KERANGKA SERMON EVANGELIUM MINGGU 2 Februari 2014
MINGGU
IV
SETELAH EPIPHANIAS
Ev : Mikha 6 : 1 – 8 Ep : 1 Korintus 1 : 18 – 31
Adil, Setia dan Rendah Hati
I.
Pendahuluan
Mikha hidup sekitar
abad ke-8 SM yaitu pada zaman raja Uzia, Yotam, Ahaz dan Hizkia. Mikha berasal
dari sebuah desa di Yehuda, di kerajaan selatan yaitu dari daerah Moresyet,
dekat Gat (1:14), Mikha sezaman dengan Yesaya (Yes 1:1). Mikha lebih
banyak menyoroti isu sosial-keagamaan, sedangkan Yesaya lebih berperan langsung
dalam hal politik (2Raj 19-20; Yes 39). Sebagian
besar hubungan Yesaya adalah dengan penduduk dan kegiatan kota, sedangkan Mikha
menyaksikan perkara-perkara yang terjadi diantara orang dusun, rakyat Yehuda
yang tertindas.
Allah mengutus Mikha di tengah umat-Nya untuk memperingatkan
bangsa itu akan segala dosa Yehuda. Pada masa itu terjadi pergolakan
politis dan kerusuhan sosial. Kekacauan di dalam sistem sosial, di mana
pedagang/ pengusaha menguasai petani, hal ini semakin diperparah
dengan dukungan raja terhadap kaum pedagang/ pengusaha, sehingga terjadi ketimpangan
ekonomi. Di sisi lain, dalam bidang agama, para penyembah, imam dan
rakyat Yehuda menipu Allah dengan kepalsuan dalam peribadatan mereka. Dalam
kitab Mikha ada tiga bagian penekanan atau fokus penyampaiannya yaitu Hukuman,
Harapan, dan Janji. Mikha menyampaikan hukuman yang akan dijatuhi Allah
kepada Israel dan Yehuda karena ketidakberesan kehidupan mereka, ketidakadilan,
dan kemunafikan dalam ibadah mereka.
II.
Penjelasan Nats
Ø Allah Adalah Penolong dan
Pembebas bagi Umat-Nya
Kata ‘Bangkitlah’ artinya bangkit/berdiri, dari posisi duduk kemudian berdiri.
Seperti ketika seorang raja memasuki ruangan, maka setiap orang yang duduk
di dalam ruangan akan bangkit
berdiri. Mikha mengajak umat Yehuda untuk
bangkit dari keterpurukan mereka
karena Allah telah hadir di tengah-tengah
mereka. ‘Lancarkanlah pengaduan di antara gunung-gunung’. Pada
bagian ini Mikha memerintahkan umat Yehuda untuk menyampaikan pengaduannya, keluh kesahnya dan penderitaan yang
mereka alami kepada TUHAN. TUHAN,
Umat-Nya, Mikha (sebagai nabi-Nya) sedang mengadakan sidang terkait dengan
kondisi kehidupan umat-Nya. Gunung-gunung maupun bukit-bukit biasanya gambaran kehadiran Allah dan tempat Allah
berdiri. Allah berdiri di atas gunung, Allah
menginjakkan kakinya di atas bukit. Pada ayat 1 ini, Allah memberikan
kesempatan kepada bangsa Yehuda untuk bangkit
dan menyampaikan pengaduan mereka kepada-Nya.
Pada ayat kedua,
Allah menyatakan pengaduannya kepada
umat-Nya. Sama halnya dengan ayat pertama, di dalam ayat yang kedua ini
juga nabi Mikha mengikutsertakan gunung-gunung dalam tulisan yang ia
sampaikan.
Sebegitu dalamnya keinginan Allah untuk menyampaikan
perkaranya kepada Israel sehingga gunung-gunung diajak untuk mendengarkan pengaduan-Nya
terhadap Israel. “Demikian tajamnya perasaan TUHAN dalam hal ini, sehingga Ia ingin gunung-gunung akan
mengumandangkan suara-Nya pada waktu Ia memanggil umat-Nya untuk menyaksikan
apakah mereka punya pengaduan terhadap diri-Nya.” TUHAN juga memiliki “tuntutan
hukum” kepada Israel umat-Nya. “..dan Ia berperkara dengan Israel”, kata ‘berperkara’ artinya mengadili/memeriksa. TUHAN menuntut Israel
akan perlakuan mereka terhadap kasih setia yang diberikan TUHAN di dalam
kehidupan mereka.
Kata ‘Umat-Ku” dari kata Ibrani artinya umat, jemaat. Umat-Ku
artinya milik kepunyaan sendiri. Allah meminta jawaban dari umat
kepunyaan-Nya sendiri mengenai perlakuan atau tindakan Israel yang berubah menjadi tidak setia kepada-Nya. “Mereka memperlakukan TUHAN seolah-olah Dia berlaku
lalim terhadap mereka. Tapi mereka tidak dapat menyebutkan suatu
kesalahan pun yang dilakukan-Nya terhadap mereka.” Apakah TUHAN dengan kesetiaan-Nya kepada umat-Nya pernah memberatkan mereka
dengan segala hukum-hukum-Nya?
“Dengan
apakah engkau kulelahkan?” Apakah TUHAN
pernah menyibukkan mereka dengan hal yang tidak benar, apakah TUHAN pernah
menguras tenaga mereka dengan kesia-siaan. Justru Allah memberikan mereka
kasih karunia dengan setia turun-temurun. “Sebab
Aku telah menuntun engkau keluar dari tanah Mesir dan telah membebaskan
engkau dari rumah perbudakan dan telah mengutus Musa dan Harun dan
Miryam sebagai penganjurmu.”
Nenek moyang Israel keluar dari tanah Mesir dengan pimpinan
TUHAN. Allah melepaskan mereka dari rumah perbudakan. Di Mesir
mereka dijajah sebagai kaum budak, kaum yang setiap saat mendapat aniaya dari orang Mesir,
namun dengan kasih karunia, Allah membebaskan mereka. Musa dan Harun diutus-Nya sebagai
pengantara mereka dengan Allah. Allah menebus umat-Nya dengan kuasa yang
diacungkan kepada Mesir.
Bileam Bin Beor nabi Allah. Kisahnya ditulis di dalam
Bilangan pasal 23-24 ketika itu Umat Israel telah keluar dari Mesir dan masuk
ke tanah Kanaan. Adapun Balak raja Moab meminta Bileam untuk mengutuk
Israel. Tiga kali Balak meminta Bileam untuk menyerapah Israel, tiga kali
pula Bileam mengucapkan berkat kepada Israel. Penekanan utama dalam kisah
ini adalah bahwa TUHAN Allah Israel tidak pernah menyerapah umat-Nya sendiri
untuk mengalami kemalangan. Betapa indahnya jika umat Israel terus mengingat akan kemurahan Tuhan perjalanan sejarah masa
lalu.
Nabi Mikha menyuarakan agar manusia sadar
untuk memulihkan hubungan dengan Allah. Dengan
apakah Israel akan kembali dan mengaku dosanya atau mereka akan kembali dengan
korban-korban mereka. Apakah dengan korban-korban bakaran semuanya akan
beres dan hubungan kembali membaik antara TUHAN dengan umat-Nya. Dengan
apakah aku akan pergi menghadap TUHAN dan tunduk menyembah kepada Allah di
tempat tinggi? Akan pergikah aku menghadap Dia dengan korban bakaran, dengan
anak lembu berumur setahun?
Ø Allah Tidak Berkenan kepada Ibadah Palsu yang Penuh
Kepura-puraan
Ayat 6-8 Menjelaskan tentang kritik Mikha
terhadap kehidupan keagamaan yang dilakukan dengan rutinitas dan kepura-puraan
yaitu ibadah yang diselewengkan (1:7; 3:5–7) dan ketidakdilan (2:1–2, 8–9). Kebrobokan dari
sisi keagamaan mencakup penyembahan kepada dewa-dewa kafir (2Raj 16:4; 2Taw
28:23, 25). Ibadah di Bait Allah pun sempat dihentikan (2Taw 28:24).
Kesenjangan sosial terjadi di mana-mana. Orang-orang kaya menggunakan cara-cara
yang tidak jujur dalam mengejar kekayaan (6:10-11). Semangat materialisme ini
bahkan meracuni para pemimpin agama, sehingga mereka rela menjual kebenaran
demi uang (3:5, 7, 11). Pendeknya, semua lapisan masyarakat sudah sedemikian
berdosa dan tidak ada yang bisa dipercayai (7:2-6). Bangsa Yehuda berpikir
bahwa cara untuk meredakan kemarahan TUHAN adalah dengan memberikan persembahan
yang banyak kepada-Nya. Konsep berpikir seperti ini menyiratkan bahwa mereka
sudah terpengaruh oleh ibadah kafir. Oleh karena itu Mikha
menyuarakan bahwa percuma saja memberikan korban bakaran, dengan anak lembu berumur
satu tahun, ribuan domba jantan, puluhan ribu minyak curahan dan bahkan anak
sulung buah kandung sendiripun tidak berguna kalau tidak berlaku adil,
mencintai kesetiaan, hidup dengan rendah hati di hadapan Allah. Jadi, pesan
yang ingin disampaikan melalui teks ini adalah agar umat Tuhan “rendah hati,
ketaatan lebih penting daripada persembahan” (1Sam 15:22). Ajaran ini sekaligus
mengingatkan bangsa Yehuda tentang kewajiban hidup berlaku adil, mencintai
kesetiaan, hidup dengan rendah hati di hadapan Allah dan takut kepada TUHAN (Ul
10:12-13).
Ø Tuntutan Tuhan Kepada Umat-Nya
Tiga
hal yang Allah inginkan dari umatNya:
1.
Berlaku adil/ benar. Adil berarti senantiasa bertindak dengan tepat dan benar dalam mengambil
keputusan terutama berkaitan keputusan hukum sekalipun dapat juga diberlakukan
memutuskan penilaian perilaku dan karakter yang lazimnya digunakan untuk
seorang bawahan. Allah
menunjuk kepada kebenaran dari hidup keagamaan, yang harus lebih benar dari ahli Taurat dan orang Farisi [Mat 5:20].
Hiduplah menurut kasih karunia yang Allah limpahkan untuk melayani sesama tanpa melihat status orang yang akan dilayani.
2.
Mencintai kesetiaan (kemurahan/ kebaikan). Kesetiaan yang diinginkan oleh Allah dari umat-Nya adalah kesetiaan
kepada Allah dalam situasi dan kondisi apapun. Tidak meninggalkan Tuhan ketika
hidup dalam kemewahan dan hanya berseru minta tolong ketika mengalami
kesengsaraan.
3.
Hidup dengan rendah hati. Banyak
di antara umat Tuhan yang
menyimpan kesombongan
di dalam hati, bahkan dalam hidup mereka
sehari-hari. Mereka menyombongkan apa yang mereka miliki tanpa menyadari bahwa
itu adalah pemberian dari Tuhan. Bahkan kepada Allah
sendiri mereka mau menggunakan hartanya untuk menyogok Allah agar dosa-dosanya
diampuni. Untuk itu, melalui Nabi Mikha, Allah menyampaikan bahwa persembahan
yang diberikan kepada Tuhan itu tidak ada gunanya. Tuhan lebih menginginkan
persembahan yang diberikan dari kerendahan hati dan ketulusan tanpa melihat
besar kecilnya persembahan yang dia berikan.
III.
Aplikasi
ü Kesalahan
terbesar umat pilihan Allah adalah sering melupakan Tuhan ketika mereka telah
beroleh kemakmuran dan melupakan perkara besar yang Tuhan adakan bagi mereka.
Untuk itu nabi Mikha menegur dan mengingatkan mereka akan apa yang Tuhan
inginkan untuk mereka lakukan, yaitu hidup dalam penyembahan yang benar kepada
Tuhan dan hidup damai serta mengasihi sesamanya seperti mengasihi dirinya
sendiri. Sehingga ibadah mereka tidak hanya ibadah rutinitas atau hanya
kebiasaan semata, namun merupakan wujudnyata iman mereka.
ü Ibadah memang sangat penting, namun yang
paling penting adalah kita harus mengerti dari esensi ibadah itu sendiri.
Kita harus tahu apa yang akan kita capai dalam ibadah itu, yaitu berkenan
kepada Allah (Mikha 6:8). Ibadah tidak dibatasi oleh persembahan
yang banyak dan melimpah. Namun ibadah adalah mempersembahkan segenap hati,
pikiran, tubuh dan waktu untuk memuji Tuhan dengan kesungguhan.
ü Tiga hal yang Tuhan inginkan dari kita
melalui nats ini adalah mencintai keadilan, hidup dalam kesetiaan dan memiliki
kerendahan hati.
1. Berlaku adil. Persoalan yang
dihadapi Mikha adalah sulitnya menemukan keadilan di tengah-tengah umat Tuhan.
Pemerintah bahkan tokoh agama bukannya berusaha menegakkan keadilan demi
kebahagiaan rakyatnya, mereka malah menginjak-injak keadilan itu demi kepentingan
mereka sendiri yang membuat mereka menjadi orang-orang tamak dan serakah. Untuk
itu kita sebagai orang yang sudah ditebus dengan darah yang mahal harus mampu
menegakkan keadilan dan kebenaran. Menggunakan keadilan untuk membela yang
benar tanpa memandang status hidup dan latar belakang sesama kita. Sama seperti
Yesus yang selalu menengakkan kebenaran dan keadilan dalam pelayanan-Nya.
2. Kesetiaan adalah berpegang teguh pada janji dan pendirian, patuh dan taat bagaimanapun berat tugas yang harus dijalankannya. Dalam perjanjian baru, kata "setia" memiliki 3 makna
yang berbeda, yaitu dapat
dipercaya;taat menjalankan perintah; dan orang yang percaya, (Am. 19:22). Yang
setia kepada Allah akan mendapat tempat dalam kebahagiaan tuannya (Mat. 25:23).
3. Pandangan Kristen tentang kerendahhatian sangat jelas. Yang
menjadi dasar sikap rendah hati dalam pandangan Kristen adalah diri Kristus
sendiri mulai dari kerendahan dalam kelahiranNya di kandang domba, kerendahan
dalam sikap sehari-hari di masa hidupNya dan akhirnya kerendahan dalam
pengorbananNya di Kayu Salib. Kerendahan hati haruslah menjadi kareakter setiap orang yang
tpercaya kepada Yesus (Mat 23: 11-12; Yak 4: 10).
ü Ketiganya tentu merupakan buah dari Kasih.
Tanpa kasih yang benar, maka ketiga hal ini mustahil kita miliki. Ibadah sejati
adalah penerapan kasih yang benar melalui cinta keadilan, hidup setia kepada
Tuhan dan manusia dan memiliki kerendahan hati yang Yesus ajarkan. Maka
yakinlah ketika kasih kita menghasilkan ketika buah itu, maka Tuhan akan semakin
menyatakan janji kebenaran-Nya kepada kita dan nyatalah bahwa kita adalah
jemaat pilihan Tuhan yang akan senantiasa dikasihinya. Amin.
C.Pdt. Polma Hutasoit, S.Th
Tidak ada komentar:
Posting Komentar