Kamis, 16 Juli 2015

Mazmur 126 : 1 – 6

KERANGKA  SERMON EVANGELIUM MINGGU 17 MARET 2013
MINGGU JUDIKA (Berilah Keadilan Kepadaku/ Luluhon Ahu Ale Jahowa)
Mazmur 126 : 1 – 6

I.                   Pendahuluan
Mazmur 126 ini merupakan ungkapan kesaksian atas keselamatan yang dilakukan oleh Allah kepada bangsa Israel. Nyanyian-nyanyian seperti ini biasanya dinyanyikan dengan gembira dan dengan tempo yang cepat. Mazmur ini berlatar belakang keadaan umat Israel yang baru kembali dari pembuangan Babel dan menjalani kahidupan baru di Yerusalem.

II.                Penjelasan Nats
1.  Tuhan memulihkan keadaan umat-Nya (ay.1 – 3).
     Pemazmur mengungkapkan sebuah deklarasi, statement atau pengakuan bahwa kebebasan (dari penjajahan Babel) yang mereka alami adalah berkat campur tangan Tuhan. Bangsa Israel yang telah bertahun-tahun tinggal dalam penderitaan, kini telah kembali ke kampung halamannya. Bahkan mereka masih merasa bahwa kemerdekaan yang mereka peroleh seakan-akan seperti mimpi. Mereka yang sehari-harinya harus kerja paksa, kini menjadi bersukacita dan penuh dengan tawa kebahagiaan. Mereka sangat sadar bahwa Allah senantiasa menyertai mereka dan telah memulihkan keadaan mereka menjadi lebih baik. Mereka mungkin telah pasrah akan mati di tempat mereka di jajah, namun karena Tuhan yang bekerja, maka mereka beroleh kebebasan. Sehingga mereka mengaku bahwa mujijat yang Tuhan adakan bagi mereka seolah-olah sebuah mimpi. Dengan kata lain, mereka berfikir bahwa keselamatan yang mereka peroleh itu sebenarnya sangat mustahil terjadi. Mereka telah pasrah akan mengalami penderitaan dan bahkan akan mati di tanah Babel seperti yang terjadi kepada sesama mereka yang telah mati lebih dahulu. Namun  karena Tuhan yang berkarya, maka sekuat dan sebanyak apapun bangsa Babel, Allah mampu membebaskan mereka. Bahkan tidak hanya bangsa Israel yang takjub atas berkat Tuhan tersebut. Orang-orang yang tidak mengenal Allah Israel (angka parbegu)  yang dulunya mengolok-olok mereka dengan berkata, “Dimana Allah mereka? (Maz. 79 : 10; 115 : 2) kini menjadi terkagum-kagum menyaksikan kebebasan yang mereka terima, sehingga mereka berkata, “Tuhan telah melakukan perkara besar kepada orang-orang ini!” Bangsa Israel menyadari dengan sepenuhnya bahwa perkara yang besar yang dilakukan Allah kepada mereka patut mereka syukuri dan selayaknyalah mereka bergembira dan bersukacita. Sama halnya dalam hidup kita, jika kita mau sadar, banyak berkat Tuhan yang kita terima dan Allah sering melepaskan kita dari bala dan kematian. Bahkan banyak mujijat yang terjadi dalam hidup kita. Sesuatu yang tidak mungkin lagi terpulihkan menurut rasio kita (penyakit, masalah keluarga, pekerjaan, dsb), namun karena kuasa Allah semua menjadi mungkin, sehingga kita juga sering merasa mujijat itu seperti sebuah mimpi.

2.   Allah menyertai mereka yang diselamatkan-Nya (ay. 4).
    Pengalaman rohani (keselamatan) yang dialami bangsa Israel menginspirasi mereka untuk kembali berseru, “Pulihkanlah keadaan kami ya Tuhan, seperti memulihkan batang air kering di Tanah Negeb (bhs. Batak: Sai togihon ma mulak, ale Jahowa, angka na tarbuang sian hami, songon angka sunge di tano tungkan dangsina.)”. Ada perbedaan makna dari bahasa batak dan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia mengatakan, “Pulihkanlah keadaan kami....” dan bahasa Batak, “Sai togihon ma mulak, ale Jahowa, angka na tarbuang sian hami,...” Namun jika kita perhatikan, ternyata tidak semua bangsa Israel mau kembali ke Yerusalem. Mereka memilih tetap tinggal di Babel karena disana kehidupan mereka telah mapan dan tidak lagi sebagai budak. Mereka telah diangkat menjadi pegawai-pegawai di istana yang telah memiliki kedudukan, sehingga mereka enggan kembali. Mereka yakin jika kembali ke Yerusalem, hidup mereka akan susah karena Yerusalem telah mengalami keruntuhan. Untuk itulah bangsa Israel berdoa supaya Allah memulihkan keadaan mereka dan Allah juga memanggil dan menyadarkan mereka yang masih tinggal di tanah Babel. Mereka sadar bahwa hanya Tuhan yang mampu memulihkan keadaan mereka. Mereka yakin bahwa Allah juga mampu mengembalikan kebahagiaan yang selama ini hilang dari mereka. Mereka sadar bahwa tidak ada kuasa dari siapapun yang mampu mendatangkan air di padang pasir Negeb kecuali Tuhan sendiri. Mereka yakin hanya Tuhan yang mampu memulihkan batang air yang kering menjadi sumber mata air yang berlimpah-limpah. Airnya menjadi sumber kehidupan bagi orang-orang dan yang mengairi tanah yang ada di sekitarnya, sehingga tanah di sekitarnya pun menjadi subur dan menumbuhkan pohon-pohon yang berbuah untuk makanan bangsa itu.

3.      Janji Allah bagi mereka yang berpengharapan pada Tuhan (ay. 5 – 6).
    Dari pengalaman iman yang bangsa itu, timbullah kesadaran bagi mereka. Mereka sadar bahwa hidup bersama Tuhan itu memiliki banyak tantangan dan rintangan, namun jika mampu bertahan dalam tantangan itu, mereka akan mendapat kehidupan yang penuh sukacita. Mereka dengan sadar mengatakan, “Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai. Orang yang berjalan maju dengan menangis sambil menabur benih, pasti pulang dengan sorak-sorai sambil membawa berkas-berkasnya”. Orang-orang percaya yang sejati "menabur" sambil menangis, meratap dan berkabung. Mengapa mereka harus berkabung dan menangis? Jelas bahwa persediaan makanan mereka sangat sedikit. Gandum yang hendak mereka tanam sebenarnya sangat diperlukan untuk makanan sehari-hari. Mereka juga pasti kuatir apabila benih itu tidak tumbuh, maka pastilah mereka akan mati kelaparan. Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa berkat dan pertolongan Tuhan itu juga terjadi melalui proses. Secara berangsur-angsur Allah menunjukkan kepada mereka proses pertolongan Allah itu. Benih itu mulai bertunas, tumbuh dan berbuah bahkan tiba waktunya untuk dituai. Perjuangan dan pengharapan mereka ditambah berkat Tuhan mendatangkan hasil yang memuaskan bagi mereka. Benih yang ditabur dengan cucuran air mata, berubah menjadi berkat melimpah yang dituai dengan tangis kebahagiaan dan sukacita yang besar. Pemazmur mengajak kita untuk hidup seperti petani dalam nats ini. Menabur dengan pengharapan kepada Tuhan. Banyak orang menangis meratapi nasibnya, namun tidak mau bergerak memperbaiki nasibnya. Akan tetapi, pemazmur mengajak kita untuk tidak hanya meratapi keadaan, tetapi tetap berusaha sekuat mungkin dan bersandar pada firman Tuhan, maka yakinlah, usaha dan kerja keras itu akan mendatangkan hasil yang berlipat ganda. Keadaan tidak membuat mereka menyerah atau tawar hati, justru semakin giat bekerja. Dan hasilnya adalah “menuai dengan sorak-sorai”.

III.             Aplikasi
ü  Setiap orang pasti pernah mengalami persoalan hidup yang berat. Namun setiap orang juga pasti mengalami mujijat Tuhan yang luar biasa dalam hidupnya. Kadang persoalan yang kita hadapi sering membawa kita kepada keputusasaan karena kita menganggap bahwa masalah itu tidak akan bisa lagi terselesaikan. Namun kita juga sering terperangah dan takjub ketika Allah melepaskan kita dari pergumulan yang mustahil terselesaikan. Sehingga kita mengatakan, “sai songon na marnipi do au di halongangan na pinatupa ni Debata tu au”. Ada rasa seperti tidak percaya bahwa ternyata masalah yang membebani kita selama ini, telah dituntaskan oleh Tuhan.
ü  Hidup bersama Tuhan itu indah. Namun hidup bersama Tuhan itu memiliki banyak tantangan. Siapa yang bertahan dalam setiap tangtangan hidup yang dialami, akan mendapat upah yang besar dari Tuhan. Sama seperti petani dalam nats ini. Dengan tangisan, pengharapan dan iman mereka melakukan pekerjaan mereka (menabur benih). Hasilnya mereka dapatkan tuaian yang berlipat ganda dan sukacita yang besar. Mereka tidak mau larut dalam kesedihan dan tidak pasrah dengan keadaan. Mereka berdoa dan berusaha, sehingga Allah berkenan kepada mereka dan memberkati pekerjaan mereka. Mereka tetap optimis bahwa Allah akan bekerja bagi mereka.
ü  Nats ini mengajarkan kepada kita bahwa untuk mendapat berkat Tuhan, tidak cukup hanya doa dan pengharapan, harus ada usaha dan kerja keras. Bahkan kadang kita harus menangis dan bersusah payah untuk memperoleh berkat Allah tersebut. Untuk itu, perlu kita pahami, tidak selamanya berkat Tuhan itu dapat kita peroleh dengan gratis. Perlu kita bayar dengan DUIT, yaitu (Doa, Usaha, Iman, dan Taat). Maka kita akan menuai berkat-berkat Tuhan dengan penuh sukacita dan sorak-sorai. Tuhan Yesus memberkati. Amin.


C.Pdt. Polma Hutasoit, S.Th

Tidak ada komentar:

Posting Komentar