KERANGKA
SERMON EVANGELIUM MINGGU 14 September 2014
Minggu XII Setelah Trinitatis (Ketritunggalan
ALLAH/ Hasitolusadaan Ni TUHAN)
Ev : Roma
14 : 1 – 12 Ep : Kejadian 50 :
15 – 21 S.
Patik : Wahyu 2 : 10
Hidup Atau Mati, Kita Milik Tuhan
I.
Pendahuluan
Surat Roma merupakan surat yang ditulis oleh
Rasul Paulus sekitar tahun 58. Secara keseluruhan, surat Roma terbagi dalam 2
bagian, yaitu pasal 1-11 berisi bangunan teologis, doktrin-doktrin (ajaran) dan
prinsip iman Kristen. Dan pasal 12-16 Paulus berbicara tentang hal-hal
praktis-etis kehidupan orang Kristen dan beberapa alasan Rasul Paulus
menuliskan surat ini. Dalam perikop ini, rasul Paulus mengingatkan Orang
Kristen Yahudi dan Orang Kristen non-Yahudi yang ada di Roma yang sedang
mengalami perdebatan antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.
Mereka saling membenarkan diri dan saling menyalahkan antara satu dengan yang
lain. Orang Kristen Yahudi masih menjalankan Hukum Taurat [khususnya mengenai
makanan yang boleh/tidak boleh dimakan (ayat 2) serta mengenai hari-hari
tertentu yang dianggap suci (ayat 5)]. Mereka menganggap orang Kristen
non-Yahudi tidak benar karena tidak menjalankan Taurat, dan demikian sebaliknya
orang Kristen non-Yahudi mengangap orang yang menjalankan Hukum Taurat itu bersalah.
Inilah sikap menghakimi orang lain dan membenarkan diri sendiri.
II.
Penjelasan
Nats
1. Saling
Menerima di Dalam Kasih
Salah satu kreasi Allah yang paling luar
biasa adalah dalam hal mencipta. Dari sekian banyak manusia yang pernah
terlahir ke dunia ini, belum pernah ada ditemukan manusia yang memiliki
kesamaan yang 100%, bahkan yang kembar sekalipun. Perbedaan tidak hanya dari
fisik dan penampilan, melainkan sikap, karakter, kebiasaan,pola hidup bahkan
adat-istiadat (budaya). Paulus menyoroti kehidupan orang Kristen Yahudi dan
non-Yahudi yang sibuk mempersoalkan hal-hal duniawi yang membuat mereka sulit
untuk bersatu dan saling menerima satu golongan dengan golongan lainnya. Sulitnya
kedua golongan ini bisa untuk bersatu dan saling menerima adalah karena orang
Kristen Yahudi masih terikat dengan doktrin lama mereka, misalnya mengenai
makanan (haram dan tidak haram), atau mengenai hari-hari baik (keberuntungan)
dan kebiasaan lain yang sebenarnya tidak merupakan hal yang terlalu penting
untuk dijadikan patokan sebagai pengikut Kristus. Sementara orang Kristen yang
non-Yahudi tidak ingin ajaran Kristus dicampurbaurkan dengan tradisi dan
kebiasaan dalam adat. Untuk itu, Paulus menginginkan agar kedua golongan ini
mau saling menerima perbedaan dan menjadikan perbedaan itu sebagai keindahan
persekutuan dan kekayaan mereka untuk saling melengkapi di dalam kasih Tuhan,
bukannya saling menghakimi satu dengan yang lain. Paulus mengajarkan agar
mereka tidak membuat ukuran mereka sendiri sebagai patokan untuk menjadi pengikut
Kristus. Yesus sendiri tidak pernah melihat latar belakang orang yang mau
datang kepada-Nya. Yesus lebih melihat pertobatan dan tekad orang yang mau
datang kepada-Nya, sehingga siapa saja yang datang kepada-Nya selalu disambut
dengan penuh kasih.
2. Semua
Ciptaan adalah Milik Tuhan dan Ia Menjadikan Semuanya Sungguh Amat Baik
Dalam tradisi Yahudi masih ada pemahaman
bahwa hari ketiga itu (Selasa) adalah hari yang dianggap sebagai hari yang
baik, karena mereka berpedoman pada Kejadian 1 : 9 – 12, tentang penciptaan di
hari yang ketiga. Di sana ada dua kali disebutkan, “Allah melihat bahwa semuanya itu baik”. Untuk itu Paulus
menjelaskan bahwa pada dasarnya semua hari itu baik, tergantung bagaimana kita
memanfaatkannya. Untuk itu di nats lain, Paulus mengingatkan jemaat Efesus
untuk mempergunakan waktu dengan baik, “Karena
itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti
orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada,
karena hari-hari ini adalah jahat (Ef. 5 : 15 – 16)”. Artinya hari-hari itu bisa menjadi kerugian ketika tidak
dipergunakan dengan baik, tentu yang berkenan kepada Tuhan. Paulus mengangkat
perkataan ini agar mereka memahami bahwa orang benar akan hidup oleh iman
kepada Tuhan, bukan oleh hari atau waktu tertentu. Paulus ingin agar orang
Kristen, baik yang Yahudi maupun yang non-Yahudi mempergunakan hari-hari itu
hanya untuk kemuliaan Tuhan dan untuk bersama-sama bekerja dan hidup untuk
Tuhan. Sama halnya dengan makanan. Paulus tidak ingin tradisi orang Yahudi
tentang makanan menjadi penghalang bagi orang Kristen non-Yahudi untuk menjadi
pengikut Kristus. Kalaupun mereka menganggap dan memilih hari tententu sebagai
hari baik, biarlah dipahami bahwa itu dilakukan untuk Tuhan. Siapa yang makan,
mengucap syukurlah kepada Tuhan dan kalaupun ada makanan yang tidak dimakan,
harus juga bersyukur karena apa yang dilakukannya juga untuk Tuhan. Jadi semua
itu dilakukan bukan karena ada tahyul atau dongeng atau hanya karena tradisi
saja, tapi yang paling utama untuk kemuliaan Tuhan. Nats ini mengajarkan agar
orang Kristen tidak perlu mempertentangkan hal-hal yang jasmani/ duniawi, namun
haruslah fokus kepada persolan rohani, yaitu pengembangan iman kepada Tuhan.
Paulus mengajarkan mereka bahwa hidup bukan
untuk kepentingan diri sendiri, tapi untuk Tuhan. Sehingga setiap aspek hidup
orang percaya, baik Yahudi maupun non-Yahudi semata-mata hanya untuk Tuhan.
Paulus ingin agar setiap orang percaya mampu menunjukkan identitasnya dalam
segala aspek hidupnya, yaitu hidup agar dia berkenan di hati Tuhan; hidup untuk
Tuhan bukan untuk diri; ia hidup dengan kesadaran bahwa setiap perbuatannya
akan dihakimi Allah, sehingga ia hidup dalam takut akan Tuhan; dan hidup
terbuka di hadapan Tuhan; juga hidup jujur di hadapan manusia, mau saling
menerima di dalam kasih meskipun ada perbedaan, bersaksi bukan untuk memuji
diri. Sekali lagi ia menegaskan bahwa setiap hal yang di lakukan, semuanya itu
adalah demi pelayanan. Dengan demikian orang yang dikuasai oleh kasih Kristus tidak
hidup untuk dirinya sendiri melainkan hidup untuk Kristus.
Mati dalam Kristus adalah bahwa kita harus
memiliki pengalaman penderitaan dalam Yesus. Lihatlah pada kehidupan Yesus
selama ada di dunia ini, hidup Yesus banyak digunakan untuk kebutuhan orang
berdosa. Yesus melayani orang – orang yang miskin, memberikan kabar baik bagi
orang – orang berdosa, menyembuhkan yang sakit, bahkan Yesus mati untuk
menyelamatkan kita dari hukuman dosa yaitu kematian. Penderitaan yang dialami
Yesus bukan karena perbuatan-Nya tapi itu semua karena dosa kita. Paulus
sendiri mengalami apa yang ia katakana ke jemaat Roma ini. Dia hidup untuk
menyampaikan Injil dan kebenarannya, dia hidup seperti apa yang diajarkannya,
dan dia mati karena pengajarannya (mengenai Kristus). Dia tahu bahwa untuk
menjadi pengikut Kristus itu harus mampu menyangkal diri dan memikul salibnya,
bukan malah mempersoalkan tanda-tanda jasmani seperti yang terjadi di jemaat
Roma saat itu. Mati mungkin bukanlah sesuatu yang diinginkan oleh kebanyakan
orang, namun bagi orang yang percaya kepada Yesus Kristus, hal ini adalah satu
keuntungan karena Tuhan telah berkata dalam kitab Wahyu 14 : 13, “Berbahagialah orang-orang mati yang mati
dalam Tuhan, sejak sekarang ini.” “Sungguh,” kata Roh, “supaya mereka boleh
beristirahat dari jerih lelah mereka, karena segala perbuatan mereka menyertai
mereka.”
Dengan memiliki kesadaran bahwa orang percaya
harus hidup untuk Tuhan dan matipun bagi Tuhan serta menyadari bahwa mereka
bukanlah milik mereka sendiri, maka tidak ada alasan bagi pengikut Kristus
untuk menonjolkan kelebihan dan keistimewaannya di hadapan sesamanya. Kalaupun
mereka memiliki kelebihan, itu bersumber dari Tuhan dan tetap saja mereka akan
memiliki kekurangan. Di saat mereka sadar bahwa mereka memiliki kekuranganlah,
maka di dalam persekutuannya, mereka bisa untuk saling melengkapi di dalam
kasih. Di dalam keberagamanlah mereka bisa menunjukkan bagaimana indahnya satu
tujuan di dalam Kristus. Sehingga tidak ada lagi yang saling menghakimi,
menghina dengan sesamanya. Justru di
dalam perbedaanlah orang percaya tunduk kepada Kristus, karena tujuan hidup
mereka adalah untuk menyenangkan Kristus dan memperjuangkan iman percaya
mereka. Demikianlah orang percaya akan mempertanggungjawabkan imannya di
hadapan Tuhan pada saat penghakiman tiba. Yang hidup di dalam Tuhan selama
hidupnya akan beroleh hidup kekal. Sementara yang hidup di luar kehendak Tuhan
selama hidupnya akan dicampakkan di perapian yang kekal yang tidak akan pernah
padam.
III.
Aplikasi
1.
Dalam perspektif pengadilan Allah, tidak ada seorang pun yang
lebih berhak untuk menghakimi orang lain. Seringkali masalah-masalah remeh
dalam kehidupan menjadi penyebab perpecahan. Ada kelompok yang merasa lebih
benar dibanding yang lain, ada yang merasa berkarya lebih banyak. Paulus
mengingatkan bahwa dalam hal-hal yang tidak hakiki, yang paling penting bukan
masalah siapa yang benar atau salah, melainkan bagaimana agar anggota tubuh
Kristus dapat hidup sebagai sesama saudara yang telah menerima karya Kristus
dan yang akan bersama-sama menghadapi pengadilan Kristus.
2.
Maka siapakah kita sehingga merasa berhak menolak dan menghakimi
orang yang telah diterima Allah? Karya Kristus yang telah memperdamaikan
manusia dengan Allah janganlah dinodai dengan penolakan anggota tubuh Kristus satu
sama lain. Kristus telah mati dan membuktikan diri-Nya sebagai Tuhan (9).
Sebagai Tuhan, Dia berhak menghakimi dan kepada-Nya setiap orang akan memberi
pertanggungjawaban (10-12).
3.
Sehingga orang percaya akan mengatakan, “Namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan
Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam
daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan
menyerahkan diri-Nya untuk aku (Galatia 2 : 20)”. Selanjutnya, di dalam 1
Korintus 15 : 58 dikatakan bahwa, “…berdirilah
teguh jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan. Sebab kamu tahu,
bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia.” Inilah
yang menjadi harapan kita dari Tuhan sebagai anaknya yang setia dan
hamba-hamba-Nya.
4.
Di dalam 1 Petrus 2:9-10 dikatakan, “Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang
kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan
perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari
kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib.Kamu yang dahulu bukan umat Allah tetapi
yang sekarang telah menjadi umat-Nya, yang dahulu tidak dikasihani tetapi yang
sekarang telah beroleh belas kasihan.” Oleh sebab itu, hidup kita ini
adalah milik Tuhan bukan milik kita lagi. Karena kita sudah ditebus bukan oleh
emas dan perak tetapi oleh darah Yesus (1 Ptr. 1 : 18 – 19). Kiranya Roh Kudus
selalu menolong kita serta memberi kekuatan dalam hidup untuk kita menolong
orang lain yang belum menjadi milik Tuhan sehingga mereka boleh mengenal Tuhan
melalui kehidupan kita ini untuk kemuliaan nama Yesus Kristus. Tuhan
memberkati. Tuhan Yesus memberkati. Amin.
C.Pdt. Polma Hutasoit, S.Th
Tidak ada komentar:
Posting Komentar