Kamis, 30 Juli 2015

Daniel 3 : 13 – 18, "Hanya Kepada Allah Saja Kami Menyembah"

KERANGKA  SERMON EVANGELIUM MINGGU 1 September 2013
MINGGU XIV SETELAH TRINITATIS (Ketritunggalan Allah/ Hasitolusadaon ni TUHAN)
Hanya Kepada Allah Saja Kami Menyembah
Ev : Daniel 3 : 13 – 18           Ep : Kisah Rasul 17 : 22 – 28           SP : Keluaran 20 : 4 – 5a

I.                Pendahuluan
Daniel 3:13-18 merupakan sebuah kisah 3 anak muda Yehuda yang diangkat menjadi pejabat tinggi dalam kerajaan Babel. Mereka adalah Hananya (Sadrakh), Misael (Mesakh), Azarya (Abednego). Mereka bertiga adalah sahabat dari Daniel. Daniel sendiri diangkat raja menjadi penguasa atas seluruh wilayah Babel dan menjadi kepala semua orang bijaksana di Babel. Atas permintaan Daniel, raja menyerahkan pemerintahan wilayah Babel itu kepada Sadrakh, Mesakh dan Abednego, sedang Daniel sendiri tinggal di istana raja (2:48-49). Baik Daniel maupun ketiga sahabatnya adalah orang yang benar di hadapan Tuhan. Nats ini menggambarkan sebuah pernyataan iman yang luar biasa yang keluar dari mulut ketiga anak Tuhan yang begitu setia kepada Allahnya yang dinyatakan di hadapan seorang penguasa. Sikap dan prinsip mereka merupakan suatu tindakan yang tidak hanya mengancam kelangsungan karir mereka sebagai pejabat kerajaan, namun juga mengancam nyawa mereka. Konteks dalam nats ini adalah raja Nabukadnezar memberi perintah agar setiap orang dalam kerajaannya harus sujud menyembah patung emas buatannya yang tingginya 60 hasta dan lebarnya 6 hasta yang didirikan di dataran Dura wilayah Babel (3:1). Hal ini dilakukan atas usul dari para pejabat lain (orang Babel) kepada raja yang iri melihat kesuksesan ketiga orang yang tetap setia kepada Tuhan Allah. Ternyata ketiga anak muda itu tidak melakukan titah raja tersebut, mereka tetap menyembah Tuhan mereka meskipun mereka tahu resiko yang harus mereka hadapi. Iman mereka kepada Tuhan mampu mengalahkan rasa takut mereka kepada raja.

II.             Penjelasan Nats
Ø  Iblis Punya Banyak Cara Untuk Menguji Iman Kita
Para pejabat kerajaan yang memiliki posisi yang sama dengan Sadrakh, Mesakh dan Abednego sangat benci dan iri kepada mereka karena mereka jauh lebih pandai dalam menjalankan tugas, sehingga timbul niat untuk menggulingkan ketiga orang tersebut. Namun meskipun segala cara telah mereka lakukan untuk mencari kekurangan dan kesalahan ketiga orang itu, mereka tetap tidak mampu. Akan tetapi, ketika mereka mendapati bahwa Sadrakh, Mesakh dan Abednego tetap beribadah kepada Allah mereka, orang Babel itu bersukacita karena mereka telah menemukan kesalahan ketiga orang itu. “Kesempatan emas” ini tidak mereka sia-siakan. Mereka bekerjasama dan bersatu untuk membuat tuntutan kepada raja sebagai bukti bahwa Sadrakh, Mesakh dan Abednego telah melakukan kesalahan kepada raja. Mereka langsung melaporkan perbuatan ketiga anak muda itu kepada raja dan membawa 3 tuntutan kepada raja. Pertama, Ketiga orang itu tidak menghormati raja. Kedua, Tidak berbakti kepada dewa yang disembah oleh raja. Ketiga, tidak menyembah patung yang didirikan raja (ay. 12). Ketiga tuntutan ini adalah pelanggaran atas kedaulatan dan wibawa raja. Ini sama dengan penghianatan kepada raja dan raja harus menjalankan hukuman yang telah ditetapkan kepada setiap orang yang melanggar perintahnya. Inilah ujian iman yang harus dihadapi oleh Sadrakh, Mesakh dan Abednego. Posisi mereka bagaikan domba yang dikelilingi oleh singa lapar yang siap untuk memangsa dan mencabik-cabik mereka.

Ø  Tuhan Memenangkan Yang Setia Kepada-Nya
Mendengar pengaduan itu, raja nabukadnezar sangat marah. Namun, jika kita perhatikan bahwa meskipun dia sangat marah besar atas pelanggaran Sadrakh, Mesakh dan Abednego, nampaknya raja Nabukadnezar sangat menyayangi ketiga orang itu dan tidak langsung menghukum mereka. Raja masih berharap mereka mau mengubah prinsip mereka dan mau menyembah patung pujaannya. Mungkin jika hanya pegawai biasa, mereka akan langsung dihukum tanpa ada kesempatan kedua untuk memperbaiki kesalahan. Terbukti dari perkataan raja, “Sekarang, jika kamu bersedia, demi kamu mendengar bunyi sangkakala, seruling, kecapi, rebab, gambus, serdam dan berbagai-bagai jenis bunyi-bunyian, sujudlah menyembah patung yang kubuat itu! Tetapi jika kamu tidak menyembah, kamu akan dicampakkan seketika itu juga ke dalam perapian yang menyala-nyala. Dan dewa manakah yang dapat melepaskan kamu dari dalam tanganku”. Namun Sadrakh, Mesakh dan Abednego tetap pada pendirian mereka dan dengan tegas mereka menolak permintaan raja. Dengan iman mereka mengatakan, “Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu dan dari tanganmu yang raja” (ay. 17). Inilah pengakuan iman yang berani dan tulus. Mereka tahu bahwa Allah mereka adalah Allah yang berkuasa yang tidak ada bandingannya dengan allah manapun di dunia ini. Mereka memiliki kepercayaan bahwa hanya Allahlah yang sanggup melepaskan mereka dari maut dan kematian (api yang menyala-nyala). Jika Allah berkehendak, maka apa yang Dia kehendaki pasti terjadi. Bagi Tuhan tidak ada yang mustahil (bd. Yer. 32:17&27; Luk. 1:37).
Tidak sampai disitu, mereka juga menunjukkan keteguhan iman mereka kepada Allah dengan mengatakan, “tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu” (ay.18). Pengakuan iman yang sangat luar biasa. Mereka sama sekali tidak memaksakan kehendak mereka kepada Tuhan, akan tetapi mereka justru berserah sepenuhnya kepada-Nya. Jika Allah mau menyelamatkan mereka, pasti mereka selamat. Jika pun tidak, mereka akan tetap beribadah kepada Allah dan menjaga kekudusan mereka di hadapan Tuhan dengan tidak menyembah berhala. Inilah tingkatan doa dan pengharapan yang luar biasa, yaitu membiarkan Tuhan yang berkehendak serta tidak memaksakan kehendak kita. Pada intinya, apa yang dilakukan oleh Sadrakh, Mesakh dan Abednego hampir mirip dengan doa dan permohonan Yesus di Taman Getsemani (Mat. 26:39). Mereka lebih memilih mati karena memperjuangkan iman daripada hidup dalam dosa. Hal senada juga diungkapkan oleh Paulus, “Sebab jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan”(Rom. 14:8).

III.          Aplikasi
ü  Berdasarkan sikap dan prinsip iman Sadrakh, Mesakh dan Abednego, ada 2 hal yang patut kita teladani. Pertama, jika Allah mau melepaskan mereka dari perapian yang menyala-nyala, maka Dia akan melakukannya. Ada penyerahan diri total kepada Tuhan dan keyakinan akan karya Tuhan dan mereka sama sekali tidak meragukan kemampuan Tuhan. Kedua, jika tidak, mereka tetap memegang iman mereka meskipun kematian itu menjemput mereka. Mereka meyakini mati karena iman kepada Allah lebih baik daripada hidup dengan menyembah berhala (buatan manusia). Kedua hal ini menunjukkan kualitas iman dalam situasi apapun, termasuk saat nyawa menjadi taruhannya. Melalui nats ini kita semakin mengerti dan memahami bahwa meskipun doa kita belum dijawab oleh Tuhan, kita harus tetap berpegang teguh pada-Nya. Sehingga kita tidak hanya bersyukur ketika doa kita langsung dijawab Tuhan, karena kita tahu bahwa rencana Tuhan itu sangat indah bagi kita meskipun kita belum mengetahui rencana apa saja yang akan Tuhan perlihatkan kepada kita.
ü  Sadrakh, Mesakh dan Abednego sungguh-sungguh mau mempertaruhkan nyawa mereka demi mempertahankan iman di hadapan Allah dan di hadapan manusia. Dalam hidup kita, banyak juga tantangan yang di buat oleh dunia ini untuk menguji ketulusan iman kita di hadapan Allah. Saat ini mungkin kita tidak lagi dituntut untuk menyembah allah lain berupa patung dan dewa-dewi. Namun saat ini masih banyak berhala-berhala lain yang kepadanya kita sering menggantungkan pengharapan kita. Berhala itu adalah, uang atau harta benda (materi), kedudukan, jabatan, pangkat, dukun dsb. Nats ini menuntun iman kita agar lebih tulus lagi untuk menyembah Tuhan, karena Tuhan tidak hanya menyelamatkan kita di dunia ini, akan tetapi Dia yang telah memberi kita keselamatan kekal.
ü  Sadrakh, Mesakh dan Abednego dan bahkan Daniel sendiri adalah orang minoritas di dalam kerajaan Nabukadnezar. Mereka minoritas karena mereka adalah orang Yehuda yang bekerja dalam kerajaan Babel. Dalam segi keagamaanpun mereka adalah minoritas. Ketika semua orang menyembah berhala, hanya mereka yang menyembah Allah nenek moyang mereka, yaitu Alllah Abraham, Ishak dan Yakub. Sudah dapat ditebak apa yang akan mereka alami, yaitu banyak orang yang tidak suka dan iri serta ingin segera menghancurkan karir mereka. Sama halnya dengan kita saat ini. Banyak tantangan yang dihadapi oleh gereja dan orang Kristen saat ini untuk mempertahankan iman dan kepercayannya. Yesus sendiri berpesan, “Tetapi waspadalah terhadap semua orang; karena ada yang akan menyerahkan kamu kepada majelis agama dan mereka akan menyesah kamu di rumah ibadatnya. Dan karena Aku, kamu akan digiring ke muka penguasa-penguasa dan raja-raja sebagai suatu kesaksian bagi mereka dan bagi orang-orang yang tidak mengenal Allah” (Mat. 10:17-18). Itulah tantangan yang harus dihadapi oleh pengikut Kristus. Tetapi tidak sampai disitu, kepada orang yang mau bertahan dalam imannya, Yesus berjanji, “Apabila mereka menyerahkan kamu, janganlah kamu kuatir akan bagaimana dan akan apa yang harus kamu katakan, karena semuanya itu akan dikaruniakan kepadamu pada saat itu juga. Karena bukan kamu yang berkata-kata, melainkan Roh Bapamu; Dia yang akan berkata-kata di dalam kamu” (Mat. 10:19-20). Tuhan tidak akan membiarkan kita sendirian dalam menghadapi tantangan hidup kita.
ü  Untuk itu, seperti prinsip Sadrakh, Mesakh dan Abednego yang tetap teguh dalam imannya, maka kita juga yang telah menerima anugrah keselamatan itu hendaklah bersama-sama mengatakan dalam tekad kita bahwa “Hanya Kepada Allah Saja Kami Menyembah”. Tuhan Yesus memberkati. Amin.


C.Pdt. Polma Hutasoit

Tidak ada komentar:

Posting Komentar