Jumat, 17 Juli 2015

Yeremia 9 : 23 – 26

KERANGKA  SERMON EVANGELIUM MINGGU 2 JUNI 2013
MINGGU I SETELAH TRINITATIS (Ketritunggalan Allah/ Hasitolusadaon ni TUHAN)
Bermegah dalam Kasih Setia, Keadilan dan Kebenaran TUHAN
Ev : Yeremia 9 : 23 – 26                                                       Ep : 2 Korintus 10 : 12 – 18

I.       Pendahuluan
v  Nabi Yeremia adalah anak dari Hilkia, seorang imam dari Anatot di tanah Benyamin. Dia dipanggil Allah menjadi Nabi pada saat raja Yosia menjadi raja Yehuda (1:1-2). Nabi Yeremia merupakan nabi yang telah dikenal Allah sejak ia masih dalam kandungan (1:5) dan dia telah dipersiapkan oleh Allah menjadi penyambung lidah Allah dalam menyampaikan firman-Nya. Meskipun pada awalnya dia menolak panggilan Tuhan, namun pada akhirnya Allah memakai Yeremia menjadi pelayan-Nya. Allah mengutus Yeremia menyampaikan firman ini ke tengah-tengah bangsa Yehuda karena Allah melihat pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh bangsa itu. Mereka hidup dalam kebohongan, mencuri, membunuh, berzinah dan menyembah berhala (7:8-9). Mereka hidup dalam kesombongan atas apa yang mereka terima dari Tuhan. Melalui nats ini Nabi Yeremia menyuarakan  firman Tuhan mengenai bermegah/ memuji diri yang benar sesuai dengan perintah Tuhan.

II.                Penjelasan Nats
Ø  Tidak memegahkan kebijaksanaan, kekuatan dan kekayaan (Ay. 23-24).
Nats ini dimulai Yeremia dengan kalimat, “Beginilah firman Tuhan”. Artinya, apa yang diucapkan oleh Yeremia bersumber dari Allah, bukan dari manusia atau raja yang berkuasa pada masa itu. Dia hanyalah penghubung antara Allah dengan bangsa itu. Perkataan itu disampaikan Yeremia karena pada masa itu banyak juga nabi-nabi palsu yang mengaku dirinya adalah nabi Allah. Yeremia ingin meyakinkan bangsa itu bahwa apa yang dia sampaikan benar-benar bersumber dari Allah. Firman Allah yang disampaikan oleh Yeremia ke tengah-tengah bangsa Yehuda adalah peringatan untuk tidak menggunakan kebijaksanaa, kekuatan dan kekayaan menjadi kesombongan. Ayat 23 adalah sikap yang tidak dinginkan oleh Allah dan ayat 24 merupakan sikap yang diinginkan oleh Allah dilakukan umat-Nya.
Pertama, dalam ayat 23 dikatakan, “Janganlah orang bijaksana bermegah karena kebijaksanaannya”. Kebijaksanaan dikontraskan dengan kebenaran. Kebijaksanaan adalah hal yang otentik menjadi milik seseorang yang tidak bisa dibagikan kepada siapapun. Namun kebijaksanaan yang bersumber dari dunia ini cenderung membawa manusia kepada kesombongan dan keangkuhan dan itu merupakan kebodohan bagi Allah (1 Kor. 3:19). Kecenderungan hatinya adalah kesombongan karena bangga atas kebijaksanaan yang dia miliki. Apa hubungannya dengan kebenaran pada ayat 4? Kebenaran merupakan hal yang esensial bagi Allah. Yesus sendiri menyebutkan bahwa Allah adalah sumber dari segala kebenaran. Kebenaran merupakan standarisasi bagi Allah dalam menilai sikap dan kelakuan manusia. Kebijaksanaan manusia tanpa kebenaran Allah, tidak berarti apa. Oleh sebab itu Firman Tuhan mengatakan bahwa janganlah orang bijaksana bermegah karena kebijaksanaannya tetapi siapa yang hendak bermegah, baiklah ia bermegah karena ia memahami dan mengenal Allah yang adalah kebenaran.
Kedua, “Janganlah orang kuat bermegah karena kekuatannya”. Bagian yang kedua yaitu kekuatan dikontraskan dengan keadilan. Kekuatan pada umumnya dikaitkan dengan kuasa, kedudukan, nama baik, atau tidak menutup kemungkinan untuk menonjolkan kekuatan fisik.  Pada bagian yang kedua ini Yeremia juga mengingatkan para penguasa/ raja untuk tidak menggunakan kekuasaannya menjadi alat untuk menindas rakyat. Kekuatan kerap kali berdampak terhadap perlakukan yang kasar dan kecenderungannya ialah kejahatan. Oleh sebab itu, tidak segan-segan orang yang berkuasa bertindak seenaknya terhadap yang lemah, yang miskin, yang bodoh dan sebagainya. Sehingga kekuasaan dan kekuatan itu mendatangkan ketidakadilan bagi sekelompok orang dan mendatangkan keuntungan bagi kelompok lain.
Keadilan itu sendiri merupakan suatu pembawaan diri yang secara baik dalam memperlakukan orang lain. Membuat orang lain merasa nyaman dan berharga tanpa memandang latar belakang kehidupannya. Allah, sebagaimana yang disaksikan dalam Surat I Yohanes 1: 9 mengatakan bahwa Allah itu setia dan adil. Oleh sebab itu, keadilan merupakan salah satu sifat Allah yang tidak bisa dipisahkan dari sifat-sifat Allah yang lain seperti kudus, benar, kasih, dll. Hal ini hendak menyadarkan kita bahwa seseorang yang berkuasa hendaknya bersikap adil terhadap semua orang sama seperti Allah yang adil dalam memerintah kita umat-Nya.
Ketiga, “Janganlah orang kaya bermegah karena kekayaannya”. Kekayaan dikontraskan dengan kasih setia. Kekayaan pada umumnya diartikan sebagai harta benda yang bersifat materi. Dapat dikalkulasi secara kuantity. Dengan kekayaan orang dapat melakukan apa saja yang dikehendaki hatinya. Baik orang yang kuat ataupun orang yang berkuasa akan tunduk dan membutuhkan orang kaya. Dan orang kaya akan menjadi berkuasa dan memperlakukan orang lain sesuka hatinya. Oleh sebab itu, kekayaan harus dikontraskan dengan kasih setia. Yang makna sebenarnya adalah suatu perjanjian untuk setia dengan menjadikan diri sendiri sebagai jaminan. Hal inilah yang dilakukan oleh Allah terhadap manusia. Ia berjanji dan tetap setia terhadap janji-Nya karena Ia sendiri sebagai jaminannya. Firman ini hendak mengingatkan bangsa Yehuda atas perilaku mereka kala hidup dalam kejayaan. Mereka menggunakan berkat Tuhan untuk berfoya-foya, minum-minuman keras, berzinah dan banyak dosa yang mereka lakukan. Mereka tidak menggunakan berkat Tuhan itu sebagai sarana mereka untuk kemuliaan Tuhan. Ketika kehidupan mereka berkecukupan bahkan berkelimpahan, mereka menjadi lupa kepada Tuhan dan tidak lagi mengakui bahwa berkat dan kekayaan itu berasal dari Tuhan.
Kebenaran, keadilan dan kesetiaan merupakan sifat Allah yang sangat esensial. Ketiganya membuktikan kepada manusia bahwa Ia adalah kasih dan kasih itulah yang diinginkan Yeremia untuk diterapkan dalam hidup orang Yehuda. Jadi baik kebijaksanaan, kekuatan dan kekayaan harus dipergunakan untuk kemuliaan Tuhan, sehingga mendatangkan sukacita bagi yang melakukannya. Kebijaksaan tanpa kebenaran adalah suatu kebodohan. Kekuatan tanpa keadilan akan merusak dan kekayaan tanpa kasih dan setia adalah keserakahan.
Ø  Hukuman bagi Orang yang Menolak Firman Tuhan (Ay. 25-26)
Sunat merupakan ikatan perjanjian Allah dengan Abraham (Kej. 17:10-11). Bahkan Yesus sendiri disunat setelah genap berumur 8 hari. Namun perlu diketahui, sunat sama sekali tidak mampu menyelamatkan. Sunat hanya merupakan tanda perjanjian {parpadanan dohot Dabata (Kej. 17:10)}. Satu-satunya keselamatan hanya terjadi dan kita dapat dalam Kristus Yesus. Allah sendiri mengatakan melalui Yeremia, “Lihat, waktunya akan datang, demikianlah Firman TUHAN, bahwa Aku menghukum orang-orang yang telah bersunat kulit khatannya”. Allah akan menghukum mereka karena mereka tidak menyunat hatinya, yaitu melepaskan, membersihkan dan membuang segala perbuatan lama yang jahat, serakah,  tamak,  tidak adil, jauh dari kebenaran dan selalu menyakiti hati Tuhan karena kejahatan mereka. Karena yang berhak mendapat kesempurnaan keselamatan itu adalah orang-orang yang mau hidup dalam Tuhan dan hidup dalam kebenaran, keadian dan kesetiaan.
III.             Aplikasi
ü  Setiap orang pasti merindukan dan menginginkan kebijaksanaan (kepintaran. Intelektual tinggi), kekuatan (kekuasaan/jabatan/pangkat), kekayaan (hidup berkecukupan bahkan berkelimpahan). Sehingga untuk mendapatkan ketiga hal itu, manusia melakukan segala upaya dan daya. Namun ketika keinginan itu terpenuhi sering manusia menjadi  jumawa. Menganggap apa yang diperolehnya adalah hasil jerih payahnya. Pemahaman ini pastilah akan membawanya kepada sikap yang menyombongkan diri, bermegah atas kesuksesannya meraih apa yang dia inginkan. Kebijaksanaan sering digunakan untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya bahkan tidak segan-segan mengorbankan sesamanya demi tercapai keinginannya. Umpasa Batak mengatakan, “Ijuk diparapara, hotang diparlabian. Nabisuk nampuna hata, naoto tu panggadisan”. Sebagai orang Kristen yang telah mendapat anugerah keselamatan dari Tuhan harusnya mengatakan, “Ijuk diparapara, hotang diparlabian, nabisuk nampuna hata, naoto tu pangondian”.
ü  Kekuatan (kekuasaaan, jabatan) juga sering menjadi batu sandungan bagi sekeliling. Karena tidak jarang kita menemui orang, bahkan orang Kristen menggunakan jabatan atau kekuasaan menjadi kekuatan untuk bertindak semena-mena kepada bawahannya. Namun melalui nats ini, firman Tuhan mengajarkan kepada orang Kristen untuk menggunakan jabatan, pekerjaan atau kuasa untuk menegakkan keadilan yang penuh kasih.
ü  Kekayaan. Ada prinsip orang Batak, yaitu 3H. Hamoraon, Hagabeon,  Hasangapon. Artinya kekayaan menjadi salah satu prioritas orang setiap manusia, termasuk orang Batak. Allah sendiri tidak melarang umat-Nya untuk memiliki kekayaan. Namun yang penting adalah bagaimana sikap dalam mencari, mengumpulkan dan menggunakan kekayaan itu. “sai jumolo ma lului hamu harajaon ni Debata dohot hatigoranNa, dung i tambahaononNa do sude angka ondeng tu hamu (Mat. 6:33). Pemahaman yang benar tentang kekayaan akan membawa kita pada pemahaman yang benar dalam menggunakannya. Jadi gunakanlah harta/kekayaan yang besumber dari Allah itu menjadi sarana melayani Tuhan dan menolong sesama yang membutuhkannya.
ü  Bolehkah kita bermegah atas berkat Tuhan (kebijaksanaan, kekuatan dan kekayaan) yang kita peroleh? Boleh, tetapi tetap pada kesadaran bahwa semua yang kita megahkan itu bersumber dari Allah dan melalui itulah kita juga memegahkan Allah dalam kehidupan kita. Dalam II Korintus  10:17, “Tetapi barangsiapa bermegah, hendaklah ia bermegah di dalam Tuhan”. I Korintus 1:31 “Karena itu seperti ada tertulis: "Barangsiapa yang bermegah, hendaklah ia bermegah di dalam Tuhan".
ü  Tanda lahiriah tidak jaminan untuk beroleh keselamatan. Meskipun bangsa Yehuda telah bersunat, mereka tetap mendapat hukuman dari Tuhan karena tidak hidup seturut kehendak Tuhan. Mereka menjadikan sunat itu hanya sebagai formalitas. Sama halnya dengan Kristen, meskipun kita lahir sebagai orang Kristen (karena orang tua kita), telah dibaptis dalam nama Tritunggal dan telah diteguhkan dalam Sidi, namun jika masih hidup dalam keangkuhan, ketamakan dan kesombongan, berarti baptisan dan pengakuan iman itu juga hanya sebagai formalitas. Untuk itu sebagai umat yang telah ditebus, hendaklah kita hidup dengan mengandalkan Sumber Berkat, bukan mengandalkan berkat itu sendiri. Artinya, Tuhanlah sumber berkat dan hanya Dialah yang mampu memberikan berkat bagi kita sesuai dengan kebutuhan kita. Jadi mari kita fokus untuk mengandalkan-Nya, bukan mengandalkan berkat itu dalam hidup kita. Dengan demikian, maka kita akan terhindar dari ketamakan, kerakusan, kesombongan dan keangkuhan. Kita juga menjadi anak-anak Allah, pewaris Kerajaan Allah yang luput dari hukuman Tuhan. Tuhan Yesus memberkati. Amin.


C.Pdt. Polma Hutasoit, S.Th

Tidak ada komentar:

Posting Komentar