KERANGKA SERMON EVANGELIUM MINGGU 25 JULI 2013
MINGGU
XIII SETELAH TRINITATIS (Ketritunggalan Allah/ Hasitolusadaon ni TUHAN)
Tuhan Melepaskan Kuk Orang –
Orang yang Melakukan Kehendak-Nya
Ev : Yesaya 58 : 9b – 14 Ep : Lukas 13 : 10 – 17
I.
Pendahuluan
Nats Yesaya 58:9b-14
ini merupakan bagian ketiga dari pembagian Kitab Yesaya, yaitu mulai pasal 55 –
66 yang biasa disebut Trito Yesaya. Kitab ini disampaikan kepada umat Israel
yang telah kembali dari pembuangan di Babel dan hidup di bawah kekuasaan Persia
di Yerusalem. Setelah mereka bebas dari genggaman kerajaan Babel, hidup mereka
berangsur-angsur mengalami kemajuan dan kemakmuran dalam berbagai bidang,
seperti bidang ekonomi maupun kestabilan sosial politik. Namun kemakmuran itu
tidak dialami oleh seluruh lapisan rakyat. Yang menikmatinya hanya kaum elit
(pemerintahan dan orang-orang kaya serta tuan-tuan tanah), sementara lapisan
masyarakat kecil menjadi sengsara. Hal ini akibat kabijakan pemerintah yang
tidak berorientasi kepada kebutuhan dan kepentingan segenap bangsa, melainkan
hanya kepentingan para petinggi-petinggi. Mereka membuat peraturan yang lebih
mengutamakan kepentingan mereka sendiri. Situasi ini mengakibatkan yang kaya
semakin kaya, yang miskin semakin melarat. Situasi ini melahirkan kelompok yang
termarjinalkan (terpinggirkan), seperti orang miskin, orang lemah, yatim piatu,
janda miskin, orang asing. Yang lebih parah lagi, orang-orang yang
dimarjinalkan ini menjadi obyek eksploitasi para penguasa. Jadi inti pengajaran
dari Trito Yesaya ini adalah “Syarat-syarat mendapat keselamatan dari Allah”,
bukan hanya keselamatan/ kebebasan secara politis. Untuk itu, agar mereka juga
bisa bebas dari perbudakan dosa dan kegelapan, maka mereka perlu untuk
mengetahui dan melakukan apa yang menjadi kehendak Allah.
II.
Penjelasan Nats
Ø Ibadah
Tanpa Aplikasi Adalah Sia-Sia (9b – 10)
Untuk lebih
memahami nats ini, perlu kita baca Yesaya pasal 58 ini dari awal. Dengan
demikian dapat kita lihat bagaimana sebenarnya kehidupan bangsa Israel kala
itu. Secara keagamaan, mereka melakukan segala ajaran agama. Mereka
mempersembahkan kurban, mereka berpuasa, mereka bersunat, mempelajari hukum
Taurat (ay. 2-3) dsb. Namun yang menjadi permasalahan adalah ibadah itu mereka
lakukan hanya sebatas kebiasaan dan rutinitas tanpa ada penerapan dalam
kehidupan sehari-hari. Yang kaya dan berkuasa bukannya menolong orang miskin
dan lemah, malah sebaliknya, yang miskin itu yang mereka pakai sebagai objek
mereka menambah pundi-pundi mereka, sehingga Allah tidak berkenan akan puasa
mereka (ay. 4). Padahal Allah menginginkan ibadah maupun puasa yang murni di
hadapan Tuhan itu adalah ketika mereka yang berkuasa, berkedudukan dan yang
kaya harus membuka dan melepaskan belenggu kelaliman, melepaskan tali-tali kuk
dan memerdekakan yang teraniaya. Mereka juga harus memberi makan yang lapar,
memberi pakaian kepada orang telanjang. Artinya harus ada kepedulian dan
kepekaan atas setiap penderitaan sesama. Merekalah yang seharusnya membebaskan
serta menebus para budak sehingga mereka merdeka, membela hak orang miskin dan
tertindas dari orang-orang serakah.
Jikalau kita
menilik situasi kehidupan yang dialami oleh orang Israel ini, nampaknya juga
dialami oleh negara kita. Pemerintah yang seharusnya menjadi pengayom dan
berusaha mensejahterakan rakyat, masih banyak yang belum mampu melaksanakan
tugasnya dengan benar dan seturut dengan kehendak Tuhan. Bukannya mengusahakan
kesejahteraan rakyatnya, malah mereka asyik mengambil bagian
masing-masing demi kepentingan mereka serta untuk menambah pundi-pundi mereka.
Seakan-akan korupsi itu sudah membudaya di negara kita. Selain itu, penerapan
hukum di negara kita (sebagai negara hukum) juga masih perlu dipertanyakan dari
segi keadilannya.
Untuk itulah Yesaya
dalam nats ini mengungkapkan bahwa apabila para panguasa dan pemerintah telah
melakukan puasa dan ibadah yang benar (aplikasi yang benar), maka Tuhan akan
mendengar dan menjawab seruan serta doa-doa mereka dan Allah berkenan atas
ibadah mereka. Suatu kemunafikan bagi Allah ketika kita beribadah, berdoa,
berpuasa, mengeluarkan kata-kata manis dan memberikan korban persembahan jika
dalam praktek hidupnya masih hidup dalam dosa dan hanya mencari keuntungan
dirinya sendiri dan suka mengorbankan orang lain demi kepentingannya. Tuhan
menginginkan agar setiap umat-Nya mampu menjadi terang dan mampu mengangkat dan
mengeluarkan orang lain yang dalam kegelapan menuju terang yang bersumber dari
Allah. Dengan demikian, kita yang mengasihi Allah, harus juga dibuktikan juga
dengan mengasihi sesama manusia. Kita harus bisa mengaplikasikan iman serta
ibadah kita dalam kehidupan sehari-hari.
Ø Janji Tuhan bagi Yang Melakukan Kehendak-Nya
(Ayat 11 – 14)
Yesaya menyampaikan apa
yang menjadi janji Tuhan bagi yang melakukan dan hidup dalam kehendak Tuhan,
yaitu mereka yang hidup dalam kasih, peduli dan suka menolong sesamanya
manusia. Tuhan akan memberkati mereka, menuntun hidupnya ke dalam sukacita.
Dikatakan bahwa “Tuhan akan memuaskan
hatimu di tanah yang kering”. Berarti hidup sukacita meskipun berada dalam
kesudahan dan tantangan hidup. Seperti taman yang diairi dengan baik dan mata
air yang tidak pernah mengecewakan, demikianlah hidup orang yang penuh kasih
akan diberkati Tuhan. Ibarat sawah, jika tidak dialiri air, maka padi itu tidak
akan tumbuh dan menghasilkan, namun jika airnya tetap mengalir dengan teratur,
maka sawah itu akan menghasilkan padi yang berlipat ganda. Demikian juga katika
kita mampu mengaliri sesama kita dengan kasih sayang yang bersumber dari Tuhan,
maka dia akan bertumbuh dalam Tuhan dan kita juga akan menuai berkat yang
berlimpah yang juga bersumber dari Tuhan. Inilah pesan Nabi Yesaya kepada
segenap bangsa Israel, terkhusus kepada para penguasa ketika itu dalam
menjalankan roda pemerintahannya. Jika mereka sudah dapat hidup saling
mengasihi dan saling peduli, maka Allah juga akan memberikan kepercayaan kepada
mereka untuk bahu-membahu membangun kembali bangsa itu seperti yang dilakukan
oleh para nenek moyang mereka. Membangun kembali Yerusalem yang telah
diluluhlantakkan oleh raja Nabukadnezar (568 SM). Jika mereka mau hidup dalam
kebenaran firman Tuhan maka mereka "yang memperbaiki tembok yang
tembus", "yang membetulkan jalan supaya tempat itu dapat dihuni.
Artinya merekalah yang akan memulihkan kembali keadaan Yerusalem.
Yesaya juga memberi
peringatan kepada mereka untuk menguduskan hari Sabat (Harinya Tuhan). Yesaya
menyuarakan betapa berharganya dan kudusnya hari Sabat itu bagi Tuhan. Jadi
yang harus mereka lakukan pada hari Sabat itu adalah kehendak Allah, bukan
melakukan urusan dan kepentingannya lagi. Hari Sabat sebagai hari yang Tuhan
kuduskan, berarti orang Israel juga harus menguduskannya dan hidup dalam
kekudusan dan kesucian. Bila pelaksanaan Sabat dijalankan seturut dengan
kehendak Tuhan, maka Tuhan berjanji akan memberkati mereka dan mereka menjadi berkat
bagi sesamanya. Hari Sabat berarti hari khusus untuk Tuhan. Jadi setiap apa
yang kita lakukan adalah seturut dengan kehendak Tuhan dan hari kita berguna
serta penuh kemuliaan Tuhan. Berarti tidak melakukan perbuatan yang sia-sia dan
penuh omong kosong atau perbuatan yang menyenangkan diri sendiri. Jika bangsa
Israel mampu menghormati hari Sabat dan menghidupi hari Sabat itu untuk
kemuliaan Tuhan, maka janji Tuhan, “engkau akan bersenang-senang karena Tuhan,
dan Aku akan membuat engkau melintas puncak bukit-bukit di bumi dengan
kendaraan kemenangan. Berarti berkat melimpah telah menanti orang-orang yang
mau mangasihi Tuhan dan menghormati serta mengisi Hari Tuhan dengan segala
kebaikan dan kasih. “Aku akan memberi makan engkau dari milik pusaka Yakub, bapa
leluhurmu, sebab mulut TUHANlah yang mengatakannya.” Dengan demikian, bersama
Tuhan setiap tantangan dan beban akan dilepaskan-Nya dan diangkat-Nya. Maka
kita juga sebagai umat Tuhan, saling membantulah dalam melepaskan beban sesama
kita bukan malah menambah beban orang yang sedang dalam kesusahan. Karena
dengan demikianlah kita yang diberkati juga menjadi berkat bagi sesama.
III.
Aplikasi
ü Ibadah,
doa, persembahan tanpa aplikasi kasih kepada sesama tidak ada gunanya bagi
Allah (bd. Yes 1:13), namun ibadah sejati adalah ketika apa yang kita ketahui
tentang kehendak Allah dapat kita terapkan dalam hidup sehari-hari.
ü Wujud
kasih kepada Allah adalah mengasihi sesama. Mengasihi sesama tanpa melihat
bagaimana latar belakangnya. Tuhan telah membebaskan kita dari kuk perhambaan
dosa dan kekelaman dengan anugerah kasih setia-Nya. Untuk itu kita juga harus
mampu membawa sesama kita lepas dari perhambaan dosa, perhambaan hawa nafsu,
mengasihi yang lemah, mengupayakan keadilan, tidak mementingkan diri sendiri,
mengusahakan perdamaian, seorang pemimpin mampu membuat kebijakan dan peraturan
yang berpihak untuk seluruh yang dipimpinnya.
ü Allah
memberi 7 hari bagi kita dalam 1 minggu. Di dalam 7 hari tersebut, kita
memiliki 1 hari khusus untuk Tuhan. Tuhan mengutus kita ke tengah-tengah dunia
ini selama 6 hari berturut-turut untuk melakukan kehendak-Nya melalui profesi
dan kehidupan kita. Hari ke-7 adalah hari dimana kita datang bersekutu dengan
Tuhan untuk membekali diri dan iman kita dengan firman Tuhan dan kita diutus
kembali ke tengah-tengah dunia kita. Firman Tuhan itulah yang menjadi pegangan
kita dalam melanjutkan kehidupan kita. Betapa indahnya ketika kita melakukan
kesibukan kita dengan berbekal firman Tuhan. Ketika kita sudah diperlengkapi
dengan senjata yang ampuh, maka musuh kita si iblis tidak akan mampu merongrong
iman kita lagi untuk berbuat dosa. Dengan demikian, iman kita sama seperti
rumah yang bersih. Yang senantiasa disapu, ditata dan dirapikan dengan teratur,
sehingga menghadirkan suasana nyaman. Allah telah berjanji, jika kita mau hidup
seturut dengan kehendaknya baik dalam suka maupun duka, maka Dia akan memberi
damai sejahtera dan sukacita yang melimpah kepada kita yang digambarkan seperti
melintasi puncak bukit-bukit di bumi dengan kereta kemenangan. Dimana kita
mampu menjadi pemenang dalam setiap pergumulan kita. Yakin dan percayalah
ketika Tuhan yang berkarya maka kuk pergumulan dan kesusahan akan diangkat-Nya
dan menggantinya dengan sukacita yang bersumber dari Tuhan. Tuhan Yesus
memberkati. Amin.
C.Pdt. Polma
Hutasoit
Tidak ada komentar:
Posting Komentar