KERANGKA
SERMON EVANGELIUM MINGGU 21 September 2014
Minggu XIV
Setelah Trinitatis (Ketritunggalan ALLAH/
Hasitolusadaan Ni TUHAN)
Ev : Yunus
3 : 10 – 4 : 11 Ep
: Filipi 1 : 21 – 30 S. Patik : Yehezkiel 33
: 11
Allah Mengasihi Semua Bangsa
I.
Pendahuluan
Berbicara mengenai Nabi Yunus, tentu hal
pertama yang kita ingat adalah peristiwa Yunus di perut ikan. Dia ditelan ikan
setelah dia dibuang dari kapal karena kapal yang ditumpanginya diterjang ombak,
sementara dia dianggap menjadi penyebab datangnya badai itu. Namun berkat kuasa
Tuhan, Yunus tidak mati dalam perut ikan, malah Tuhan memerintahkan ikan itu
untuk memuntahkannya ke darat. Yunus,
yang namanya berarti "merpati", diperkenalkan
sebagai putra Amitai (Yun. 1 : 1) dan ia berasal dari Gat-Hefer, tiga sampai
lima kilometer utara Nazaret di Galilea.
Kitab ini ditulis dengan tiga tujuan:
1.
Untuk menunjukkan kepada Israel dan bangsa-bangsa lainnya besarnya
dan luasnya kasih sayang tindakan Allah yang menyelamatkan melalui pemberitaan
pertobatan;
2.
Untuk menunjukkan melalui pengalaman Yunus betapa jauhnya Israel
telah jatuh dari panggilan misioner yang semula untuk menjadi terang penebusan
bagi orang-orang yang tinggal dalam gelap (Kej. 12 : 1 – 3; Yes. 42 : 6 – 7;
Yes. 49 : 6) dan
3.
Untuk memperingatkan Israel yang murtad bahwa Allah dalam kasih
dan kemurahan-Nya telah mengutus bukan hanya satu tetapi banyak nabi setia yang
menyampaikan berita pertobatan-Nya agar menghindarkan hukuman atas dosa yang
tak dapat dielakkan.
Tetapi berbeda dengan Niniwe, Israel sering
sekali menolak nabi-nabi Allah dan tawaran-Nya untuk bertobat dan menerima
kemurahan-Nya, sehingga mereka menerima akibat dari ketegartengkukan mereka.
Perikop ini mengisahkan ketidaksenangan Yunus terhadap pengampunan yang Tuhan
berikan kepada Niniwe. Dalam perikop ini juga Allah mengajar Yunus bagaimana
kasih Allah kepada umat-Nya.
II.
Penjelasan
Nats
1. Allah
Menyesal Atas Malapetaka Yang Dirancang-Nya (ay. 10)
Di perikop sebelumnya dengan jelas telah di tuliskan
mengenai pamanggilan dan pengutusan Nabi Yunus oleh Allah untuk memberitakan
pertobatan kepada bangsa Niniwe yang terkenal dengan dosa dan kejahatan mereka
di hadapan Tuhan. Yunus berseru: “Empat puluh hari lagi, maka Niniwe akan
ditunggangbalikkan.” Bangsa Niniwe yang jahat itu percaya kepada Allah,
sehingga mereka tidak perlu menunggu waktu lama untuk bertobat. Tidak
tanggung-tanggung pertobatan yang dilakukan oleh bangsa Niniwe. Raja yang duduk
dalam tahta singgasananya serta selalu memakai jubah kebesarannya turun dan
menanggalkan jubahnya, diselubungkannya kain kabung, lalu duduklah ia di abu
meratap memohon pengampunan. Atas perintah raja, semua penduduk Niniwe bahkan
sampai ternaknya harus berpuasa dan memakai kain kabung serta meninggalkan
kejahatannya dengan harapan siapa tahu, mungkin Allah akan berbalik dan
menyesal serta berpaling dari murka-Nya yang bernyala-nyala itu, sehingga
mereka tidak binasa (3 : 4 – 9). Melihat kesungguhan bangsa itu yakni berbalik
dari perbuatan jahat mereka, Allah menyesal karena telah merancang malapetaka
bagi bereka, sehingga Allah membatalkan rencana itu. (Allah) “menyesal”
tentu bukan menyesal seperti manusia menyesal. Kata menyesal di sini
berarti “berbelas kasihan.” Mengapa Allah berbelas kasihan kepada orang-orang
Niniwe? Karena mereka bertobat, dan sebagai hasilnya, mereka berubah dari tidak
taat kepada ketaatan. Allah sama sekali konsisten. Allah akan menghukum Niniwe
karena kejahatan mereka. Namun Niniwe menyesal dan mengubah cara hidup mereka.
Sebagai hasilnya Allah berbelas kasihan kepada Niniwe. Manusia menyesal karena
menyadari bahwa ada perbuatannya yang salah, sehingga ada usaha untuk
memperbaiki. Hal ini lah yang dilakukan oleh bangsa Niniwe dalam perikop ini.
2. Kemarahan
Yunus Kepada Allah Atas Pengampunan Terhadap Niniwe (ay. 1 – 3)
Seorang nabi yang diutus Tuhan tentulah
bangga jika mampu menobatkan seseorang atau suatu bangsa menjadi takut akan
Tuhan. Namun beda halnya dengan Yunus. Ketika dia tahu bahwa Tuhan tidak jadi
menjatuhkan hukuman kepada bangsa Niniwe, dia malah berontak kepada Tuhan. Dia
merasa kesal (sangat tidak senang) akan apa yang Tuhan perbuat kepada bangsa
itu, sehingga dia sangat marah kepada Tuhan. Kemarahan itu dia ungkapkan dalam
doanya. Yunus marah kepada Tuhan karena Tuhan mengampuni bangsa yang terkenal
tidak memiliki perikemanusiaan, bangsa yang tidak segan menguliti dan memenggal
kepada manusia, dan tentu saja mereka bukanlah bangsa pilihan (Israel). Yunus
lebih fokus menyoroti kesalahan dan kejahatan mereka, sementara Allah melihat
pertobatan mereka yang tidak hanya sekedar formalitas belaka, namun berdasarkan
kesungguhan dan karena takut akan Tuhan. Berbeda dengan bangsa Israel yang
sering menolak bahkan tidak segan menganiaya nabi utusan Allah dan yang harus
berulang kali diingatkan supaya bertobat, bangsa Niniwe langsung bertobat hanya
dengan sekali peringatan. Melihat pengampunan itu, Yunus menunjukkan
ketidaksenangannya kepada Tuhan. Kemarahannya sangat memuncak sehingga dia
meminta Allah mencabut nyawanya. Dia merasa lebih baik mati daripada hidup
melihat bangsa Niniwe lepas dari hukuman. Sungguh kontras dengan doanya ketika
dia di dalam perut ikan dalam Pasal 2 ketika dia berharap agar Tuhan berkenan
memberinya kesempatan untuk hidup dan bernazar untuk memenuhi panggilannya.
Bagi Yunus, muncul pertentangan antara kasih
Allah dengan hakikat keadilan, bahwa orang-orang Niniwe harusnya dihukum
walaupun mereka telah bertobat. Dia mengharapkan keadilan Allah, sebab
bagaimana mungkin kejahatan mereka yang begitu besarnya dapat diampuni dengan
sekejap mata hanya dengan berkabung dan berpuasa. Seharusnya Allah memberikan
hukuman yang setimpal atas kejahatan mereka dan barulah Tuhan memberikan
keselamatan yang setimpal dengan pertobatannya. Yunus mengharapkan lebih baik
ada keringanan hukuman sebab mereka telah bertobat bukan pembatalan hukuman.
3.
Teguran Tuhan Untuk Yunus (ay. 4 – 8)
Melihat amarah Yunus, Allah memberi sebuah
pelajaran kepada Yunus untuk mengerti betapa berharganya manusia bagi Allah. Yunus
menunggu sampai hari ke – 40 apakah Allah tetap menghukum bangsa Niniwe atau
benar-benar membatalkannya. Ia keluar meninggalkan kota itu dan tinggal di
sebelah timurnya. Di sana dia mendirikan sebuah pondok tempat pernaungannya
sambil memantau keadaan kota itu. Mungkin dia berfikir bahwa jika Allah
benar-benar menghukum bangsa itu sama seperti Allah menghukum Sodom dan Gomora,
maka dia dapat menyakksikannya secara langsung. Di suatu hari saat Yunus masih
dalam penantiannya, Tuhan memberikan sebuah pembelajaran bagi Yunus. Atas
penentuan Tuhan, tumbuhlah sebatang pohon jarak yang tumbuh melampui kepala
Yunus sehingga bisa menaunginya. Melihat itu, Yunus sangat bercukacita. Untuk
pertama kalinya dalam perikop ini Yunus dikatakan sangat bersukacita karena dia
bisa terlindungi dari paparan matahari dan dia merasa sejuk. Namun kegembiraannya
hanya sesaat, karena selang sehari kemudian atas penetuan Tuhan, ketikan fajar
menyingsing datanglah seekor ulat melakukan tugasnya. Dan kehadiran ulat itu
mendatangkan kehancuran bagi tanaman itu. Tidak cukup sampai disitu, saat
matahari terbit, Allah juga memerintahkan angin timur yang panas terik bertiup,
sehingga kepala Yunus yang tidak lagi dinaungi daun pohon jarak itu diterpa
oleh sinar matahari dan Yunus merasa kesakitan. Lagi-lagi Yunus mengeluh kepada
Tuhan. Bahkan kembali dia berharap agar Tuhan mencabut nyawanya, karena
sebentar saja dia menikmati teduhnya pohon pemberian Tuhan, sebentar kemudian
Tuhan telah ijinkan pohon itu mati sehingga dia mengalami penderitaan. Dia
tetap belum mampu memahami maksud Allah melalui peristiwa itu.
4.
Allah Mengasihi Semua Bangsa (ay. 9 – 11)
Lalu Allah memberi penjelasan kepada Yunus
tentang kasih Allah yang universal (bukan hanya kepada bangsanya). Allah
berkata, “"Engkau sayang kepada
pohon jarak itu, yang untuknya sedikit pun engkau tidak berjerih payah dan yang
tidak engkau tumbuhkan, yang tumbuh dalam satu malam dan binasa dalam satu
malam pula.” Ketika Yunus lebih sayang kepada tanaman yang tidak ia tanam.
Ia begitu menyesali kematian tanaman itu, hanya karena tanaman itu memberi
keuntungan padanya berupa kesejukan dan pernaungan. Padahal dia tidak memiliki
hubungan nyata dengan tanaman itu. Yunus menyesali kematian tanaman itu yang
sama sekali tidak ada hubungannya dengan kehidupan dan kematian kekal. Yunus juga
tidak hanya kecewa atas kematian tanaman itu, namun juga kecewa karena dirinya
ikut menderita karenanya. Dalam hal ini kelihatan keegoisan ada dalam diri
Yunus. Sementara Allah berpandangan lain dari Yunus. Allah katakana, “Bagaimana tidak Aku akan sayang kepada
Niniwe, kota yang besar itu, yang berpenduduk lebih dari seratus dua puluh ribu
orang, yang semuanya tak tahu membedakan tangan kanan dari tangan kiri, dengan
ternaknya yang banyak?” Bagi Tuhan, Niniwe jauh lebih berharga dari tanaman
yang tumbuh seketika dan mati seketika itu. Ketika Yunus menginginkan agar kota
itu ditunggangbalikkan, Allah justru ingin menyelamatkan bangsa yang jumlahnya
lebih dari 120.000 orang itu beserta dengan ternaknya. Tuhan juga lebih sayang
terhadap bangsa Niniwe karena mereka adalah ciptaan-Nya, bukan karena bangsa
itu memberi keuntungan kepada Allah seperti tanaman itu kepada Yunus. Sama
halnya kepada bangsa Israel (bangsanya Yunus). Mereka dikasihi Tuhan bukan
karena kelayakan mereka, tapi karena bagi Tuhan mereka berharga sebagai
ciptaan. Allah lebih mengasihi dan ingin menyelamatkan bangsa Niniwe karena
Allah tidak ingin mereka mengalami kematian yang kekal, namun agar mereka
beroleh hidup. Allah juga mengajar Yunus untuk tidak egois, namun juga harus
memperhatikan orang lain, sehingga semua orang bisa beroleh keselamatan itu.
Sudah sepantasnya Yunus bangga dan bersyukur karena melalui pemberitaannya
sebuah bangsa yang jahat dan bengis mau bertobat. Bangsa yang dulunya tidak
tahu membedakan mana tangan kiri dan mana tangan kanan (mana yang baik dan yang
buruk), kini bertobat dengan sungguh-sungguh di hadapan Tuhan.
III.
Aplikasi
1.
Yehezkiel 33 : 11, “…..Demi
Aku yang hidup, demikianlah firman Tuhan ALLAH, Aku tidak berkenan kepada
kematian orang fasik, melainkan Aku berkenan kepada pertobatan orang fasik itu
dari kelakuannya supaya ia hidup. Bertobatlah, bertobatlah dari hidupmu yang
jahat itu! Mengapakah kamu akan mati, hai kaum Israel”. Nats ini dengan
jelas menuliskan perbedaan Allah dengan manusia dalam menunjukkan kasih. Ketika
manusia sering mengungkit masa lalu (suram) orang lain demi menunjukkan
kebenarannya, Allah justru lebih melihat bagaimana manusia mampu meninggalkan
hidup lamanya dan menjalani hidup baru di dalam Tuhan. Sehingga karena belas
kasihan, Tuhan membatalkan hukuman yang harus ditanggung karena perbuatanny.
2.
Bersukacitalah ketika karena pemberitaan kita semakin banyak orang
yang menerima Kristus dalam hidupnya dan tidak mendapat hukuman karena
pertobatannya.
3.
Pertobatan yang dimaksud adalah pertobatan yang lahir dari
kesadaran dan iman yang sungguh-sungguh, bukan hanya sebatas pengakuan di mulut
dan tampilan luar (kain kabung, puasa dan duduk di tanah abu). Sehingga buahnya
terlihat dalam aspek kehidupannya.
4.
Tuhan tidak pernah menutup pengampunan bagi siapa saja yang
benar-benar mau meninggalkan dosanya. Namun pertobatan berarti berkomitmen
untuk meninggalkan hidup lama, berbalik arah dan berjalan menuju hidup baru di
dalam Tuhan. Karena Tuhan mengasihi semua umat-Nya dan Dia ingin semua umat-Nya
bersam-sama masuk dan tinggal di rumah-Nya yang penuh sukacita kekal, bukan
sukacita sesaat seperti yang dialami Yunus saat Tuhan memberi tanaman pelindung
baginya. Kasih dan kemurahan Tuhan bagi kita kiranya juga mampu kita tunjukkan
bagi sesama kita. Tuhan Yesus memberkati. Amin.
C.Pdt. Polma Hutasoit, S.Th
Tidak ada komentar:
Posting Komentar