Kamis, 30 Juli 2015

Kisah Rasul 7 : 54 – 60, "Tuhan Membangkitkan Kita dari Keterpurukan"

KERANGKA  SERMON EVANGELIUM MINGGU 18 Mei  2014
MINGGU KANTATE (Nyanyikanlah Nyanyian Baru bagi Tuhan)
Ev : Kisah Rasul 7 : 54 – 60         Ep : Mazmur 31 : 2 6 + 16 – 17       S. Patik : Roma 12 : 11 – 12
Tuhan Membangkitkan Kita dari Keterpurukan

I.               Pendahuluan
Sama halnya dengan Injil Lukas, Kitab Kisah Para Rasul juga adalah tulisan dari Lukas. Dalam Injil Lukas dituliskan apa yang dikerjakan, diajarkan dan dijanjikan Yesus kepada murid-murid-Nya, sementara dalam Kisah Rasul ini, Lukas menuliskan bagaimana dan apa yang terjadi setelah Yesus terangkat ke sorga. Ketika Yesus naik ke sorga, instruksi terakhir yang Ia katakan kepada para murid-Nya adalah menunggu di Yerusalem hingga mereka dibaptiskan dengan Roh Kudus (1:4-5). Sesuai dengan janji-Nya, Yesus mengutus Roh Kudus untuk para murid-Nya, sehingga kuasa Roh Kuduslah yang bekerja melalui para murid Yesus dan jemaat mula-mula untuk menyebarkan kabar keselamatan kepada segala bangsa. Kisah rasul mengisahkan perpaduan tindakan ilahi dengan tindakan manusia. Seluruh pengikut Kristus berjuang untuk menjelajah seluruh negeri itu sambil memberitakan Injil (8:4). Para diaken seperti Stefanus, Filipus, Prokhorus, Nikanor, Timon, Parmenas dan Nikolau menjadi perkasa dalam memberitakan Injil karena Roh Kudus yang memampukan mereka. Bahkan Stefanus  yang penuh dengan karunia dan kuasa, mengadakan mujizat-mujizat dan tanda-tanda di antara orang banyak (6:8). Akan tetapi iblis tidak tinggal diam ketika melihat Yesus semakin dipermuliakan. Maka iblis memakai orang-orang yang tidak percaya kepada Kristus untuk saling menghasut dan mengatakan bahwa Stefanus telah mengucapkan kata-kata yang menghujat Musa dan Allah (6:11). Akibatnya  mereka menyergap Stefanus, menyeretnya dan membawanya ke hadapan Mahkamah Agama untuk diadili. Di hadapan imam besar Stefanus diadili, namun dengan tenang Stefanus menjawab pertanyaan Imam Besar. Dia memberikan pembelaan untuk dirinya sendiri terkait dengan pelayanan yang dia lakukan. Dalam pembelaannya ini, Stefanus membuktikan iman dan kesetiaan kepada Tuhan. Dia sama sekali tidak memiliki rasa takut karena dia yakin ada Tuhan Yesus yang akan memampukannya, sehingga setiap rangkaian kata yang dia ucapkan dapat disampaikan dengan baik di hadapan anggota Mahkamah Agama itu karena dia penuh dengan Roh Kudus.

II.            Penjelasan Nats
Ø  Tantangan Bagi Orang yang Hidup Jujur (ay. 54-55)
Stefanus berdiri di hadapan majelis pengadilan. Di sebuah ruang yang besar dan megah, kemungkinan besar dekat bait di Yerusalem, 71 pria duduk membentuk setengah lingkaran besar. Majelis pengadilan itu, seorang Imam Besar (7:1) bersidang hari ini untuk menghakimi Stefanus. Para hakimnya adalah tokoh-tokoh yang berkuasa dan berpengaruh, yang kebanyakan tidak suka dengan murid Yesus ini. Dalam pembelaan atas dirinya, Stefanus sama sekali tidak berkeinginan hanya sekedar membela diri atas apa yang dia lakukan untuk Tuhan, namun sekaligus dia memberitakan firman Tuhan serta menegur dosa-dosa mereka. Dalam pembelaannya, Stefanus menceritakan sejarah bangsa Israel dan sejarah kelam bangsa itu yang selalu memberontak kepada Allah, membunuh utusan Allah bahkan Orang Benar (si Partigor) dan Stefanus adalah salah satu dari orang benar yang akan menghadapi siksaan dan aniaya yang sama. Akibatnya, “Ketika anggota-anggota Mahkamah Agama itu mendengar semuanya itu, sangat tertusuk hati mereka. Maka mereka menyambutnya dengan gertakan gigi.” Mendengar kebenaran yang tak dapat disangkal dalam kata-kata Stefanus, kemarahan hakim-hakim itu pun meluap. ‘Tertusuk hati mereka’ menandakan kemarahan yang sangat. Mereka begitu marah atas perkataan yang keluar dari mulut Stefanus, terutama ketika Stefanus menegur dosa-dosa mereka. Tentu sebagai para tokoh agama, mereka tidak mau menerima bahwa mereka orang yang berdosa karena mereka selalu menganggap diri mereka sebagai orang yang paling benar di hadapan Allah. Saking meluapnya kemarahan mereka, sampai-sampai mereka menggertakkan gigi mereka mendengar pengakuan Stefanus.
Stefanus yang setia itu pasti menyadari bahwa ia, sama seperti Tuannya, Yesus, tidak akan mendapat belas kasihan. Stefanus membutuhkan keberanian untuk menghadapi apa yang akan segera terjadi. Namun ia penuh dengan Roh Kudus. Ini berarti ia dikuasai dan dipimpin sepenuhnya oleh Roh Kudus. Dan ia pasti sangat dikuatkan oleh penglihatan yang pada waktu itu dikaruniakan dengan baik hati oleh Kristus kepadanya. Stefanus menatap ke langit dan melihat kemuliaan Allah. Dia melihat Yesus berdiri di sebelah kanan Allah. Pada umumnya Alkitab mencatat bahwa Yesus duduk di sebelah kanan Bapa-Nya. Namun kali ini Stefanus melihat bahwa Yesus telah berdiri di sebelah kanan Allah untuk menyambutnya di Kerajaan-Nya. Penglihatan ini hanya terlihat oleh Stefanus. Andaikata semua orang Yahudi itu juga bisa melihatnya, mereka pasti tidak berani membunuh Stefanus.

Ø  Iblis Akan Menutup Telinga Orang Berdosa Terhadap Kebenaran (ay. 56-58)
Yesus yang dimusuhi dan dibunuh itu telah ada di surga di tempat yang paling terhormat yaitu di sebelah kanan Allah. Kedudukan di sebelah kanan Allah menunjukkan kedudukan yang paling terhormat. Dalam keadaan yang berbahaya seperti itu Stefanus tetap berani memberitakan penglihatan tentang Yesus. Ini benar-benar luar biasa, sama halnya dengan yang Paulus katakan dalam 2 Tim. 4:2, "Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran.
Mendengar perkataan Stefanus, kemarahan mereka semakin memuncak, bahkan mereka berteriak-teriak sambil menutup telinga mereka sembari menyerbu, menyeret dan merajam Stefanus. Ini mereka lakukan karena mereka menganggap kata-kata Stefanus sebagai hujatan dan mereka tidak mau mendengar hujatan itu lebih banyak lagi. Hukum Taurat memang mengatakan bahwa seorang penghujat harus dihukum mati dengan dirajam (Im 24:10-16,23 bdk. Yoh 10:31-33). Tetapi pada saat itu orang Yahudi ada dibawah kekuasaan Romawi sehingga sebetulnya Imam Besar/ Mahkamah Agama itu tidak berhak membunuh/ menghukum mati seseorang (Yoh 18:31). Tetapi saking marahnya, mereka mengabaikan semua ini.
Sembari mereka melempari Stefanus, saksi-saksi meletakkan jubah mereka di depan kaki seorang muda bernama Saulus. ‘Saksi-saksi’ ini adalah saksi-saksi palsu seperti dalam Kisah Rasul 6:13. Menurut Ulangan 17:7, pada saat merajam, maka para saksilah yang harus melempar batu pertama kali.

Ø  Hidup Bersumber dari Kristus, Maka Mati juga Harus dalam Kristus (ay. 59-60)
Stefanus sama sekali tidak menunjukkan kegelisahan, ketakutan dan keraguan dalam mempertahankan iman percayanya. Stefanus tetap tenang, sekalipun ia menghadapi kematian yang mengerikan. Bahkan dia lebih rela kehilangan nyawanya daripada kehilangan imannya. Meskipun dalam kesakitan saat dirajam, dia tetap menyempatkan diri untuk berdoa kepada Tuhan. Stefanus menujukan doanya kepada Yesus (7:59) dan saat itu ia dipenuhi Roh Kudus sehingga jelas bahwa tindakannya itu dipimpin oleh Roh Kudus. Dengan iman Stefanus mengucapkan, “"Ya Tuhan Yesus, terimalah rohku”. Mengapa Stefanus bisa tetap tenang sekalipun ia menghadapi kematian yang mengerikan, sedangkan banyak orang lain menghadapi kematian yang ‘tenang’ tetapi mereka menghadapinya dengan takut/ gelisah? Karena tahu bahwa Tuhanlah pemilik hidupnya, sehingga dengan yakin dia menyampaikan rohnya ke tangan Tuhan. Sebuah iman yang luar biasa dari Stefanus adalah dia mau menjadi martir[1]. Stefanus mempraktekkan Mat 5:44 dengan berdoa bagi musuh-musuhnya (ay. 60). Dan doa ini ternyata sangat besar kuasanya karena akhirnya Saulus bertobat dan bahkan menjadi rasul yang luar biasa dipakai Tuhan. Bahkan dalam kesaksian dan ajarannya, Paulus mengambil prinsip bahwa, “Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan” (Flp. 1:21). Mungkin Stefanus sendiri tidak pernah mengira bahwa doanya akan menghasilkan sesuatu yang begitu hebat. “Memang Allah bisa mengabulkan jauh lebih banyak daripada yang kita doakan (Ef 3:20)”.
Stefanus ingat akan tindakan dan kata-kata Yesus pada saat ia mengalami rasa sakit dan hampir mati seperti Yesus yang lebih dulu merasakannya. Jelas bahwa ia bisa melakukan semua itu karena ia banyak mempelajari dan merenungkan Firman Tuhan. Memang pada jaman Stefanus keempat kitab Injil belum ada, tetapi jelas bahwa rasul-rasul dalam pengajarannya banyak menceritakan tindakan dan kata-kata Yesus, khususnya di sekitar penderitaan dan salib. Dan Stefanus mendengar semua ini dari pengajaran Firman Tuhan dari rasul-rasul, sehingga dia juga menguti perkataan Yesus saat menghadapi kematian. “Sambil berlutut ia berseru dengan suara nyaring: “Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka!”. Dengan tegas Stefanus masih mampu mengucapkan doa pengampunan atas perbuatan mereka kepadanya.

III.          Aplikasi
Menjadi seorang pengikut Kristus bukan sebatas mengakui Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Seorang Kristen harus mampu mengambil komitmen, “Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah (Flp. 1:22)”. Buah yang dimaksud adalah buah dari iman, yaitu perbuatan yang baik dan menyenangkan Tuhan. Seorang yang sudah percaya Kristus harus menunjukkan buah pengakuan itu di dalam hidupnya. Agar kita bisa konsisten hidup seturut dengan kehendak Tuhan, mencerminkan Kristus, hidup kita harus dipenuhi dengan Roh Kudus. Kesetiaan Stefanus yang penuh dengan Roh Kudus menjadikan dia tetap setia pada Kristus sampai akhir hayatnya. Ada tiga hal yang patut kita teladani dalam diri Stefanus, yakni :
1.       Dalam pelayanannya, ia selalu di pimpin oleh Roh Kudus. Stefanus seorang yang baik, penuh dengan Roh dan memiliki hikmat Tuhan. Pelayanan apapun yang Tuhan sudah percayakan pada kita, marilah kita minta pimpinan Roh Kudus. Melayani bukan dengan kuat dan gagah kita, tapi dengan penyertaan Roh Kudus.
2.       Hidupnya yang dipimpin Roh Kudus menjadikan diri Stefanus hidup dalam Kebenaran. Roh Kudus memampukan kita untuk hidup dalam kebenaran. Tanpa tuntunan Roh Kudus, mustahil kita bisa setia dalam firman-Nya.
3.       Stefanus setia menderita sampai akhir, Roh Kudus memberikan kekuatan baginya tatkala ia mengalami penderitaan. Sekalipun ia harus mengalami tantangan, ia harus dianiaya oleh Saulus dan para antikristus. namun ia tetap menderita dengan sukarela, ia menderita dengan penuh kemenangan. Kita juga yang pasti memiliki banyak tantangan hidup dan pelayanan, untuk itu firman Tuhan katakan, “Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan. Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa (Rom. 12:11-12).”
Seorang yang benar-benar pengikut Kristus haruslah punya identitas ciri khas, yaitu hidup Setia, taat dan berkomitmen untuk Tuhan serta memprioritaskan Tuhan dalam hidupnya. Orang Kristen yang adalah pengikut Kristus harus selalu meminta pertolongan kepada Tuhan dan memiliki pengharapan yang hidup kepada Tuhan. Sama halnya dengan Stefanus yang meminta kekuatan kepada Tuhan dalam doanya. Setiap orang yang mampu melakukan ajaran Kristus, maka janji Tuhan, “Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya (Mat. 21:22)” “Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya (Yoh. 15:7)”.  Nyatalah kiranya janji itu bagi kita. Tuhan Yesus memberkati. Amin.

C.Pdt. Polma Hutasoit, S.Th



[1] Martir (martyr) merupakan sebuah kata yang berasal dari Bahasa Yunani, artinya "saksi" atau "orang yang memberikan kesaksian". Kata ini umumnya dipakai untuk orang-orang yang berkorban, seringkali sampai mati, demi kepercayaannya. "Martir" adalah seseorang yang berani berjuang hingga mati demi membela iman dan kepercayaannya terhadap Yesus Kristus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar