Kamis, 30 Juli 2015

Markus 12 : 28 – 34, "Mengasihi Allah dan Sesama Manusia"

KERANGKA  SERMON EVANGELIUM MINGGU 20 Oktober 2013
MINGGU XXI SETELAH TRINITATIS (Ketritunggalan Allah/ Hasitolusadaon ni TUHAN)
Mengasihi Allah dan Sesama Manusia
Ev : Markus 12 : 28 – 34                              Ep : Ulangan 6 : 4 – 9

I.                Pendahuluan
Injil Markus berisi pengajaran, penyembuhan dan juga pelayanan Yesus ketika Dia datang ke dunia. Semua Yesus lakukan sebagai wujud kasih-Nya kepada Allah yang mengutus-Nya agar setiap orang beroleh hidup dan semakin mengenal akan kebenaran Allah di tengah-tengah dunia yang penuh dengan pelanggaran dan dosa. Semakin hari semakin banyak yang datang kepada Yesus untuk mendengarkan ajaran-Nya. Tidak hanya rakyat biasa yang datang kepada-Nya, namun juga para tokoh agama dan orang-orang yang dituakan. Ada berbagai alasan sehingga mereka datang mendengar Yesus. Ada yang benar-benar rindu untuk mendengar dan mengetahui firman Tuhan, ada yang datang membawa penyakit dengan harapan Yesus dapat menyembuhkan. Namun ada juga orang datang mendengar Yesus hanya untuk menganalisa ajaran Yesus dan berusaha mencari kesalahan-Nya. Bahkan ada yang dengan sengaja bertanya hanya untuk menguji, mencobai dan menjebak Yesus dengan pertanyaan-pertanyaan. Pada umumnya orang-orang yang berusaha mencari kesalahan Yesus justru adalah orang-orang yang seharusnya menjadi rekan sekerja Yesus, yaitu orang-orang yang sudah paham dengan firman (Taurat) Tuhan dan orang-orang yang dituakan dalam agama maupun para imam. Sebenarnya nats ini adalah lanjutan dari percakapan Yesus dengan tokoh-tokoh agama itu. Perbincangan Yesus dengan mereka dimulai saat mereka tiba di Yerusalem, di halaman Bait Allah (Mark. 11:27). Sebelumnya Yesus telah membungkam imam-imam kepala, ahli-ahli Taurat dan tua-tua (11:27 – 12:12). Mereka belum menyerah, sehingga mereka menyuruh orang Farisi dan Herodian untuk menjerat Dia dengan pertanyaan. Namun kebijaksanaan Yesus kembali membuat mereka terheran-heran (12:13-17). Kemudian datang lagi orang Saduki yang tidak percaya akan kebangkitan untuk mencobai Yesus. Dan dengan tegas Yesus menyebut mereka sebagai orang sesat (12:18-27). Dan terakhir datanglah seorang Ahli Taurat yang juga datang bertanya kepada Yesus perihal hukum yang terutama.

II.             Penjelasan Nats
Ø  Hukum yang paling utama (ay. 28 – 31)
Ketika para tokoh agama itu memberi pertanyaan kepada-Nya, Yesus selalu memberikan jawaban yang sederhana dan mudah untuk dipahami, sehingga tak satupun diantara mereka yang mampu menemukan kesalahan atau kekurangan Yesus, justru mereka yang menyingkir satu persatu dari hadapan Yesus. Dan seorang ahli Taurat yang mendengarkan perkataan dan penjelasan-penjelasan Yesus itu mengajukan pertanyaan kepada Yesus, “Hukum manakah yang paling utama”? Mendengar pertanyaan itu, Yesus mengutip firman Allah dalam  Ulangan 6:4-5, “Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa”. Orang Israel sendiri menyebut Ulangan 6:4-9 sebagai syema. Syema merupakan perintah penting yang harus sungguh-sungguh diperhatikan. Kata syema memiliki pengertian “mendengar dengan sungguh-sungguh dan menaatinya”. Syema ini sangat penting, sehingga mereka menuliskannya dalam potongan-potongan kecil perkamen, lalu dimasukan ke dalam kotak kulit kecil yang disebut filakteria. Filakteria ini diikatkan di lengan kanan dan dahi saat seorang pria Israel berdoa pada pagi hari dan ditempelkan di tiang pintu rumah. Tuhan Yesus sendiri menyebut syema sebagai hukum yang terutama dan pertama dalam hukum Taurat (bd. Mat. 22:36-38). Jawaban Yesus ini merupakan suatu pengakuan yang sangat penting bagi orang Israel. Perkataan “Allah yang Esa” berarti tidak ada ilah lain atau apapun yang bisa dibandingkan dengan Allah. Allah itu adalah Tuhan yang Mahakuasa dan penuh kasih yang membebaskan bangsa Israel dari tanah perbudakan. Untuk itulah Yesus menerangkan hukum yang terutama kepada ahli Taurat itu, yaitu dengan mengasihi Allah dan sesama manusia.
1.      “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu”.
Mengasihi Allah yang dimaksud Yesus adalah mengasihi dengan totalitas hidup, yaitu dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap kekuatan. Kata “Kasihilah Tuhan Allahmu”, berarti menuruti segala perintah-Nya dengan tekad yang bulat, bahwa kasih juga berarti menaruh perhatiannya penuh kepada kepentingan-kepentingan Tuhan, dengan mengutamakan apa yang Tuhan kehendaki. Hati, jiwa, akal budi, dan kekuatan merangkum seluruh diri manusia, karena hidup manusia yang berlandaskan kasih ditopang oleh hati, jiwa, akal budi dan juga kekuatan dirinya dalam hidup itu. Itu artinya mencintai Tuhan tidak boleh setengah-setengah.
“Dengan segenap hati” berarti : menyerahkan segala proses pemikiran manusia, perasaan serta keputusan hanya kepada Tuhan untuk dituntun dan dimanfaatkan demi tercapainya kehendak Tuhan.
“Dengan segenap jiwamu” berarti : menundukkan serta mengabdikan segala perkara nafsu keinginan kepada kehendak Tuhan sehingga segenap potensi serta perasaan yang ada di dalam diri manusia menjadi sarana kehendak Tuhan.
“Dengan segenap akal budimu” berarti : akal budi yang juga adalah pemberian Tuhan harus kita gunakan untuk memikirkan segala sesuatu yang berkenan kepada Tuhan, bukan berfikir untuk mencari keuntungan diri sendiri.
“Dengan segenap kekuatanmu” berarti : bertindak sekuat tenaga untuk menegakkan hal-hal yang dituntut oleh firman Tuhan serta membatasi hal-hal yang dilarang olehNya.
2.      “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”.
Hukum yang sejalan dan tidak terpisahkan dengan itu adalah mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri. Secara logika saja perkataan Yesus ini sangat mudah untuk dimengerti. Karena mustahil seseorang mampu mengasihi dan menghormati orang lain jika dirinya sendiri tidak dikasihi. Siapakah sesama manusia yang dimaksudkan Tuhan melalui nats ini.? Tentu Yesus juga ingin menegur para tokoh agama itu yang tidak menjalankan perintah Tuhan dengan benar. Menurut pemahaman orang Yahudi bahwa sesama itu adalah sesama Yahudi, sementara di luar itu adalah kafir yang tidak layak untuk dikasihi. Yang lebih menyedihkan lagi adalah ketika mereka salah menerapkan kasih yang benar dengan hanya mengasihi orang-orang tertentu sesuai dengan jabatan dan status sosialnya. Orang-orang yang hidup dalam garis kemiskinan, yang sakit serta para janda seharusnya menjadi fokus utama yang harus dikasihi dan diusahakan kesejahteraannya. Namun yang terjadi justru sebaliknya, mereka seolah-olah menutup mata terhadap orang-orang yang terpinggirkan itu. Mereka malah bungkam ketika pemerintah dan orang kaya menindas rakyat kecil. Dengan demikian, firman ini memberi pemahaman bahwa sesama kita adalah setiap orang. Mengasihi mereka seperti diri sendiri berarti memposisikan mereka sebagai orang yang berharga di dalam hidup kita. Bahkan Yesus sendiri mengatakan bahwa kita harus tetap mengasihi sesama yang meskipun dia membenci atau memusuhi kita dengan tetap mendoakannya. Untuk itu, Yesus simpulkan bahwa : Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini.
Ø  Yang mengetahui firman Tuhan berarti tidak jauh dari Kerajaan Allah, namun yang masuk ke Kerajaan Allah adalah dia yang mengimani firman Tuhan itu dan menghidupinya (ay. 32 – 34)
Setelah mendengar jawaban Yesus, ahli Taurat itu mengiyakannya dan menambahkan bahwa “mengasihi Allah itu jauh lebih utama dari pada semua korban bakaran dan korban sembelihan”. Pengetahuannya tentang firman Tuhan memang baik, sehingga Yesus mengatakan kepadanya, “Engkau tidak jauh dari Kerajaan Allah”! Seorang yang memiliki kerinduan mempelajari firman Tuhan dan berusaha untuk memahaminya adalah langkah awal untuk masuk menuju Kerajaan Allah. Sama halnya dengan ahli Taurat ini. Sejak remaja, dia (dan golongannya) telah mempelajari hukum Taurat Tuhan beserta pembagiannya. Yesus memang mengatakan bahwa karena pemahamannya tentang hukum Taurat, maka dia tidak jauh dari Kerajaan Allah. Namun perlu kita pahami bahwa kata “tidak jauh” berarti belum masuk (berada) dalam Kerajaan Allah. Ini menandakan bahwa mengetahui dan mempelajari firman Tuhan tidaklah cukup jika tidak dibarengi dengan penerapan dalam hidup sehari-hari. Jadi meskipun ahli Taurat itu tidak jauh dari Kerajaan Allah, bisa saja dia tidak masuk ke dalamnya jika yang dipahami dan dipelajari itu tidak diwujudnyatakan dalam hidupnya sehari-hari. Dengan demikian, yang layak masuk dalam Kerajaan Allah itu adalah yang mengetahui dan melakukan firman Tuhan, yaitu mengasihi Allah dengan totalitas hidupnya dan mengasihi sesama dengan ketulusan seperti mengasihi diri sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum itu yang mampu membawa manusia masuk ke dalam Kerajaan yang kekal. Jawaban Yesus ini sekaligus mengakhiri perbincangan mereka karena tidak ada lagi yang berani bertanya kepada-Nya.

III.          Refleksi/ Renungan
ü  Sejak kita anak-anak (Sekolah Minggu), Remaja bahkan sampai saat ini, kita sudah banyak mendengar, membaca bahkan mempelajari firman Tuhan. Dengan demikian, kita telah mengetahui kehendak Tuhan dalam hidup kita yang harus kita lakukan. Diantaranya adalah hidup dalam kasih. Mengasihi Allah yang telah lebih dulu mengasihi kita dan mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri.
ü  Mengasihi Allah haruslah dengan memberikan totalitas hidup kita (dengan hati, jiwa, akal budi dan kekuatan). Berarti tetap mengutamakan Tuhan dalam hidup kita dan memberikan tempat bagi Tuhan untuk berkarya dalam setiap aspek hidup kita, sehingga Dia memampukan kita untuk mengasihi sesama kita meskipun sesama kita belum tentu mengasihi kita.
ü  Begitu pentingnya kasih, sehingga Yohanes mengatakan “Barangsiapa tidak mengasihi, ia tetap di dalam maut.” (1Yoh 3:14b). “Jikalau seorang berkata: “Aku mengasihi Allah,” dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya. Dan perintah ini kita terima dari Dia: Barangsiapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya” (1Yoh 4:20-21). Dengan memahami hal demikian, maka kita tidak jauh dari (sudah dekat dengan) Kerajaan Allah. Namun pengharapan kita adalah kita tidak hanya dekat dengan Kerajan itu, akan tetapi kita harus masuk dan menjadi bagian dari Kerajaan itu, sehingga sukacita kita penuh di dalam Tuhan. Orang yang layak menjadi warga Kerajaan Allah adalah dia yang mengetahui kebenaran firman Tuhan dan melakukannya dalam hidupnya. Tuhan Yesus memberikati. Amin.


C.Pdt. Polma Hutasoit

5 komentar:

  1. uraian yang sangat inspiratif

    BalasHapus
  2. Mohon di bumbui dgn cerita2 lucu yg inspiratig yg berkaitan dgn nats

    BalasHapus
  3. Terima kasih, mauliate pak Pendeta. TUHAN memberkati

    BalasHapus
  4. Allah itu esa, dan yesus itu adalah utusan Allah. Pnjelsan yg sngat smpurna bhwa tuhan itu allah, dia esa,

    BalasHapus