Jumat, 31 Juli 2015

Roma 6 : 12 – 23, "Tidak Dikuasai Oleh Dosa"

KERANGKA  SERMON EVANGELIUM MINGGU 29 Juni  2014
Minggu II Setelah Trinitatis (Ketritunggalan Allah/ Hasitolusadaan ni TUHAN)
Ev : Roma 6 : 12 – 23               Ep : Yeremia : 28 : 5 – 9                S. Patik : 1 Korintus 7 : 23 – 24
Tidak Dikuasai Oleh Dosa

I.              Pendahuluan
Surat Paulus ke Roma ini merupakan surat yang paling teologis. Surat ini ditulis untuk memberitakan bahwa di dalam Tuhan Yesuslah dinyatakan kebenaran Allah dan di dalam Yesuslah dosa telah dikalahkan. Paulus menenkankan bahwa dosa sudah menjadi bagian dari hidup manusia dan tidak ada satu orangpun yang sanggup membebaskan dirinya dari belenggu dosa itu. Untuk itulah Allah mengambil inisiatif mengalahkan dosa itu sehingga orang yang percaya tetap memiliki keselamatan yang kekal, namun sebaliknya, orang yang tidak menerima Yesus akan tetap hidup dalam perhambaan dosa dan pasti berujung pada kematian kekal dalam penghukuman.

II.           Penjelasan Nats
1.      Hidup Buat Tuhan bukan Bagi Dosa  (ay. 12 – 14)
Penebusan dosa manusia yang dilakukan oleh Yesus Kristus menjadi jaminan bagi setiap orang percaya untuk menjadi bagian dari anak-anak Allah dalam Kerajaan-Nya. Penebusan ini juga menjadi jaminan bahwa orang percaya memperoleh hidup baru di dalam kebangkitan-Nya, untuk itu kita tidak boleh lagi hidup di dalam dosa. Tidak hidup di dalam dosa berarti tidak lagi hidup dalam kungkungan, pengaruh dan kehendak dosa itu. Sebagai manusia baru, kita dituntut Allah melalui Paulus untuk tidak mentuankan dosa. Artinya, kita tidak lagi tunduk di bawah pemerintahan dosa, meskipun kita tetap hidup di dalam tubuh yang fana. Karena tubuh yang fana menunjukkan adanya kelemahan di dalam tubuh jasmani manusia. Tetapi Paulus mengajar jemaat Roma (dan kita juga) untuk tidak menyerah terhadap kedagingan kita, melainkan kita harus berani menolak dosa. Bagaimana caranya ? Paulus menjelaskan bahwa kita bisa menolak dosa dengan tidak menuruti keinginan dosa. Paulus mengaitkan konsep dosa dengan keinginannya yang termasuk bagian dari dosa. Dosa bukan sekedar membunuh, mencuri, dan tindakan lainnya, tetapi dosa lebih mengarah ke dalam hati. Ketika hati dan motivasi kita tidak beres, itulah awal timbulnya dosa. Karena Tuhan lebih menyelidiki hati, bukan hanya penampilan. Tuhan tak pernah tertipu oleh penampilan luar yang mungkin sangat kelihatan alim/religius di mata orang lain. Paulus mengajarkan bahwa kita bisa menolak dosa dengan tidak menuruti keinginannya. Kata “menuruti” dalam bahasa Yunani hupakouō (mendengar dengan penuh perhatian). Untuk itu, tidak menuruti keinginan dosa identik dengan tidak mendengarnya atau memperhatikan godaan dosa itu dengan seksama (mampu mengabaikan).
Tubuh sering diidentikkan sebagai kelemahan manusia dalam menghadapi godaan dosa. Maka Paulus dengan tegas mengatakan agar manusia mampu tampil beda dengan orang di sekitarnya. Orang percaya harus mampu mengalahkan dosa tidak hanya dengan imannya, namun juga dengan tubuhnya. Dengan tegas Paulus katakan, Janganlah kamu menyerahkan anggota-anggota tubuhmu kepada dosa untuk dipakai sebagai senjata kelaliman, tetapi serahkanlah dirimu kepada Allah sebagai orang-orang, yang dahulu mati, tetapi yang sekarang hidup. Dan serahkanlah anggota-anggota tubuhmu kepada Allah untuk menjadi senjata-senjata kebenaran.Kata “menyerahkan” berarti ada unsur penyerahan aktif dari pribadi tertentu kepada pribadi lain. Sehingga orang Kristen tidak boleh menyerahkan tubuhnya dipakai iblis sebagai senjata kelaliman (ketidakadilan). Namun orang percaya harus secara aktif menyerahkan seluruh anggota tubuh untuk Tuhan yang telah menebusnya dari belenggu dosa untuk digunakan sebagai senjata menegakkan kebenaran dan keadilan yang sesuai dengan kehendak Allah. Roma 12:1, “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.”
Mengapa kita harus aktif dalam menegakkan keadilan dan kebenaran? Karena kemenangan Yesus atas dosa telah menggaransi kita bebas dari kuasa dosa itu. Untuk itu kita aktif melakukan kehendak Tuhan bukan karena paksaan hukum Taurat, melainkan buah iman kita atas anugerah keselamatan yang Tuhan berikan.

2.      Yesus Mengubah Status Orang Percaya (ay. 15 – 19)
Bebas dari belenggu dan perhambaan dosa dengan usaha sendiri merupakan sebuah kemustahilan bagi manusia, sehingga Allah mengambil inisiatif dengan mengutus Anak-Nya yang tunggal agar kehidupan yang kekal itu bisa dimiliki oleh orang yang percaya. Dengan demikian, status hidup dalam perhambaan dosa (hidup lama) telah diubah dalam hidup baru yaitu menjadi hamba Allah, hamba kebenaran. Dibebaskan dari dosa bukan berarti manusia tidak lagi berdosa. Selama manusia itu menyimpang dari kehendak Allah, dia tetap berdosa dan baginya keselamatan itu menjadi sia-sia. Jadi, Paulus katakan, meskipun manusia telah ditebus dengan kasih karunia, sekali-kali manusia tetap tidak boleh melakukan dosa. Sekali-kali mengartikan bahwa Allah melarangnya. Banyak orang menganggap kekristenan itu agama yang terlalu menjual murah keselamatan, karena mereka menganggap keselamatan itu akan diperoleh hanya dengan berbuat baik. Anggapan itu justru keliru, karena tanpa anugerah, manusia tak mungkin sedikit pun berbuat baik. Orang benar akan berbuat baik dan yang benar di hadapan Tuhan karena dorongan Roh Kudus dan buah iman yang benar bahwa keselamatan itu harus diimani dan dihidupi. Dengan kata lain, sumber kebaikan adalah Allah sendiri dan dari-Nya lah kita dapat dan mampu berbuat baik serta tidak lagi berbuat dosa.
Paulus memberi gambaran tentang konsep hamba dan tuan. Hamba adalah seorang yang harus taat mutlak kepada tuan dan si tuan adalah penguasa hamba tersebut. Di dalam hidup ini, Paulus membagi dua macam orang yaitu hamba iblis dan hamba Kristus/kebenaran. Pertama, hamba iblis adalah orang yang menyerahkan dirinya sendiri secara aktif kepada iblis dan dosa sebagai tuannya. Hal ini, kata Paulus, memimpin kepada kematian/maut. Dengan kata lain, ketika kita menghambakan diri kepada iblis, kita pasti mati (kekal). Siapa yang menjadi hamba iblis adalah mereka yang tidak tunduk kepada Allah dan Firman-Nya. Merekalah yang pasti mati, meskipun kelihatannya hidup. Ciri-ciri hamba iblis itu antara lain :
1.      Memutarbalikkan dan mengganti/ mengubah Injil Kristus (Galatia 1:6-10).
2.      Membujuk orang supaya mengikuti dirinya dan bukan kepada Kristus (2 Timotius 4:3-4).
3.      Memakai Firman Tuhan (tentu yang sudah diselewengkan) untuk membujuk para pengikutnya (Matius 4:6).
Kedua, hamba kebenaran adalah orang yang menyerahkan dirinya secara aktif (sebagai respon terhadap pemilihan/predestinasi Allah) kepada Kristus di dalam ketaatan. Ketaatan ini mengakibatkan orang tersebut hidup di dalam kebenaran. hamba kebenaran adalah hamba-hamba Kristus yang kesukaannya menggumuli, mengerti dan mengaplikasi Firman di dalam kehidupannya sehari-hari (bandingkan Mazmur 1:1-4). Selain itu, hamba kebenaran juga meninggikan Kristus di atas segala-galanya dan memberitakan Injil. Secara singkat, hamba kebenaran adalah umat pilihan-Nya yang mencintai : Kebenaran ketimbang ketidakbenaran, Kekudusan/Kesucian ketimbang ketidakkudusan/kenajisan, Keadilan ketimbang ketidakadilan, Kejujuran ketimbang kebohongan/dusta, dll. Karena mereka adalah orang-orang yang menghambakan diri kepada Sumber Kebenaran, Kesucian, Keadilan dan Kejujuran sejati.
Kita bukan lagi disebut hamba dosa, tetapi hamba kebenaran.anugerah Allah di dalam Kristus telah melepaskan kita dari kegelapan dosa menuju terang Allah yang ajaib. Dulu kita setia terhadap dosa dan iblis, tetapi sebagai hamba kebenaran, Paulus menuntut kita untuk setia dan taat pada Kristus dan Injil-Nya. Taat merupakan suatu tanda kita menjadi hamba kebenaran. Taat bukan sekedar mengatakan “ya” kepada perintah Allah, tetapi taat mencakup adanya totalitas penyerahan diri kita secara total kepada kehendak Allah. Di dalam ayat 17, Paulus mengatakan, “Kamu dengan segenap hati telah mentaati pengajaran...” Kata “segenap hati” menunjukkan bahwa kita dengan seluruh totalitas kita dari dalam menaati Firman dan menjalankannya. Dengan kata lain, menaati Firman berarti menjunjung tinggi otoritas Firman dan bersedia mengkritisi semua paradigma dunia dari orang berdosa sehingga membawa mereka kembali kepada Kristus dan Firman-Nya.
Paulus menyadari bahwa jemaat Roma tetap adalah manusia biasa yang lemah, sehingga ia memberikan semangat dan dorongan serta teguran supaya mereka tidak lagi berkubang di dalam kelemahan dosa, tetapi keluar sebagai pemenang yang hidup bagi Kristus. Dengan demikian, tubuh yang tinggal di dunia ini tidak hidup seperti duniawi, tapi mampu tampil beda dengan hidup lebih baik sesuai dengan tuntunan Roh yang menguasai tubuh itu. Dengan demikian, status sebagai hamba dosa/ iblis diubah menjadi hamba Allah, hamba kebenaran dalam kasih.

3.      Hasil (Buah) dan Dampak dari Status yang Baru (ay. 20 – 23)
Perubahan pasti selalu menghasilkan hasil (buah) dan dampak yang baru. Buah berarti keuntungan, kesenangan, kepuasan, atau kesenangan hidup/hiburan/ketenangan. Pada ayat 20, Paulus mengatakan, “Sebab waktu kamu hamba dosa, kamu bebas dari kebenaran.” Ketika kita menghambakan diri di bawah dosa (atau dosa menjadi tuan hidup kita), pada saat yang sama kita bebas dari kebenaran. Orang yang mentuankan dosa, maka kebenaran, keadilan dan kasih adalah musuhnya. Hidupnya lebih berorientasi kepada materi, pribadi dan keinginan ketimbang kepada Allah. Maka dalam ayat 21, Paulus bertanya, “Dan buah apakah yang kamu petik dari padanya?” Jika kita artikan, Paulus hendak mempertanyakan, “Apakah keuntungan, kesenangan, kepuasan, atau kesenangan hidup/hiburan/ketenangan apakah yang kamu petik dari padanya?”
Jawabannya adalah, jika masih hidup dalam perhambaan dosa, maka buahnya adalah rasa malu, ketakutan, kehancuran, ketidaktenangan dan kesudahannya adalah kematian yang kekal. Sementara orang yang mau menerima pengubahan oleh kasih karunia Allah akan beroleh buah yang membawa kamu kepada pengudusan dan sebagai kesudahannya ialah hidup yang kekal (ay. 22). Kita bisa hidup kudus karena Roh Kudus di dalam hati kita mencerahkan, menguduskan dan mengingatkan kita terus-menerus akan Firman Allah. Sehingga kita senantiasa punya inisiati melakukan kehendak Allah dalam kehidupan kita. Penebusan Kristus mengembalikan citra diri manusia berdosa kepada posisinya semula yaitu sebagai gambar dan rupa Allah yang mengerjakan kekudusan, kesetiaan, kejujuran, kebenaran, keadilan, kasih maupun kebaikan. Dalam ayat 23, Paulus dengan tegas mengatakan, “Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.” Jadi buah yang akan dipetik oleh orang yang memilih bertahan dalam kenyamanannya dengan status lama (hidup dalam perhambaan dosa), maka kematian kekal yang penuh siksaan tidak mungkin menjauh darinya. Sementara itu, buah yang akan dipetik oleh orang yang menerima pembaharuan status (hidup baru) adalah jaminan dan kepastian akan hidup kekal yang telah Tuhan persiapkan bagi para hamba-Nya yang senantiasa setia pada-Nya dalam segala situasi hidup.

III.        Aplikasi
  Meskipun kita memilih menjadi hamba Allah bukan berarti kita sepenuhnya bisa bebas dari dosa, hanya saja kita akan selalu mendapat tuntunan dan pertolongan dari Roh Kudus untuk menghindar dan menolak melakukan yang tidak berkenan bagi Tuhan. Untuk itulah Tuhan mengutus Roh-Nya, yaitu supaya menolong kita bertahan dan setia menghambakan diri kita pada-Nya dalam segala situasi hidup.
  Seorang hamba adalah orang yang selalu menuruti kehendak tuannya. Orang yang memperhambakan dirinya kepada dosa, tentu akan lebih nyaman hidup dalam ketidakadilan, ketidakbenaran, penipuan, kepurapuraan, egoisme (Gal. 5:19-21) yang tidak memiliki tempat dalam Kerajaan Allah. Sebaliknya, hamba Allah adalah yang kesukaannya adalah menyenangkan hati Tuhan, yang hidup dalam Galatia 5:22-23, yang upahnya adalah menjadi bagian dalam sukacita sorga. Tuhan Yesus memberkati. Amin.

C.Pdt. Polma Hutasoit, S.Th

Tidak ada komentar:

Posting Komentar