Kamis, 30 Juli 2015

Mikha 6 : 1 – 8, "Adil, Setia dan Rendah Hati"

KERANGKA  SERMON EVANGELIUM MINGGU 2 Februari  2014
MINGGU IV SETELAH EPIPHANIAS
Ev : Mikha 6 : 1 – 8                                      Ep : 1 Korintus 1 : 18 – 31
Adil, Setia dan Rendah Hati
I.               Pendahuluan
Mikha hidup sekitar abad ke-8 SM yaitu pada zaman raja Uzia, Yotam, Ahaz dan Hizkia. Mikha berasal dari sebuah desa di Yehuda, di kerajaan selatan yaitu dari daerah Moresyet, dekat Gat (1:14), Mikha sezaman dengan Yesaya (Yes 1:1). Mikha lebih banyak menyoroti isu sosial-keagamaan, sedangkan Yesaya lebih berperan langsung dalam hal politik (2Raj 19-20; Yes 39). Sebagian besar hubungan Yesaya adalah dengan penduduk dan kegiatan kota, sedangkan Mikha menyaksikan perkara-perkara yang terjadi diantara orang dusun, rakyat Yehuda yang tertindas.
Allah mengutus Mikha di tengah umat-Nya untuk memperingatkan bangsa itu akan segala dosa Yehuda.  Pada masa itu terjadi pergolakan politis dan kerusuhan sosial. Kekacauan di dalam sistem sosial, di mana pedagang/ pengusaha menguasai petani, hal ini semakin diperparah dengan dukungan raja terhadap kaum pedagang/ pengusaha, sehingga terjadi ketimpangan ekonomi.  Di sisi lain, dalam bidang agama, para penyembah, imam dan rakyat Yehuda menipu Allah dengan kepalsuan dalam peribadatan mereka. Dalam kitab Mikha ada tiga bagian penekanan atau fokus penyampaiannya yaitu Hukuman, Harapan, dan Janji.  Mikha menyampaikan hukuman yang akan dijatuhi Allah kepada Israel dan Yehuda karena ketidakberesan kehidupan mereka, ketidakadilan, dan kemunafikan dalam ibadah mereka.

II.            Penjelasan Nats
Ø  Allah Adalah Penolong dan Pembebas bagi Umat-Nya
KataBangkitlah artinya bangkit/berdiri, dari posisi duduk kemudian berdiri.  Seperti ketika seorang raja memasuki ruangan, maka setiap orang yang duduk di dalam ruangan akan bangkit berdiri.  Mikha mengajak umat Yehuda untuk bangkit dari keterpurukan mereka karena Allah telah hadir di tengah-tengah mereka.  ‘Lancarkanlah pengaduan di antara gunung-gunung’. Pada bagian ini Mikha memerintahkan umat Yehuda untuk menyampaikan pengaduannya, keluh kesahnya dan penderitaan yang mereka alami kepada TUHAN. TUHAN, Umat-Nya, Mikha (sebagai nabi-Nya) sedang mengadakan sidang terkait dengan kondisi kehidupan umat-Nya.  Gunung-gunung maupun bukit-bukit biasanya gambaran kehadiran Allah dan tempat Allah berdiri.  Allah berdiri di atas gunung, Allah menginjakkan kakinya di atas bukit.  Pada ayat 1 ini, Allah memberikan kesempatan kepada bangsa Yehuda untuk bangkit dan menyampaikan pengaduan mereka kepada-Nya.
Pada ayat kedua, Allah menyatakan pengaduannya kepada umat-Nya.  Sama halnya dengan ayat pertama, di dalam ayat yang kedua ini juga nabi Mikha mengikutsertakan gunung-gunung dalam tulisan yang ia sampaikan.  Sebegitu dalamnya keinginan Allah untuk menyampaikan perkaranya kepada Israel sehingga gunung-gunung diajak untuk mendengarkan pengaduan-Nya terhadap Israel.  “Demikian tajamnya perasaan TUHAN dalam hal ini, sehingga Ia ingin gunung-gunung akan mengumandangkan suara-Nya pada waktu Ia memanggil umat-Nya untuk menyaksikan apakah mereka punya pengaduan terhadap diri-Nya.” TUHAN juga memiliki “tuntutan hukum” kepada Israel umat-Nya.  “..dan Ia berperkara dengan Israel”, kataberperkara  artinya mengadili/memeriksa.  TUHAN menuntut Israel akan perlakuan mereka terhadap kasih setia yang diberikan TUHAN di dalam kehidupan mereka.
Kata Umat-Ku dari kata Ibrani  artinya umat, jemaat.  Umat-Ku artinya milik kepunyaan sendiri.  Allah meminta jawaban dari umat kepunyaan-Nya sendiri mengenai perlakuan atau tindakan Israel yang berubah menjadi tidak setia kepada-Nya.  “Mereka memperlakukan TUHAN seolah-olah Dia berlaku lalim terhadap mereka.  Tapi mereka tidak dapat menyebutkan suatu kesalahan pun yang dilakukan-Nya terhadap mereka.”  Apakah TUHAN dengan kesetiaan-Nya kepada umat-Nya pernah memberatkan mereka dengan segala hukum-hukum-Nya? “Dengan apakah engkau kulelahkan?” Apakah TUHAN pernah menyibukkan mereka dengan hal yang tidak benar, apakah TUHAN pernah menguras tenaga mereka dengan kesia-siaan.  Justru Allah memberikan mereka kasih karunia dengan setia turun-temurunSebab Aku telah menuntun engkau keluar dari tanah Mesir dan telah  membebaskan engkau dari rumah perbudakan dan telah mengutus Musa dan Harun dan Miryam sebagai penganjurmu.
Nenek moyang Israel keluar dari tanah Mesir dengan pimpinan TUHAN.  Allah melepaskan mereka dari rumah perbudakan.  Di Mesir mereka dijajah sebagai kaum budak, kaum yang setiap saat mendapat  aniaya dari orang Mesir, namun dengan kasih karunia, Allah membebaskan mereka.  Musa dan Harun diutus-Nya sebagai pengantara mereka dengan Allah.  Allah menebus umat-Nya dengan kuasa yang diacungkan kepada Mesir.
Bileam Bin Beor nabi Allah.  Kisahnya ditulis di dalam Bilangan pasal 23-24 ketika itu Umat Israel telah keluar dari Mesir dan masuk ke tanah Kanaan.  Adapun Balak raja Moab meminta Bileam untuk mengutuk Israel.  Tiga kali Balak meminta Bileam untuk menyerapah Israel, tiga kali pula Bileam mengucapkan berkat kepada Israel.  Penekanan utama dalam kisah ini adalah bahwa TUHAN Allah Israel tidak pernah menyerapah umat-Nya sendiri untuk mengalami kemalangan.  Betapa indahnya jika umat Israel terus mengingat akan kemurahan Tuhan perjalanan sejarah masa lalu.
Nabi Mikha menyuarakan agar manusia sadar untuk memulihkan hubungan dengan Allah. Dengan apakah Israel akan kembali dan mengaku dosanya atau mereka akan kembali dengan korban-korban mereka.  Apakah dengan korban-korban bakaran semuanya akan beres dan hubungan kembali membaik antara TUHAN dengan umat-Nya. Dengan apakah aku akan pergi menghadap TUHAN dan tunduk menyembah kepada Allah di tempat tinggi? Akan pergikah aku menghadap Dia dengan korban bakaran, dengan anak lembu berumur setahun?
Ø  Allah Tidak Berkenan kepada Ibadah Palsu yang Penuh Kepura-puraan
Ayat 6-8 Menjelaskan tentang kritik Mikha terhadap kehidupan keagamaan yang dilakukan dengan rutinitas dan kepura-puraan yaitu ibadah yang diselewengkan (1:7; 3:5–7) dan ketidakdilan (2:1–2, 8–9). Kebrobokan dari sisi keagamaan mencakup penyembahan kepada dewa-dewa kafir (2Raj 16:4; 2Taw 28:23, 25). Ibadah di Bait Allah pun sempat dihentikan (2Taw 28:24). Kesenjangan sosial terjadi di mana-mana. Orang-orang kaya menggunakan cara-cara yang tidak jujur dalam mengejar kekayaan (6:10-11). Semangat materialisme ini bahkan meracuni para pemimpin agama, sehingga mereka rela menjual kebenaran demi uang (3:5, 7, 11). Pendeknya, semua lapisan masyarakat sudah sedemikian berdosa dan tidak ada yang bisa dipercayai (7:2-6). Bangsa Yehuda berpikir bahwa cara untuk meredakan kemarahan TUHAN adalah dengan memberikan persembahan yang banyak kepada-Nya. Konsep berpikir seperti ini menyiratkan bahwa mereka sudah terpengaruh oleh ibadah kafir. Oleh karena itu Mikha menyuarakan bahwa percuma saja memberikan korban bakaran, dengan anak lembu berumur satu tahun, ribuan domba jantan, puluhan ribu minyak curahan dan bahkan anak sulung buah kandung sendiripun tidak berguna kalau tidak berlaku adil, mencintai kesetiaan, hidup dengan rendah hati di hadapan Allah. Jadi, pesan yang ingin disampaikan melalui teks ini adalah agar umat Tuhan “rendah hati, ketaatan lebih penting daripada persembahan” (1Sam 15:22). Ajaran ini sekaligus mengingatkan bangsa Yehuda tentang kewajiban hidup berlaku adil, mencintai kesetiaan, hidup dengan rendah hati di hadapan Allah dan takut kepada TUHAN (Ul 10:12-13).
Ø  Tuntutan Tuhan Kepada Umat-Nya
Tiga hal yang Allah inginkan dari umatNya:
1.       Berlaku adil/ benar. Adil berarti senantiasa bertindak dengan tepat dan benar dalam mengambil keputusan terutama berkaitan keputusan hukum sekalipun dapat juga diberlakukan memutuskan penilaian perilaku dan karakter yang lazimnya digunakan untuk seorang bawahan. Allah menunjuk kepada kebenaran dari hidup  keagamaan, yang harus lebih benar dari ahli Taurat dan orang Farisi  [Mat 5:20]. Hiduplah menurut kasih karunia yang Allah limpahkan untuk  melayani sesama tanpa melihat status orang yang akan dilayani.
2.       Mencintai kesetiaan (kemurahan/ kebaikan). Kesetiaan yang diinginkan oleh Allah dari umat-Nya adalah kesetiaan kepada Allah dalam situasi dan kondisi apapun. Tidak meninggalkan Tuhan ketika hidup dalam kemewahan dan hanya berseru minta tolong ketika mengalami kesengsaraan.
3.       Hidup dengan rendah hati. Banyak di antara umat Tuhan yang menyimpan  kesombongan di dalam hati, bahkan dalam hidup mereka sehari-hari. Mereka menyombongkan apa yang mereka miliki tanpa menyadari bahwa itu adalah pemberian dari Tuhan. Bahkan kepada Allah sendiri mereka mau menggunakan hartanya untuk menyogok Allah agar dosa-dosanya diampuni. Untuk itu, melalui Nabi Mikha, Allah menyampaikan bahwa persembahan yang diberikan kepada Tuhan itu tidak ada gunanya. Tuhan lebih menginginkan persembahan yang diberikan dari kerendahan hati dan ketulusan tanpa melihat besar kecilnya persembahan yang dia berikan.

III.          Aplikasi
ü  Kesalahan terbesar umat pilihan Allah adalah sering melupakan Tuhan ketika mereka telah beroleh kemakmuran dan melupakan perkara besar yang Tuhan adakan bagi mereka. Untuk itu nabi Mikha menegur dan mengingatkan mereka akan apa yang Tuhan inginkan untuk mereka lakukan, yaitu hidup dalam penyembahan yang benar kepada Tuhan dan hidup damai serta mengasihi sesamanya seperti mengasihi dirinya sendiri. Sehingga ibadah mereka tidak hanya ibadah rutinitas atau hanya kebiasaan semata, namun merupakan wujudnyata iman mereka.
ü  Ibadah memang sangat penting, namun yang paling penting adalah kita harus mengerti dari esensi ibadah itu sendiri.  Kita harus tahu apa yang akan kita capai dalam ibadah itu, yaitu berkenan kepada Allah (Mikha 6:8). Ibadah tidak dibatasi oleh persembahan yang banyak dan melimpah. Namun ibadah adalah mempersembahkan segenap hati, pikiran, tubuh dan waktu untuk memuji Tuhan dengan kesungguhan.
ü  Tiga hal yang Tuhan inginkan dari kita melalui nats ini adalah mencintai keadilan, hidup dalam kesetiaan dan memiliki kerendahan hati.
1.       Berlaku adil. Persoalan yang dihadapi Mikha adalah sulitnya menemukan keadilan di tengah-tengah umat Tuhan. Pemerintah bahkan tokoh agama bukannya berusaha menegakkan keadilan demi kebahagiaan rakyatnya, mereka malah menginjak-injak keadilan itu demi kepentingan mereka sendiri yang membuat mereka menjadi orang-orang tamak dan serakah. Untuk itu kita sebagai orang yang sudah ditebus dengan darah yang mahal harus mampu menegakkan keadilan dan kebenaran. Menggunakan keadilan untuk membela yang benar tanpa memandang status hidup dan latar belakang sesama kita. Sama seperti Yesus yang selalu menengakkan kebenaran dan keadilan dalam pelayanan-Nya.
2.       Kesetiaan adalah  berpegang teguh pada janji dan pendirian, patuh dan taat bagaimanapun berat tugas yang harus dijalankannya. Dalam perjanjian baru, kata "setia" memiliki 3 makna yang berbeda, yaitu dapat dipercaya;taat menjalankan perintah; dan orang yang percaya, (Am. 19:22). Yang setia kepada Allah akan mendapat tempat dalam kebahagiaan tuannya (Mat. 25:23).
3.       Pandangan Kristen tentang kerendahhatian sangat jelas. Yang menjadi dasar sikap rendah hati dalam pandangan Kristen adalah diri Kristus sendiri mulai dari kerendahan dalam kelahiranNya di kandang domba, kerendahan dalam sikap sehari-hari di masa hidupNya dan akhirnya kerendahan dalam pengorbananNya di Kayu Salib. Kerendahan hati haruslah menjadi kareakter setiap orang yang tpercaya kepada Yesus (Mat 23: 11-12; Yak 4: 10).
ü  Ketiganya tentu merupakan buah dari Kasih. Tanpa kasih yang benar, maka ketiga hal ini mustahil kita miliki. Ibadah sejati adalah penerapan kasih yang benar melalui cinta keadilan, hidup setia kepada Tuhan dan manusia dan memiliki kerendahan hati yang Yesus ajarkan. Maka yakinlah ketika kasih kita menghasilkan ketika buah itu, maka Tuhan akan semakin menyatakan janji kebenaran-Nya kepada kita dan nyatalah bahwa kita adalah jemaat pilihan Tuhan yang akan senantiasa dikasihinya. Amin.


C.Pdt. Polma Hutasoit, S.Th

Tidak ada komentar:

Posting Komentar