akan pernah padam.

III.        Aplikasi
1.        Dalam perspektif pengadilan Allah, tidak ada seorang pun yang lebih berhak untuk menghakimi orang lain. Seringkali masalah-masalah remeh dalam kehidupan menjadi penyebab perpecahan. Ada kelompok yang merasa lebih benar dibanding yang lain, ada yang merasa berkarya lebih banyak. Paulus mengingatkan bahwa dalam hal-hal yang tidak hakiki, yang paling penting bukan masalah siapa yang benar atau salah, melainkan bagaimana agar anggota tubuh Kristus dapat hidup sebagai sesama saudara yang telah menerima karya Kristus dan yang akan bersama-sama menghadapi pengadilan Kristus.
2.        Maka siapakah kita sehingga merasa berhak menolak dan menghakimi orang yang telah diterima Allah? Karya Kristus yang telah memperdamaikan manusia dengan Allah janganlah dinodai dengan penolakan anggota tubuh Kristus satu sama lain. Kristus telah mati dan membuktikan diri-Nya sebagai Tuhan (9). Sebagai Tuhan, Dia berhak menghakimi dan kepada-Nya setiap orang akan memberi pertanggungjawaban (10-12).
3.        Sehingga orang percaya akan mengatakan, “Namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku (Galatia 2 : 20)”. Selanjutnya, di dalam 1 Korintus 15 : 58 dikatakan bahwa, “…berdirilah teguh jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan. Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia.” Inilah yang menjadi harapan kita dari Tuhan sebagai anaknya yang setia dan hamba-hamba-Nya.
4.        Di dalam 1 Petrus 2:9-10 dikatakan, “Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib.Kamu yang dahulu bukan umat Allah tetapi yang sekarang telah menjadi umat-Nya, yang dahulu tidak dikasihani tetapi yang sekarang telah beroleh belas kasihan.” Oleh sebab itu, hidup kita ini adalah milik Tuhan bukan milik kita lagi. Karena kita sudah ditebus bukan oleh emas dan perak tetapi oleh darah Yesus (1 Ptr. 1 : 18 – 19). Kiranya Roh Kudus selalu menolong kita serta memberi kekuatan dalam hidup untuk kita menolong orang lain yang belum menjadi milik Tuhan sehingga mereka boleh mengenal Tuhan melalui kehidupan kita ini untuk kemuliaan nama Yesus Kristus. Tuhan memberkati. Tuhan Yesus memberkati. Amin.

C.Pdt. Polma Hutasoit, S.Th

Tidak ada komentar:

Posting Komentar