Kamis, 30 Juli 2015

Matius 5 : 13 – 20, "Tidak Tawar, Bercahaya"

KERANGKA  SERMON EVANGELIUM MINGGU 9 Februari  2014
MINGGU V SETELAH EPIPHANIAS
Ev : Matius 5 : 13 – 20                                               Ep : Yesaya 58 : 1 – 9a
Tidak Tawar, Bercahaya
I.               Pendahuluan
Injil Matius diperuntukkan untuk orang-orang Kristen yang berlatarbelakang Yahudi dan bukan Yahudi yang terlihat dari isi injil akan keterbukaan terhadap bangsa-bangsa lain yaitu bangsa bukan Yahudi sehingga ini berarti isi dari injil Matius memiliki sifat yang universal dan ini juga dapat diperbandingkan dengan Amanat Agung yang ada di dalam pasal 28. Cerita ini merupakan bagian dari cerita ucapan berbahagia atau  khotbah di bukit yang merupakan pengajaran yang dilakukan Yesus di saat Dia diikuti orang yang berbondong-bondong dan tepat berada di sebuah dataran yang tinggi. Pengajaran ini merupakan cara yang dilakukan Yesus dengan memberikan sebuah ilustrasi atau simbol-simbol kepada pendengar dan simbol-simbol itu adalah sesuatu yang mudah ditemukan di dalam kehidupan. Sehingga dapat dikatakan bahwa khotbah Yesus di bukit itu sebenarnya adalah suatu pengajaran atau barangkali lebih tepat disebut sebagai suatu pemberitaan dalam bentuk pengajaran.

II.            Penjelasan Nats
Ø  Menjadi garam dan terang dalam dunia (ay. 13 – 16)
Di dalam nats ini terdapat dua simbol yang unik meskipun itu telah terdapat di dalam kehidupan sehari-hari. Tuhan Yesus dalam khotbah-Nya di Bukit tidak berkata: Jadilah garam dan terang dunia”, tetapi: Kamu adalah garam dan terang dunia”. Kedua kalimat tersebut tampaknya mirip, tetapi memiliki pengertian yang sangat berbeda. Pengertian “Jadilah garam dan terang dunia” menunjuk panggilan agar kita berjuang untuk “menjadi” garam dan terang bagi dunia ini. Tetapi pengertian “Kamu adalah garam dan terang dunia” lebih menunjuk kepada suatu identitas diri dan karakter. Setiap umat percaya memiliki identitas diri dan karakter sebagai garam dan terang bagi dunia ini. Artinya setiap identitas dan karakter umat yang tidak memiliki “karakter dan fungsi” sebagai garam dan terang, layaklah ia dibuang dan diijak-injak orang karena tidak berguna lagi.
Dalam nats ini diceritakan bagaimana seharusnya para pengikut Yesus untuk menjadi garam. Garam biasanya disuling dari Laut Mati dan dikeringkan, atau ditambang dari batu karang. Dalam khotbah Yesus, garam memiliki arti kata yang sejajar dengan perbuatan baik. Garam merupakan bahan yang digunakan di dalam berbagai hal seperti untuk pemupukan tanah. Garam juga menjadikan bahan makanan menjadi awet, dengan demikian diketahui bahwa banyak sekali keuntungan yang didapatkan dengan adanya garam. Orang Romawi menganggap garam sebagai benda yang bersih dan jernih, karena ia berasal dari benda yang juga bersih dan jernih yaitu matahari dan laut. Garam juga merupakan korban yang disukai dan berharga dari para dewa.
Dalam Perjanjian Lama garam juga telah digunakan oleh raja di dalam proses perebuatan Negara, hal ini dapat diperhatikan dalam Hakim-hakim 9:45 di mana raja Amalekh yang menaburi tanah yang dimenangkannya dari bangsa lain dan menjadi miliknya sendiri, yang berarti bahwa garam juga mampu memberikan tanda kepemilikan atau bahkan ini sebagai penghapusan kepemilikan dari orang yang lama.
Yesus juga mengatakan bahwa para pengikut-Nya adalah terang. Tanpa terang, kita tidak dapat melihat dan melakukan aktivitas. Dalam sejarahnya kata terang telah digunakan sebagai simbol di dalam perkembangan ilmu pengetahuan yang ada di dalam bentuk subjek dan di dalam bentuk objek, seperti apa yang telah digunakan di dalam masa Plato. Pada zaman sebelum Platonis penggunaan kata terang merupakan petunjuk akan adanya peristiwa fisika dan terang digunakan manusia untuk menghadapi malam. Sedangkan pada masa Platonisme terang telah ditemukan hal yang metafisik dari terang di dalam zaman ini dietahui bahwa terang merupakan bagian kebenaran dan pengetahuan, terang dikatakan bukan hanya sebagai dalam bentuk fisik lagi tetapi telah ada perubahan pemahaman akan terang tersebut.
Kata baik yang terdapat dalam ayat 16 ini  menyuruh orang yang mendengar perintah ini mampu untuk menunjukkan hal-hal yang baik kepada orang lain di dalam kehidupannya, dimanapun dia berada karena dalam teks ini dikatakan bercahaya di depan semua orang. Ada keunikan di dalam teks ini, karena adanya hubungan timbal balik antara yang menunjukkan dan melihat, orang yang mampu bersinar akan membuat orang lain mendapat berkat dan menjadikan orang lain memuji Tuhan dan memuliakanNya karena perlakuan dari yang menunjukkan atau pengikut Kristus. Jadi terang yang Tuhan Yesus maksudkan adalah terang yang terus-menerus dan tidak pernah padam. Bukan terang seperti kembang api, pohon natal atau lilin, namun seperti matahari yang sinarnya tidak hanya menerangi kegelapan, melainkan memberi rasa hangat dan nyaman bagi ciptaan Tuhan yang lain, termasuk manusia. Matahari bersinar dengan tidak memilih-milih siapa yang harus disinarinya.

Ø  Keselamatan ada di Dalam Kristus, melakukan Ajaran-Nya berarti menghidupi keselamatan itu
Di Mat. 5:17, Tuhan Yesus berkata: “Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya”. Tidak ada seorangpun yang mampu memenuhi tuntutan hukum Taurat dengan kekuatan dan kebajikannya sendiri. Karena itu Kristus datang untuk menggenapi seluruh tuntutan hukum Taurat tersebut. Dengan demikian menjadi jelas, melalui anugerah keselamatan Kristus, kita dimampukan untuk menggenapi tuntutan hukum Taurat. Jadi seharusnya ibadah, puasa atau kewajiban agama dilakukan karena kuasa kasih Kristus. Makna ibadah dihayati sebagai suatu media mengkomunikasikan kasih Allah kepada sesama. Melalui ajaran Yesus ini, menjelaskan bahwa hukum Taurat dijadikan sebagai panduan moral bagi mereka yang sudah selamat dan yang dengan menaatinya menunjukkan kehidupan Kristus yang ada di dalam diri mereka (Rom 6:15-22). Iman kepada Kristus merupakan titik tolak untuk menggenapi hukum Taurat. Yesus dengan tegas mengajarkan bahwa melakukan kehendak Bapa-Nya di sorga akan tetap  merupakan syarat utama untuk memasuki Kerajaan Sorga.
Di kitab nabi Yesaya, Allah menegur umat Israel yang setiap hari mencari Allah, mengenal segala firman-Nya dan rutin berpuasa. Namun motivasi dan praktek keagamaan tersebut diikuti pula dengan perbuatan-perbuatan mereka yang keji kepada sesama. Mereka berpuasa, tetapi juga menganiaya orang-orang yang lemah. Itu sebabnya doa permohonan mereka tidak didengarkan Allah.  Walaupun secara ritual mereka merendahkan diri di hadapan Allah, namun Allah tidak mengindahkan mereka (Yes. 58:3-4).  Sebab yang utama bagi Allah bukanlah tindakan ibadah saja, tetapi bagaimana suatu ibadah itu memampukan umat untuk membawa keselamatan dan pembebasan  Allah terhadap sesama yang terbelenggu. Tindakan kasih kepada sesama seharusnya dinyatakan sebagai wujud dari puasa dan ibadah. Umat Israel pada waktu itu gagal memerankan diri sebagai garam dan terang dunia sebab mereka tidak menerapkan kasih Allah dengan benar dalam hidup mereka. Hal yang sama juga terjadi dalam kehidupan umat percaya. Yang dikehendaki oleh Kristus, bukanlah kemegahan suatu ritualitas, tetapi apakah mereka mempraktekkan kasih Allah secara megah, tak terbatas dan tanpa syarat kepada sesama di sekitarnya.

Ø  Yang ikut dan masuk dalam Kerajaan Sorga adalah dia yang mengetahui melakukan dan menerapkan Firman Tuhan
Pengajaran Tuhan Yesus tersebut menempatkan realisme diri manusia secara positif. Namun juga mengungkapkan suatu idealisme. Realisme kekinian umat yang dinyatakan dalam identitas dan karakternya haruslah ditandai oleh fungsinya yang konstruktif, dan pada pihak lain memiliki suatu idealisme yang harus diperjuangkan tanpa kompromi. Karena itu realisme kekinian setiap umat dengan identitas diri dan karakternya tidak boleh bersifat pasif, tetapi dinamis. Identitas diri dan karakter umat sebagai garam dan terang harus melampaui standar penilaian dunia. Tepatnya hidup kerohanian umat percaya tidak boleh di bawah standar nilai yang berlaku umum dalam masyarakat. Karena itu Tuhan Yesus berkata: “Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga” (Mat. 5:20)Kerohanian ahli Taurat dan orang Farisi jelas dianggap lebih tinggi dalam masyarakat Israel waktu itu. Tetapi ternyata standar nilai dan karakter dari Kristus menuntut suatu spiritualitas yang lebih tinggi dari pada pola spiritualitas para ahli Taurat dan orang Farisi. Kebenaran orang Farisi dan ahli Taurat hanya bersifat lahiriah. Mereka menaati banyak peraturan , berdoa, memuji Tuhan, berpuasa, membaca firman Allah dan menghadiri kebaktian. Akan tetapi tindakan lahiriah tersebut mereka lakukan tidak diiringi dengan tindakan batiniah yang benar. Yesus mengatakan bahwa kebenaran yang dikehendaki Allah dari orang percaya adalah lebih dari itu. Hati dan roh seseorang bukan sekedar tindakan lahiriah, namun harus selaras dengan kehendak Allah dalam iman dan kasih (bd. Mark. 7:6)

III.          Aplikasi
ü  Orang Kristen mendapat panggilan Tuhan untuk menjadi garam dan terang dunia untuk menggarami dan menerangi dunia agar dunia yang didasarkan oleh kasih Allah.Dengan melihat garam dan terang sebagai dua hal yang sangat penting sekaligus dibutuhkan dalam kehidupan manusia, maka seharusnya Kristen mau dan memampukan diri untuk melakukan apa yang diharapkan oleh Kristus. Garam berfungsi untuk memberi rasa pada makanan atau masakan. Garam dapat menimbulkan rasa sedap, sehingga dapat juga dikatakan berfungsi sebagai pemberi rasa, dan apabila tidak ada garam, maka makanan tidak akan memiliki rasa atau akan hambar. “Kamu adalah garam dunia” mengandung arti bahwa kita harus dapat berfungsi bagi dunia ini seperti halnya dengan garam yang berfungsi bagi manusia. Kehadiran kita ditantang untuk dapat menciptakan suasana yang menyenangkan bagi sesama. Sehingga dapat menjadikan suasana yang hambar menjadi sedap, suasana yang dingin menjadi hangat dan mendatangkan rasa damai sejahtera serta kasih. Kalau para murid dipanggil untuk menjadi garam dan terang, berarti para murid juga harus menjadi orang yang selalu mendatangkan suasana yang penuh berbeda, kehangatan, damai sejahtera dan kasih. Sebagai pengikut Kristus adalah menghadirkan pengaruh dan perubahan bagi sekeliling kita. Pengaruh yang dimaksud tentu untuk menciptakan damai dan kesatuan dalam Tuhan, bukan memberi pengaruh agar orang lain mendukung kita melakukan kecurangan dan melakukan tindakan yang tidak menyenangkan hati Tuhan. Jadi membawa berkat dan sukacita untuk sesama adalah karakter yang sudah seharusnya mendarah daging bagi kita orang percaya. Yesus menginginkan manusia mampu menjadi berkat kepada sesamanya, atau menjadi berkat di tengah ciptaanNya dan mempunyai kemampuan mengubah hal yang rusak menjadi baik, seperti tanah yang disuburkan dengan pemberian garam kepada tanah yang tandus.
ü  Firman Tuhan, doa dan ibadah menjadi pondasi iman setiap orang Kristen dalam membangun kepribadian dan sikap yang benar kepada Allah dan sesama. Mengasihi Tuhan dan sesama adalah suatu keharusan bagi kita dan melalui perbuatan yang benar kita menjadi berbeda dari sekeliling kita. Jangan sampai ibadah kita hanya formalitas dan rutinitas semata tanpa penerapan yang benar, sehingga kita tidak menjadi Farisi-Farisi dan ahli-ahli Taurat masa kini. Kehadiran kita ditantang untuk dapat menciptakan suasana yang menyenangkan bagi sesama kita Sehingga dapat menjadikan suasana yang hambar menjadi sedap, suasana yang dingin menjadi hangat dan mendatangkan rasa damai sejahtera serta kasih. Kalau para murid dipanggil untuk menjadi garam, berarti para murid juga harus menjadi orang yang selalu mendatangkan suasana yang penuh kehangatan, damai sejahtera dan kasih dan hal ini sama juga tuntutannya terhadap orang Kristen sekarang. Tentu untuk mewujudkan itu, Tuhan harus menjadi andalan kita, maka kita tidak berusaha sendiri menghadirkan garam dan terang itu, melainkan campur tangan Tuhanlah yang memampukan kita menghadirkannya. Jadi pahami dan hidupilah bahwa kita diutus Tuhan bukan untuk “Menjadi “ Garam dan Terang, namun kita semua “adalah” Garam dan Terang itu. Amin.


C.Pdt. Polma Hutasoit, S.Th

Tidak ada komentar:

Posting Komentar