Kamis, 30 Juli 2015

Yehezkiel 37 : 1 – 14, "Tuhan Membangkitkan Kita dari Keterpurukan"

KERANGKA  SERMON EVANGELIUM MINGGU 6 April  2014
MINGGU JUDIKA (Berilah Keadilan Kepadaku / Luluhon Ahu Ale Jahowa)
Ev : Yehezkiel 37 : 1 – 14                            Ep : Roma 8 : 611                            S. Patik : Matius 11 : 28
Tuhan Membangkitkan Kita dari Keterpurukan

I.               Pendahuluan
Secara garis besar kitab Yehezkiel mengandung tema kesucian, keagungan Tuhan dan pertobatan umat Israel. Sejarah mencatat bahwa di Tanah Babilonia, sebahagian umat Israel dapat hidup dengan baik, mereka tidak diperbudak seperti saat di Mesir. Bahkan beberapa di antara mereka bisa hidup sangat sejahtera secara perekonomian dengan berniaga ataupun menjadi pegawai di pemerintahan, namun sesungguhnya hati, jiwa dan batin  mereka tetap merasakan “kekosongan” yang sangat. Bila kita menemukan “istilah-istilah Masa Pembuangan” seperti: ratapan/tangisan (32:2 dst.), tulang-tulang yang kering, yang bertaburan/ berserakan (37:2,4), pengharapan yang lenyap... hilang (37:11), sesungguhnya itu semua sudah cukup untuk menunjukkan bagaimana penderitaan batiniah mereka. Dalam situasi dibuang, mereka sudah sampai kepada tahap puncak dan stagnasi tanpa pengharapan, karena kota Yerusalem yang selama ini merupakan pegangan mereka sebagai simbol jaminan pemeliharaan Allah walaupun mereka jauh, ternyata kota itu pun telah dihancurkan. Oleh karenanya dibutuhkan suatu “hal yang luar biasa” untuk membangkitkan semangat dan pengharapan mereka kembali. Untuk itulah, Allah memilih dan mengutus Nabi Yehezkiel sebagai perpanjangan tangan-Nya untuk menyampaikan kabar sukacita, kabar pemulihan yang luar biasa menakjubkan.

II.            Penjelasan Nats
Ø  Situasi Bangsa yang Penuh Kekelaman
Sebelum menyampaikan kabar pemulihan ke tengah-tengah bangsa Israel, Nabi Yehezkiel mengalami suatu penglihatan ketika dia diliputi oleh kuasa dan kemuliaan Allah melalui Roh-Nya. Dalam penglihatannya itu, Allah membawa Yehezkiel ke tengah-tengah lembah dan lembah itu dipenuhi dengan tulang-tulang yang amat kering. Dapat kita bayangkan bagaimana terperangahnya Nabi Yehezkiel menyaksikan pemandangan itu. Kemudian dalam penglihatannya itu, Allah berfirman kepada Yehezkiel, “Hai anak manusia, dapatkah tulang-tulang ini dihidupkan kembali?" Aku menjawab: "Ya Tuhan ALLAH, Engkaulah yang mengetahui!” Dari jawabannya, jelas bahwa Yehezkiel sadar  akan kemahakuasaan Allah yang dapat melakukan segala sesuatu sesuai dengan keinginan-Nya. Yehezkiel menggambarkan sikap yang benar ketika berhadapan dengan Tuhan. Dia tidak menggunakan pengetahuannya untuk menjawab pertanyaan Tuhan, namun dia memilih untuk menjawab dengan iman, bahwa di dalam Tuhan tidak ada yang mustahil dan tidak ada yang terlalu sulit. Mendengar respon Yehezkiel, maka Allah memberi perintah kepadanya untuk bernubuat atas tulang-tulang yang berserakan itu. Maka sesuai dengan perintah Allah kepadanya, Nabi Yehezkiel bernubuat atas tulang-tulang itu. Dia mengulang apa yang Tuhan katakan di dalam ayat 4-6. Satu hal yang menarik adalah ketika Nabi Yehezkiel tidak mengambil kesempatan untuk menyombongkan dirinya ketika dia dipercayakan Allah untuk menghidupkan tulang-tulang itu. Dia mengawali nubuatannya dengan mengatakan, “Hai tulang-tulang yang kering, dengarlah firman TUHAN!” Nabi Yehezkiel tetap memposisikan firman Tuhan itu di atas dirinya dan pengetahuannya sendiri. Dan lanjutnya, “Beginilah firman Tuhan ALLAH kepada tulang-tulang ini: Aku memberi nafas hidup di dalammu, supaya kamu hidup kembali. Aku akan memberi urat-urat padamu dan menumbuhkan daging padamu, Aku akan menutupi kamu dengan kulit dan memberikan kamu nafas hidup, supaya kamu hidup kembali. Dan kamu akan mengetahui bahwa Akulah TUHAN”. Nabi Yehezkiel menunjukkan kualitas iman seorang hamba Tuhan, yang memiliki kepatuhan kepada Tuannya. Dia mampu melakukan apa yang menjadi kehendak Tuannya dengan tulus dan penuh kerendahan hati dan sama sekali tidak berkeinginan untuk menonjolkan kehebatannya.
Setelah Yehezkiel selesai bernubuat, dalam penglihatannya dia menyaksikan bagaimana sebuah kejadian yang luar biasa terjadi di hadapannya. Dia mendengar suara yang berderak-derak, di mana tulang-tulang itu bergerak dan kembali bersatu kembali seperti sedia kala. Tidak sampai disitu saja, setelah pondasi (tengkorak) tubuhnya tertata rapi, urat dan dagingnya tumbuh dan akhirnya di tutup oleh kulit, hanya saja mereka belum bangkit karena belum memiliki nafas.
Kembali Allah memberi perintah kepada Yehezkiel untuk bernubuat, “"Bernubuatlah kepada nafas hidup itu, bernubuatlah, hai anak manusia, dan katakanlah kepada nafas hidup itu: Beginilah firman Tuhan ALLAH: Hai nafas hidup, datanglah dari keempat penjuru angin, dan berembuslah ke dalam orang-orang yang terbunuh ini, supaya mereka hidup kembali.” Dan Nabi Yehezkiel melakukan apa yang Tuhan perintahkan, sehingga mereka hidup kembali dan menjadi kumpulan tentara yang sangat besar. Kemudian Allah lalu menjelaskan makna dari penglihatan itu kepada Yehezkiel. “"Hai anak manusia, tulang-tulang ini adalah seluruh kaum Israel. Sungguh, mereka sendiri mengatakan: Tulang-tulang kami sudah menjadi kering, dan pengharapan kami sudah lenyap, kami sudah hilang.”
1.      Tulang-Tulang yang Kering
Kematian yang digambarkan di ayat 1-2 merupakan kematian yang mengerikan: (1) tulang-tulang tersebut berada di lembah. Kematian yang terhormat ada di kuburan. Kematian di lembah/ luar kota merupakan simbol kehinaan. Hanya tulang-tulang saja yang ada mengindikasikan bahwa mayat-mayat tersebut tidak dikuburkan dengan layak dan tubuhnya dimakan binatang-binatang liar. Ini merupakan gambaran kematian yang hina menurut konteks waktu itu. (2) tulang-tulang tersebut sangat banyak. Yehezkiel melihat tulang-tulang tersebut memenuhi lembah (ayat 1), berkeliling dan sangat banyak bertaburan (ayat 2). Jumlah yang sangat besar ini biasanya merujuk pada kekalahan perang (band. ayat 9  “orang-orang yang tersembelih ini”); (3) tulang-tulang tersebut sangat kering. Keadaan ‘sangat kering’ ini menggambarkan situasi bangsa Yehuda yang sudah lama berada di pembuangan.
2.      Tanpa Harapan
Keberadaan di pembuangan yang sudah sangat lama menyebabkan bangsa Yehuda kehilangan harapan untuk menjadi sebuah bangsa kembali. Mereka merasa bahwa peluang untuk itu sudah tidak ada, apalagi bangsa Babel menjadi tetap kuat dan tidak ada tanda-tanda bahwa suatu bangsa besar lain sudah muncul. Secara manusiawi, tulang-tulang itu pasti tidak mungkin dihidupkan kembali artinya mereka pasrah bahwa untuk kembali hidup di tanah perjanjian tinggal hanya kenangan masa lalu yang tidak akan pernah lagi mereka rasakan.
3.      Kami Sudah Hilang (Terpisah)
Tulang-tulang tersebut digambarkan: terpisah dari sendi-sendinya, berada di tempat yang berbeda-beda. Gambaran ini sesuai dengan situasi historis yang dialami bangsa Israel. Sebagian dari mereka tinggal di tanah Yehuda (2Raj 25:12), Mesir (2Raj 25:26), tetapi sebagian besar dibawa ke pembuangan (2Raj 24:14-16; 25:11). Terpisah di sini juga bisa berarti terpisah dari tanah perjanjian.

Ø  Janji Pemulihan Oleh Allah
TUHAN tidak tinggal diam dengan situasi umat-Nya. Ia menubuatkan sebuah pemulihan! TUHAN menjanjikan pemulihan tanah dan eksistensi sebagai sebuah bangsa (ayat 12-13). Dalam bagian visi, pemulihan ini digambarkan dengan penggabungan tulang-tulang yang dulu terpisah dan tumbuhnya urat/ daging yang menyatukan mereka (ayat 7-8). Inti pemulihan yang TUHAN lakukan adalah secara spiritual. Apa yang telah terjadi pada bangsa Yehuda secara fisik (kekalahan perang, pembuangan, dll.) sebenarnya merupakan akibat dari kebobrokan spiritualitas mereka. Ketika TUHAN ingin memulihkan, Ia juga ingin memulihkan yang paling esensial, yaitu spiritualitas. TUHAN memerintahkan Yehezkiel untuk bernubuat mengembalikan tulang-tulang yang sudah mengering itu ke bentuk awalnya sebagai manusia yang memiliki fisik. Kemudian gambaran di ayat 8-10 merujuk balik pada Kejadian 2:7 ketika Allah menciptakan manusia. Rujukan ini mengindikasikan bahwa TUHAN ingin menyiapkan sebuah generasi yang baru yang rohani, yang tidak terkontaminasi oleh dosa dan dunia. Penglihatan tentang tulang-tulang yang dibangkitkan akan digenapi pada saat Israel dipulihkan, bukan hanya secara jasmaniah, namun juga secara rohaniah.
Dalam bagian berikut (ayat 11-14), Allah berjanji melalui Nabi Yehezkiel bahwa mereka yang putus asa dan tidak memiliki pengharapan lagi akan dibimbing dari pengalaman kematian (tentu bukan dalam arti kematian fisik, namun kematian semangat dan pengharapan) kepada kehidupan yang baru.
Janji Tuhan kepada bangsa Israel (ay. 12-14), Tuhan akan :
1. Membuka kubur-kuburmu : belenggu dosa, penderitaan, keputusasaan dan kehampaan hidup.
2. Membangkitkan dan mengeluarkanmu : memberi semangat baru untuk kembali kepada kesejahteraan.
3. Memberikan Roh Kudus : Roh Tuhan yang menguatkan, membimbing, memampukan dan mengubah hidup.
4. Membiarkan tinggal di tanahmu : Hak dipulihkan dan kembali ke tanah perjanjian yang melimpah berkat.
Kalau Tuhan pulihkan kita, Dia akan membawa kita ke keadaan yang lebih baik. Dari sini juga hendak ditegaskan bahwa kekalahan Israel dan jatuhnya Yerusalem ke tangan bangsa Babilonia tidaklah berarti Yahwe adalah Allah yang lemah, Allah yang ingkar janji dan berpaling dari bangsa Israel. Justru sebaliknya lewat peristiwa pembuangan, Allah hendak menegur sekaligus mengingatkan bangsa Israel akan ketidaksetiaannya pada hukum dan aturan yang sejak dulu telah menjadi perjanjian kudus antara Yahwe dengan leluhur bangsa Israel. Oleh karena itu masa-masa di pembuangan haruslah menjadi masa-masa refleksi bagi umat Israel atas pelanggaran yang telah mereka perbuat. Kebangkitan umat Israel yang dilambangkan dengan tulang-tulang kering yang dihidupkan kembali oleh Allah itu hendak memperlihatkan bahwa Allah lebih mencintai umat-Nya ketimbang harus menghukum mereka terus-menerus di Babel. Peristiwa penglihatan Yehezkiel ini menjadi awal dari hidup baru umat Israel sendiri dan kemudian diikuti dengan pembaharuan yang dilihat sebagai suatu pemugaran kembali bagi umat Israel sendiri.

III.          Aplikasi
Setiap orang pasti pernah mengalami persoalan hidup yang berat. Namun setiap orang juga pasti mengalami mujijat Tuhan yang luar biasa dalam hidupnya. Kadang persoalan yang kita hadapi sering membawa kita kepada keputusasaan karena kita menganggap bahwa masalah itu tidak akan bisa lagi terselesaikan. Namun kita juga sering terperangah dan takjub ketika Allah melepaskan kita dari pergumulan yang mustahil terselesaikan. Sehingga kita mengatakan, “sai songon na marnipi do au di halongangan na pinatupa ni Debata tu au”. Ada rasa seperti tidak percaya bahwa ternyata masalah yang membebani kita selama ini, telah dituntaskan oleh Tuhan.
Seorang konstruktor ahli yang akan mendirikan sebuah bangunan tentu akan terlebih dahulu mensurvey struktur tanah dengan teliti, kemudian meletakkan dan membangun pondasi bangunannya. Pondasi yang dibangun juga harus benar-benar mampu menahan dan menjaga keseimbangan bangunan yang akan didirikan. Kemudian dimulailah pembangunan. Tidak cukup sampai disitu, jika bangunan itu selesai dibangun, maka harus di desain dan di tata dengan baik, rapi, bersih, sehingga tampak menarik dan memberi suasana nyaman. Artinya untuk menghasilkan suatu karya yang hebat, butuh proses. Dalam perikop ini, Tuhan juga merupakan gambaran seorang Konstruktor yang sangat ahli. Dalam penglihatannya Yehezkiel menyaksikan bagaimana Allah membangun dan membangkitkan tulang-tulang yang berserakan itu. Allah terlebih dahulu menyatukan tulang-tulang itu sampai utuh kemudian menumbuhkan urat-urat dan daging untuk menutupi tulang dan dibungkus oleh kulit. Tidak sampai disitu, Allah juga memberi nafas kehidupan, sehingga manusia itu dapat hidup dan berdiri tegak. Dan melalui firman-Nya, Allah mendesain hidup umat-Nya yang mau patuh kepada perintah-Nya, sehingga umatnya itu menjadi umat yang menyenangkan hati Tuhan dan menjadi berkat bagi sesamanya.
Sebagai orang yang telah diangkat dari kubur dosa dan kematian, kita orang percaya Tuhan bangkitkan untuk memposisikan diri kita sebagai Yehezkiel modern yang dengan rendah hari mau patuh dan tunduk akan perintah dan firman Tuhan. Tuhan juga akan mengijinkan berbagai tantangan dalam hidup kita bukan karena Dia tidak sanggup untuk menghalaunya, namun agar kita semakin memperkokoh pondasi iman kita untuk mengandalkan-Nya dalam hidup kita. Sehingga dengan demikian, kita yang telah janji Allah dalam ayat 14 menjadi nyata bagi kita, “Aku akan memberikan Roh-Ku ke dalammu, sehingga kamu hidup kembali dan Aku akan membiarkan kamu tinggal di tanahmu”. Untuk itu, biarlah kita yang telah dibangkitkan dari keterpurukan dosa hidup semakin takut akan Tuhan dan menjadikan hidup kita sebagai tempat Roh Tuhan tinggal yang memberikan pengharapan dan pembaharuan kepada kita. Karena barang siapa yang hidup dalam pimpinan Roh Tuhan, maka Roh itu yang akan bekerja merancang, membangun, mendesain dan mengubah hidup kita menjadi lebih baik (Yoh. 6:63) seturut kehendak Tuhan. Amin

C.Pdt. Polma Hutasoit, S.Th

Tidak ada komentar:

Posting Komentar