Kamis, 30 Juli 2015

Matius 8 : 18 – 22 "Mengikut Yesus Tanpa Dalih"

KERANGKA  SERMON EVANGELIUM MINGGU 30 JUNI 2013
MINGGU V SETELAH TRINITATIS (Ketritunggalan Allah/ Hasitolusadaon ni TUHAN)
Mengikut Yesus Tanpa Dalih
Ev : Matius 8 : 18 – 22           Ep :  I Raja-raja 19 : 19 – 21            S.Patik  :  Markus 8 : 34 – 35

I.                Pendahuluan
Ada sebuah nasihat para guru (rabi) Yahudi kepada orang-orang yang ingin belajar lebih dalam tentang hukum Taurat, yaitu “Carilah seorang guru, dan perolehlah seorang sahabat”. Dalam tradisi Yahudi, belajar hukum Taurat merupakan pelajaran yang sangat penting karena selain berlaku sebagai hukum agama, hukum Taurat juga berlaku sebagai hukum adat. Maka tidak heran jika ada pemuda Yahudi selalu berusaha mencari guru ternama untuk meminta pengajaran darinya. Jika mereka sudah menemukannya, maka guru tersebut menjadi orang terpenting dalam hidupnya. Seorang guru besar tentu memiliki banyak murid yang selalu mengikutinya kemanapun dia pergi dan banyak orang akan mendengar ajarannya. Itulah yang terjadi pada Yesus. Yesus sudah terkenal sebagai Guru (Rabi) yang hebat dalam mengajar bahkan sanggup mengadakan berbagai mujijat. Artinya Dia tidak hanya pandai menyampaikan ajaran, namun memiliki karya nyata yang langsung bersentuhan dengan sisi kehidupan orang banyak. Jadi tidak mengherankan jika ribuan orang rela meninggalkan pekerjaannya, tempat tinggalnya atau bahkan keluarganya demi mengikuti perjalanan Yesus. Namun timbul pertanyaan besar, Apakah mereka mengikuti Yesus karena “rindu” untuk bersekutu dengan Tuhan, atau mereka “hanya ingin” melihat/ menonton karya Yesus yang bisa membuat orang banyak berdecak kagum? Sebagai murid/ pengikut, sebesar apakah kesetiaan mereka kepada “Guru” mereka itu? Salah satu bukti ujian kesetiaan murid kepada Gurunya dapat kita lihat dalam nats Matius 8:18-22 ini.

II.             Penjelasan Nats
Ø  Banyak Orang yang Rindu Menjadi Murid Yesus (Ay. 18 – 20)
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, jika ada seorang guru yang ternama maka seorang Yahudi akan berusaha menjadi muridnya. Demikian juga dalam nats ini. Di tengah-tengah banyaknya orang mengikut Yesus, seorang ahli Taurat datang kepada Yesus untuk ‘mendaftarkan’ dirinya menjadi salah satu pengikutNya. “Guru, aku akan mengikut Engkau, kemana saja Engkau pergi”. Sepintas kita bisa melihat bahwa ahli Taurat ini adalah orang yang benar-benar mengenal Yesus dan karya-karyaNya. Hal ini tampak dari perkataannya yang dengan mantap mengatakan akan menjadi pengikut Yesus. Namun, bagaimana reaksi Yesus? Yesus tahu siapa orang yang datang kepadaNya tersebut dan bagaimana latar belakangnya, sehingga Dia tidak mengatakan kata ‘Ya’ atau ‘Tidak’. Justru Yesus memberikan pertimbangan kepada Yahudi tersebut dengan mengatakan, “serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepalaNya”. Sepintas jika perhatikan jawaban Yesus, seolah-olah tidak nyambung dengan permohonan si ahli Taurat tersebut. Namun, bagi orang Yahudi jawaban ini cukup mudah untuk dimengerti. Ada 2 hal yang disampaikan Yesus melalui jawaban ini. Pertama, Dia ingin mengkritik para guru-guru Yahudi yang pasif dan hidup tenang dan damai dalam wilayah kekuasaan Romawi tanpa peduli dengan kehidupan orang lain yang seharusnya dia lindungi. Serigala (hewan buas) yang juga merupakan lambang kerajaan Romawi. Burung (dalam nats ini, burung yang dimaksud adalah burung betina yang suka menggoda dan kebiasaannya bermalas-malasan di sarangnya setelah dia mendapatkan makanannya). Menurut Yesus, para guru Yahudi itu memiliki sifat yang sama dengan kedua hewan itu. Mereka bisa menjadi buas dan “memangsa”/ memeras rakyat miskin demi kesenangannya. Mereka juga suka menggoda (menjilat) para pemimpin Romawi demi kenyamanan mereka dalam istana dan suka duduk santai dalam kemegahannya tanpa peduli dengan kehidupan sesamanya. Kedua, Yesus ingin menunjukkan perbedaanNya sebagai Guru dengan guru-guru Yahudi itu. Jika dalam tradisi Yahudi, murid mencari guru untuk meminta pengajaran, maka Yesus dengan aktif datang mencari dan memilih muridNya dan memperhatikan kehidupan dan pergumulan para pengikutNya.

Ø  Mengikut Yesus = Menyangkal diri dan Memikul Salib (Ay. 21 – 22)
Kita telah tahu betapa banyaknya pengikut Yesus saat Dia melakukan pengajaran. Namun saat Dia tertangkap dan akan disalibkan, hanya beberapa orang yang berani membela Yesus, bahkan para muridNya berlarian entah kemana. Ini menjadi karakter manusia yang paling sulit dihilangkan, yaitu mempertanggungjawabkan iman. Banyak orang takjub akan berkat yang diterima. Akan tetapi saat ada masalah/ persoalan, tidak sedikit orang Kristen yang harus menyangkal imannya. Dalam nats ini dijelaskan bahwa seorang lagi yang ingin mengikut Yesus datang kepadaNya dan berkata, “Tuhan, izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan ayahku”. Orang ini menyebut Yesus dengan kata “Tuhan”. Artinya pengenalannya kepada Yesus lebih baik dari pengenalan si ahli Taurat tadi. Dia siap mengikut Yesus, hanya saja tidak pada saat itu. Dia mengajukan sebuah permintaan kepada Yesus, yaitu agar Yesus memberinya ijin untuk lebih dulu menguburkan ayahnya sebelum mengikut Yesus. Secara manusiawi dan tradisi, permintaan orang itu sangat wajar. Dia pastilah berfikir bahwa dengan mengatakan demikian, maka dia akan mendapat pujian dari Yesus sebagai ‘anak yang berbakti kepada orang tua’. Namun jawaban Yesus justru di luar dugaannya. Dengan tegas Yesus menjawab, “Ikutlah Aku dan biarlah orang-orang mati menguburkan orang mati mereka”. Sekali lagi Yesus memberikan jawaban yang sulit kita pahami, namun dapat mereka pahami dengan jelas. Ada 2 persepsi tentang kematian yang dimaksud orang itu sehingga Yesus memberikan jawaban yang demikian. Pertama, dalam tradisi orang Yahudi ada yang mati secara jasmani dan ada juga yang mati rohani/ adat Yahudi (dikatakan orang najis dan mereka dikucilkan dari masyarakat umum). Mereka menjadi najis karena dalam adat Yahudi mayat adalah sesuatu yang najis, jadi siapa yang bersentuhan dengan mayat otomatis juga najis. Jadi maksud Yesus, jika benar ayah orang itu sudah meninggal bukan dia yang menguburkannya. Kedua, kemungkinan ayahnya belum meninggal, sehingga dia meminta kepada Yesus agar Yesus menunggu sampai ayahnya meninggal, maka dia akan mengikut Yesus. Namun Yesus tidak ingin ada orang yang mengikutNya dengan hati yang mendua. Yesus tidak ingin orang yang mau mengikutNya memiliki banyak alasan atau dalih. Yesus menginginkan orang-orang yang memiliki komitmen dalam mengikutnya, bahkan harus siap meninggalkan kehidupannya yang lama dan berjalan dengan Yesus dalam pembaharuan. Tidak ada kesempatan untuk mencari alasan untuk mengikut Yesus. Orang yang siap besama dengan Yesus harus berkata, “Saya mau ikut Yesus sekarang dan selamanya (KJ. No.375)”. Tentu saja Yesus tidak melarang pengikutNya untuk menghormati orang tua, karena Dia juga paham benar dengan Titah kelima. Tapi  Yesus ingin mengajarkan kepada mereka bahwa tidak ada yang boleh menghormati/ mematuhi apapun dan siapapun melebihi kepatuhan dan hormat kepadaNya. Bahkan kasih kepada orang tua sekalipun tidak boleh menjadi penghalang/ dalih bagi siapapun untuk menjadi pengikut Yesus.

III.          Aplikasi
ü  Yohanes 15:16 berkata, “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu....” artinya, kita telah dipilih oleh Allah menjadi anakNya bukan lagi hamba. Dengan demikian, kita telah berhak atas warisan sorgawi. Kita juga dipilih dan ditebus bukan karena kita yang memilih Dia sebagai penebus kita. Dengan demikian harus kita ketahui bahwa mengikut Yesus itu harus terlebih dahulu ada perenungan yang dalam dari kita bahwa kitalah penerus misiNya di bumi sebagai saksiNya. Bagaimana respon kita.?
ü  Menjadi Kristen bukan berarti semua perjalanan hidup menjadi lebih lancar dan bebas dari persoalan. Justru bersama Yesus kita harus sanggup menyangkal diri kita dan memikul salib. Tidak ada alasan kita untuk menolak panggilanNya. Tidak ada alasan kita untuk menunda atau mengulur-ulur waktu. Bahkan seorang pengikut Kristus tidak boleh berdalih untuk menghidupi panggilannya sebagai Kristen.
ü  Setiap orang Kristen pastilah mengenalan Yesus sebagai Tuhan, namun pertanyaannya, sejauhmanakah Dia kita andalkan dalam hidup kita, atau justru kita masih ragu akan kuasaNya sebagai Tuhan.?
ü  Ketika kita mengakui bahwa kita adalah pengikut Kristus dan kita telah menerima karya keselamatan itu, maka kita harus meneladani sikap Elia dan Elisa yang tidak menolak panggilan Tuhan. Elisa yang berlari menyambut Elia dan meninggalkan pekerjaannya yang belum selesai. Bahkan dia mengembalikan semua harta orangtuanya, (menyembelih 12 pasang lembunya dan bajaknya digunakan sebagai kayu bakar) sebagai tanda dia telah siap menerima dirinya menjadi alat Tuhan. Bukan seperti orang dalam nats ini yang berusaha mencari dalih dan alasan untuk menunda panggilan Yesus.
ü  Sebagai anak-anak Tuhan, mulailah untuk menghentikan pekerjaan kita sejenak dan datanglah bersekutu dengan Tuhan. Niscaya Tuhan akan semakin sayang kepada kita. Buktikan itu dalam kesetiaan dalam ibadah, lembaga, sermon, kebaktian sektor, dll. Jangan jadikan rasa letih, waktu, keluarga, kurang enak badan, jarak dan sebagainya menjadi dalih untuk menghindari persekutuan dengan Tuhan, karena Tuhan tidak berkenan kepada orang-orang demikian. Untuk itu, sebagai Kristen sejati mari kita meninggalkan hidup lama kita seperti Elisa sebagai tanda kita adalah orang-orang yang dipilih Yesus menjadi pewaris dalam kerajaanNya. Tuhan Yesus memberkati. Amin.


C.Pdt. Polma Hutasoit

Tidak ada komentar:

Posting Komentar