KERANGKA SERMON EVANGELIUM MINGGU 1
September 2013
MINGGU
XIV SETELAH TRINITATIS (Ketritunggalan Allah/ Hasitolusadaon ni TUHAN)
Hanya Kepada Allah Saja Kami
Menyembah
Ev : Daniel 3 : 13 – 18 Ep : Kisah Rasul 17 : 22 – 28 SP : Keluaran 20 : 4 – 5a
I.
Pendahuluan
Daniel 3:13-18 merupakan sebuah kisah 3 anak muda Yehuda yang diangkat
menjadi pejabat tinggi dalam kerajaan Babel. Mereka adalah Hananya (Sadrakh),
Misael (Mesakh), Azarya (Abednego). Mereka bertiga adalah sahabat dari Daniel.
Daniel sendiri diangkat raja menjadi penguasa atas seluruh wilayah
Babel dan menjadi kepala semua orang bijaksana di Babel. Atas permintaan
Daniel, raja menyerahkan pemerintahan wilayah Babel itu kepada Sadrakh, Mesakh
dan Abednego, sedang Daniel sendiri tinggal di istana raja (2:48-49). Baik Daniel maupun
ketiga sahabatnya adalah orang yang benar di hadapan Tuhan. Nats ini menggambarkan
sebuah pernyataan iman yang luar biasa yang keluar dari mulut ketiga anak Tuhan
yang begitu setia kepada Allahnya yang dinyatakan di hadapan seorang penguasa.
Sikap dan prinsip mereka merupakan suatu tindakan yang tidak hanya mengancam
kelangsungan karir mereka sebagai pejabat kerajaan, namun juga mengancam nyawa
mereka. Konteks dalam nats ini adalah raja Nabukadnezar memberi perintah agar
setiap orang dalam kerajaannya harus sujud menyembah patung emas buatannya yang
tingginya 60 hasta dan lebarnya 6 hasta yang didirikan di dataran Dura wilayah
Babel (3:1). Hal ini dilakukan atas usul dari para pejabat lain (orang Babel)
kepada raja yang iri melihat kesuksesan ketiga orang yang tetap setia kepada
Tuhan Allah. Ternyata ketiga anak muda itu tidak melakukan titah raja tersebut,
mereka tetap menyembah Tuhan mereka meskipun mereka tahu resiko yang harus
mereka hadapi. Iman mereka kepada Tuhan mampu mengalahkan rasa takut mereka
kepada raja.
II.
Penjelasan Nats
Ø Iblis
Punya Banyak Cara Untuk Menguji Iman Kita
Para pejabat
kerajaan yang memiliki posisi yang sama dengan Sadrakh, Mesakh dan Abednego
sangat benci dan iri kepada mereka karena mereka jauh lebih pandai dalam
menjalankan tugas, sehingga timbul niat untuk menggulingkan ketiga orang
tersebut. Namun meskipun segala cara telah mereka lakukan untuk mencari
kekurangan dan kesalahan ketiga orang itu, mereka tetap tidak mampu. Akan
tetapi, ketika mereka mendapati bahwa Sadrakh, Mesakh dan Abednego tetap
beribadah kepada Allah mereka, orang Babel itu bersukacita karena mereka telah
menemukan kesalahan ketiga orang itu. “Kesempatan emas” ini tidak mereka
sia-siakan. Mereka bekerjasama dan bersatu untuk membuat tuntutan kepada raja
sebagai bukti bahwa Sadrakh, Mesakh dan Abednego telah melakukan kesalahan
kepada raja. Mereka langsung melaporkan perbuatan ketiga anak muda itu kepada
raja dan membawa 3 tuntutan kepada raja. Pertama,
Ketiga orang itu tidak menghormati raja. Kedua, Tidak berbakti kepada dewa yang disembah oleh raja. Ketiga, tidak menyembah patung yang
didirikan raja (ay. 12). Ketiga tuntutan ini adalah pelanggaran atas kedaulatan
dan wibawa raja. Ini sama dengan penghianatan kepada raja dan raja harus
menjalankan hukuman yang telah ditetapkan kepada setiap orang yang melanggar
perintahnya. Inilah ujian iman yang harus dihadapi oleh Sadrakh, Mesakh dan
Abednego. Posisi mereka bagaikan domba yang dikelilingi oleh singa lapar yang
siap untuk memangsa dan mencabik-cabik mereka.
Ø Tuhan Memenangkan Yang Setia Kepada-Nya
Mendengar pengaduan itu, raja nabukadnezar sangat
marah. Namun, jika kita perhatikan bahwa meskipun dia sangat marah besar atas
pelanggaran Sadrakh, Mesakh dan Abednego, nampaknya raja Nabukadnezar sangat
menyayangi ketiga orang itu dan tidak langsung menghukum mereka. Raja masih
berharap mereka mau mengubah prinsip mereka dan mau menyembah patung pujaannya.
Mungkin jika hanya pegawai biasa, mereka akan langsung dihukum tanpa ada
kesempatan kedua untuk memperbaiki kesalahan. Terbukti dari perkataan raja, “Sekarang, jika kamu bersedia, demi kamu
mendengar bunyi sangkakala, seruling, kecapi, rebab, gambus, serdam dan
berbagai-bagai jenis bunyi-bunyian, sujudlah menyembah patung yang kubuat itu!
Tetapi jika kamu tidak menyembah, kamu akan dicampakkan seketika itu juga ke
dalam perapian yang menyala-nyala. Dan dewa manakah yang dapat melepaskan kamu
dari dalam tanganku”. Namun Sadrakh, Mesakh dan Abednego tetap pada
pendirian mereka dan dengan tegas mereka menolak permintaan raja. Dengan iman
mereka mengatakan, “Jika Allah kami yang
kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian
yang menyala-nyala itu dan dari tanganmu yang raja” (ay. 17). Inilah pengakuan iman yang berani dan
tulus. Mereka tahu bahwa Allah mereka adalah Allah yang berkuasa yang tidak ada
bandingannya dengan allah manapun di dunia ini. Mereka memiliki kepercayaan
bahwa hanya Allahlah yang sanggup melepaskan mereka dari maut dan kematian (api
yang menyala-nyala). Jika Allah berkehendak, maka apa yang Dia kehendaki pasti
terjadi. Bagi Tuhan tidak ada yang mustahil (bd. Yer. 32:17&27; Luk. 1:37).
Tidak sampai disitu, mereka juga menunjukkan keteguhan
iman mereka kepada Allah dengan mengatakan, “tetapi
seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan
memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan
itu” (ay.18). Pengakuan iman yang
sangat luar biasa. Mereka sama sekali tidak memaksakan kehendak mereka kepada
Tuhan, akan tetapi mereka justru berserah sepenuhnya kepada-Nya. Jika Allah mau
menyelamatkan mereka, pasti mereka selamat. Jika pun tidak, mereka akan tetap
beribadah kepada Allah dan menjaga kekudusan mereka di hadapan Tuhan dengan
tidak menyembah berhala. Inilah tingkatan doa dan pengharapan yang luar biasa,
yaitu membiarkan Tuhan yang berkehendak serta tidak memaksakan kehendak kita.
Pada intinya, apa yang dilakukan oleh Sadrakh, Mesakh dan Abednego hampir mirip
dengan doa dan permohonan Yesus di Taman Getsemani (Mat. 26:39). Mereka lebih
memilih mati karena memperjuangkan iman daripada hidup dalam dosa. Hal senada
juga diungkapkan oleh Paulus, “Sebab jika
kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan.
Jadi baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan”(Rom. 14:8).
III.
Aplikasi
ü Berdasarkan
sikap dan prinsip iman Sadrakh, Mesakh dan Abednego, ada 2
hal yang patut kita teladani. Pertama, jika
Allah mau melepaskan mereka dari perapian yang menyala-nyala, maka Dia akan
melakukannya. Ada penyerahan diri total kepada Tuhan dan keyakinan akan karya
Tuhan dan mereka sama sekali tidak meragukan kemampuan Tuhan. Kedua, jika tidak, mereka tetap memegang
iman mereka meskipun kematian itu menjemput mereka. Mereka meyakini mati karena
iman kepada Allah lebih baik daripada hidup dengan menyembah berhala (buatan
manusia). Kedua hal ini menunjukkan kualitas iman dalam situasi apapun,
termasuk saat nyawa menjadi taruhannya. Melalui nats ini kita semakin mengerti dan
memahami bahwa meskipun doa kita belum dijawab oleh Tuhan, kita harus tetap
berpegang teguh pada-Nya. Sehingga kita tidak hanya bersyukur ketika doa kita
langsung dijawab Tuhan, karena kita tahu bahwa rencana Tuhan itu sangat indah
bagi kita meskipun kita belum mengetahui rencana apa saja yang akan Tuhan
perlihatkan kepada kita.
ü Sadrakh,
Mesakh dan Abednego sungguh-sungguh mau mempertaruhkan nyawa mereka demi
mempertahankan iman di hadapan Allah dan di hadapan manusia. Dalam hidup kita,
banyak juga tantangan yang di buat oleh dunia ini untuk menguji ketulusan iman
kita di hadapan Allah. Saat ini mungkin kita tidak lagi dituntut untuk
menyembah allah lain berupa patung dan dewa-dewi. Namun saat ini masih banyak
berhala-berhala lain yang kepadanya kita sering menggantungkan pengharapan
kita. Berhala itu adalah, uang atau harta benda (materi), kedudukan, jabatan,
pangkat, dukun dsb. Nats ini menuntun iman kita agar lebih tulus lagi untuk
menyembah Tuhan, karena Tuhan tidak hanya menyelamatkan kita di dunia ini, akan
tetapi Dia yang telah memberi kita keselamatan kekal.
ü Sadrakh,
Mesakh dan Abednego dan bahkan Daniel sendiri adalah orang minoritas di dalam
kerajaan Nabukadnezar. Mereka minoritas karena mereka adalah orang Yehuda yang
bekerja dalam kerajaan Babel. Dalam segi keagamaanpun mereka adalah minoritas.
Ketika semua orang menyembah berhala, hanya mereka yang menyembah Allah nenek
moyang mereka, yaitu Alllah Abraham, Ishak dan Yakub. Sudah dapat ditebak apa
yang akan mereka alami, yaitu banyak orang yang tidak suka dan iri serta ingin
segera menghancurkan karir mereka. Sama halnya dengan kita saat ini. Banyak
tantangan yang dihadapi oleh gereja dan orang Kristen saat ini untuk
mempertahankan iman dan kepercayannya. Yesus sendiri berpesan, “Tetapi
waspadalah terhadap semua orang; karena ada yang akan menyerahkan kamu kepada
majelis agama dan mereka akan menyesah kamu di rumah ibadatnya. Dan karena Aku, kamu akan digiring ke
muka penguasa-penguasa dan raja-raja sebagai suatu kesaksian bagi mereka dan
bagi orang-orang yang tidak mengenal Allah” (Mat. 10:17-18). Itulah tantangan yang harus dihadapi oleh
pengikut Kristus. Tetapi tidak sampai disitu, kepada orang yang mau bertahan
dalam imannya, Yesus berjanji, “Apabila
mereka menyerahkan kamu, janganlah kamu kuatir akan bagaimana dan akan apa yang
harus kamu katakan, karena semuanya itu akan dikaruniakan kepadamu pada saat
itu juga. Karena bukan kamu yang berkata-kata, melainkan Roh Bapamu; Dia yang
akan berkata-kata di dalam kamu” (Mat. 10:19-20). Tuhan tidak akan
membiarkan kita sendirian dalam menghadapi tantangan hidup kita.
ü Untuk itu, seperti prinsip Sadrakh,
Mesakh dan Abednego yang tetap teguh dalam imannya, maka kita juga yang telah
menerima anugrah keselamatan itu hendaklah bersama-sama mengatakan dalam tekad
kita bahwa “Hanya Kepada Allah Saja Kami
Menyembah”. Tuhan Yesus
memberkati. Amin.
C.Pdt. Polma
Hutasoit
Tidak ada komentar:
Posting Komentar