Kamis, 16 Juli 2015

Filipi 2 : 5 – 11

KERANGKA  SERMON EVANGELIUM MINGGU 24 MARET 2013
MINGGU PALMARUM (Pesta Palma/ Maremare)
Filipi 2 : 5 – 11

I.       Pendahuluan
Surat Paulus kepada Jemaat di Filipi adalah surat yang ditulis oleh Rasul Paulus untuk jemaat Kristen yang ada di kota Filipi. Surat ini disebut juga surat sukacita karena Pada 16 kali Paulus mengutarakan kata “sukacita”. Surat ini dikelompokkan sebagai surat-surat dari penjara bersama-sama dengan surat Paulus kepada jemaat di Efesus, Kolose, dan Filemon. Surat ini terutama ditujukan kepada semua orang percaya yang tinggal di Filipi, para penilik jemaat dan diaken. Jemaat di Filipi terdiri dari orang-orang Kristen bukan Yahudi (Kis. 16:33b), orang-orang Yahudi yang sudah menjadi Kristen (Kis. 16:13) dan disebutkan pula orang-orang yang takut akan Tuhan (Kis. 16:14).
Ada 2 alasan Paulus menulis surat ini kepada jemaat Filipi. Pertama, karena adanya ancaman perpecahan karena perselisihan Euodia dan Sintikhe, yaitu dua orang perempuan yang menjabat sebagai diaken. Perselisihan itu dikhawatirkan akan merusak persekutuan di antara anggota jemaat di Filipi. Paulus melihat penyebab dari semua itu adalah kurangnya rasa rendah hati dan semangat bersekutu dalam jemaat terlebih khusus dalam diri kedua perempuan tersebut. Kedua, Dalam Filipi pasal 3, Paulus menyerang orang-orang dalam jemaat di Filipi yang sudah terpengaruh oleh lawan-lawan Paulus. Paulus sedang melawan misionaris Yahudi yang disebutnya 'anjing-anjing' dalam Filipi 3:2. Ini mengindikasikan bahwa ada sejumlah orang yang telah berhasil masuk ke dalam jemaat dan memberikan pengaruh negatif pada anggota jemaat. Oleh sebab itu Paulus pada pasal selanjutnya menasihatkan jemaat agar tidak membiarkan diri disesatkan orang-orang itu.

II.    Penjelasan Nats
Ø  Menaruh pikiran dan perasaan dalam Kristus (ay.5).
     Perkataan ini hendak menunjuk pada teladan solidaritas rela berkorban Yesus. Yesuslah contoh dan teladan bagi orang Kristen yang mau merendahkan diri-Nya bahkan taat sampai mati di atas kayu salib. Paulus mengajak jemaat untuk memiliki kasih dan kerendahan hati, siap dan tetap satu sekalipun diperhadapkan dengan penderitaan. Demikianlah jemaat di Filipi dipanggil untuk meneladani Yesus. Untuk itu orang yang percaya kepada Kristus haruslah memiliki sikap hati dan pikiran seperti yang ditunjukkan Yesus, yaitu memiliki kerendahan hati, solidaritas dan kasih. Setiap orang percaya harus menaruh pikiran dan perasaannya “dalam Kristus” (Ing : in Christ/ Yun : en Kristou). Paulus merindukan jemaat yang bersatu dalam Kristus, hidup harmonis, tidak mengutamakan kepentingan diri sendiri (egois), melainkan mengutamakan kepentingan orang banyak (Flp. 2 : 3 – 4). Sikap inilah yang ditunjukkan Yesus kepada manusia. Dia mengutamakan keselamatan orang banyak tanpa menghiraukan sakit dan perih yang Dia tanggung.

Ø  Rupa Allah dalam diri Yesus, mengosongkan diri yang mengambil rupa hamba dan memberikan nyawa-Nya (ay.6 – 8).
   Tidak perlu diragukan lagi bahwa Yesus Kristus adalah rupa Allah. Dia adalah Allah yang berinkarnasi menjadi manusia. Namun kehadiran-Nya ke dunia sama sekali tidak menampakkan bahwa Dia sebagai Penguasa yang menciptakan langit dan bumi. Justru Dia turun dengan segala kerendahan-Nya (dirumari do diriNa, jala di solukkon roha hatoban).  Mengosongkan diri berarti Dia mengesampingkan kedudukan-Nya, kemuliaan-Nya dan hak-Nya sebagai Raja. Dia benar-benar menanggalkan mahkota-Nya bahkan memposisikan diri-Nya sebagai budak. Budak yang tidak memiliki harga diri yang bebas diperlakukan dengan sesuka hati oleh orang lain. Semua itu dilakukan Yesus demi menebus dosa orang lain, padahal Dia sendiri tidak pernah melakukan dosa apapun. Yesus memperlihatkan kepada manusia kasih yang nyata, bukan hanya ucapan atau janji semata. Puncak pengorbanan Yesus adalah ketika Dia menjalani hukuman salib. Hukuman yang selayaknya diberikan kepada penjahat. Yesus menjalani hukuman cambuk dan penyaliban, yaitu hukuman yang paling hina bagi kaum Yahudi (bnd. Penjahat di sebelah kanan dan kiri Yesus).

Ø  Allah meninggikan yang merendahkan dirinya dan sebaliknya (ay. 9 – 11).
   Pengorbanan dan ketaatan Yesus kepada Allah untuk menebus manusia sangatlah berat dan menyakitkan. Namun hasilnya, Allah sangat meninggikan Yesus dan mengaruniakan kepada-Nya kemuliaan yang luar biasa. Dia mendapat kemuliaan dan mahkota-Nya sebagai Raja atas sorga dan bumi. Allah mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama. Dia menjadi Raja di atas segala raja. Nama-Nya paling dimuliakan dan diagungkan. Semua yang ada di langit di atas, di bumi di bawah dan di bawah bumi bertekuk lutut di dalam nama-Nya yang agung. Semua orang yang mengalami keselamatan atas karya-Nya akan mengaku bahwa “Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat”. Pada-Nya janji dan karya Allah telah digenapi.

III.             Aplikasi
ü  Sebagai umat yang telah diselamatkan melalui karya Kristus, sudah selayaknya kita juga meneladani sikap  Yesus. Yesus menunjukkan sikap Peduli dan solider (KBBI : bersifat mempunyai atau memperlihatkan sikap bersatu (senasib sepenanggungan, dsb), rasa kesetiakawanan kepada umat-Nya. Dia meninggalkan sikap mementingkan diri sendiri. Hendaklah kita memiliki pikiran dan perasaan seperti Kristus yang tetap setia hingga nafas dan tetesan terakhir-Nya. Yesus menunjukkan :
-         Ketaatan dalam penderitaan yang dialami-Nya
-         Tetap tegar meskipun Dia ditinggalkan murid-murid-Nya yang ketakutan
-         Tidak mau menyerah meskipun Dia mengalami penolakan (Luk 4:29)
-         Ketaatan Yesus dibuktikan hingga titik darah terakhir. I Petrus 1:18-19 menjelaskan bahwa “kita ditebus dengan darah yang mahal, yaitu darah Anak Domba Allah (Yesus) untuk membayar harga dosa karena ketidaktaatan kita”. Yohanes 15:13, “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya”.
ü  Yesus menunjukkan kasih yang tidak hanya sebatas kata/ janji kepada manusia. Yesus juga menjadikan penderitaan menjadi jalan untuk meraih mahkota kerajaan. Dia menempatkan diri-Nya menjadi sangat rendah karena dengan cara itulah Dia akan menjadi Raja yang paling dimuliakan dan ditinggikan. Firman Tuhan mengatakan dalam Matius 23:12, “Dan barang siapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan” (bnd. Luk. 14:11). Sebagai orang Kristen, kita juga selalu memiliki tantangan dan pergumulan hidup. Untuk itulah, kita harus mampu menjadikan pergumulan dan tantangan hidup menjadi peluang berkat. Jika Tuhan yang berkarya dalam pergumulan kita, maka pergumulan itu akan mendatangkan berkat yang lebih besar dan lebih mulia. Teks ini mengatakan bahwa Yesus “taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib”. Perhatikan kata “sampai’.  Ada 2 makna:
  1. Puncak klimaks ekspresi ketaatan Yesus kepada Allah. 
  2. Ketaaatan Yesus bukan hanya ketika Ia mati, tetapi berlangsung dari awal sampai akhir (TERUS MENERUS).
Ketaatan seperti inilah yang hendak kita teladani dan kita imani dalam hidup kita. Setia dan taat kepada Allah sampai titik darah yang terakhir. Tantangan dan pergumulan tidak melemahkan kita, justru menjadikan kita semakin kuat dan tegar, sehingga Allah berkenan kepada kita.
ü  Janji Allah nyata bagi yang bertahan dalam setiap tantangan hidup. Dalam I Petrus  4:13 dikatakan, “Sebaliknya, bersukacitalah, sesuai dengan bagian yang kamu dapat dalam penderitaan Kristus, supaya kamu juga boleh bergembira dan bersukacita pada waktu Ia menyatakan kemuliaan-Nya”.
ü  Yesus telah mengorbankan nyawa-Nya demi kita, maka sebagai parhalado atau pelayan Tuhan mengorbankan waktu, tenaga, pikiran dan hati kita untuk melakukan pekerjaan Tuhan dan mengembangkan gereja Tuhan. Hendaklah kita juga lebih mementingkan kepentingan gereja di atas kepentingan pribadi. Mari kita wujudkan kasih yang nyata  seperti yang Tuhan Yesus lakukan dalam pelayanan-Nya kepada kita. Tuhan Yesus memberkati. Amin.

“Ketaatan mendatangkan kemuliaan. Salib mendatangkan mahkota.”

C.Pdt. Polma Hutasoit, S.Th

Tidak ada komentar:

Posting Komentar