KERANGKA SERMON EVANGELIUM MINGGU 29 Juni 2014
Minggu II Setelah Trinitatis (Ketritunggalan Allah/ Hasitolusadaan ni
TUHAN)
Ev : Roma
6 : 12 – 23 Ep : Yeremia : 28 : 5 – 9 S.
Patik : 1 Korintus 7 : 23 – 24
Tidak
Dikuasai Oleh Dosa
I.
Pendahuluan
Surat Paulus ke Roma ini merupakan surat yang paling
teologis. Surat ini ditulis untuk memberitakan bahwa di dalam Tuhan Yesuslah
dinyatakan kebenaran Allah dan di dalam Yesuslah dosa telah dikalahkan. Paulus
menenkankan bahwa dosa sudah menjadi bagian dari hidup manusia dan tidak ada
satu orangpun yang sanggup membebaskan dirinya dari belenggu dosa itu. Untuk
itulah Allah mengambil inisiatif mengalahkan dosa itu sehingga orang yang
percaya tetap memiliki keselamatan yang kekal, namun sebaliknya, orang yang
tidak menerima Yesus akan tetap hidup dalam perhambaan dosa dan pasti berujung
pada kematian kekal dalam penghukuman.
II.
Penjelasan Nats
1.
Hidup Buat Tuhan bukan Bagi Dosa (ay. 12 – 14)
Penebusan dosa manusia yang dilakukan oleh
Yesus Kristus menjadi jaminan bagi setiap orang percaya untuk menjadi bagian
dari anak-anak Allah dalam Kerajaan-Nya. Penebusan ini juga menjadi jaminan
bahwa orang percaya memperoleh
hidup baru di dalam kebangkitan-Nya, untuk itu kita tidak boleh lagi hidup di
dalam dosa. Tidak hidup di dalam dosa berarti tidak lagi hidup dalam kungkungan,
pengaruh dan kehendak dosa itu. Sebagai manusia baru, kita dituntut Allah melalui Paulus untuk
tidak mentuankan dosa. Artinya, kita tidak lagi tunduk di bawah pemerintahan
dosa, meskipun kita tetap hidup di dalam tubuh yang fana. Karena tubuh yang fana
menunjukkan adanya kelemahan di dalam tubuh jasmani manusia. Tetapi Paulus
mengajar jemaat Roma (dan kita juga) untuk tidak menyerah terhadap kedagingan
kita, melainkan kita harus berani menolak dosa. Bagaimana caranya ? Paulus
menjelaskan bahwa kita bisa menolak dosa dengan tidak menuruti keinginan dosa. Paulus mengaitkan konsep dosa
dengan keinginannya yang termasuk bagian dari dosa. Dosa bukan sekedar membunuh,
mencuri, dan tindakan lainnya, tetapi dosa lebih mengarah ke dalam hati. Ketika hati dan
motivasi kita tidak beres, itulah awal timbulnya dosa. Karena Tuhan
lebih menyelidiki hati, bukan hanya penampilan.
Tuhan tak pernah tertipu oleh penampilan luar yang mungkin sangat kelihatan
alim/religius di mata orang lain. Paulus mengajarkan bahwa kita bisa menolak dosa dengan
tidak menuruti keinginannya. Kata “menuruti” dalam bahasa Yunani ‘hupakouō’ (mendengar dengan penuh perhatian). Untuk itu, tidak menuruti keinginan dosa identik dengan tidak
mendengarnya atau memperhatikan godaan dosa itu dengan seksama (mampu
mengabaikan).
Tubuh sering diidentikkan sebagai
kelemahan manusia dalam menghadapi godaan dosa. Maka Paulus dengan tegas
mengatakan agar manusia mampu tampil beda dengan orang di sekitarnya. Orang
percaya harus mampu mengalahkan dosa tidak hanya dengan imannya, namun juga
dengan tubuhnya. Dengan tegas Paulus katakan, “Janganlah kamu menyerahkan
anggota-anggota tubuhmu kepada dosa untuk dipakai sebagai senjata kelaliman, tetapi serahkanlah dirimu kepada
Allah sebagai orang-orang, yang dahulu mati, tetapi yang sekarang hidup. Dan
serahkanlah anggota-anggota tubuhmu kepada Allah untuk menjadi senjata-senjata
kebenaran.” Kata “menyerahkan” berarti ada unsur penyerahan aktif dari pribadi
tertentu kepada pribadi lain. Sehingga orang Kristen tidak boleh menyerahkan tubuhnya dipakai iblis
sebagai senjata kelaliman (ketidakadilan). Namun orang percaya harus secara
aktif menyerahkan seluruh anggota tubuh untuk Tuhan yang telah menebusnya dari
belenggu dosa untuk digunakan sebagai senjata menegakkan kebenaran dan keadilan
yang sesuai dengan kehendak Allah. Roma 12:1, “Karena itu, saudara-saudara,
demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu
sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu
adalah ibadahmu yang sejati.”
Mengapa kita harus aktif dalam menegakkan keadilan dan kebenaran? Karena
kemenangan Yesus atas dosa telah menggaransi kita bebas dari kuasa dosa itu.
Untuk itu kita aktif melakukan kehendak Tuhan bukan karena paksaan hukum
Taurat, melainkan buah iman kita atas anugerah keselamatan yang Tuhan berikan.
2. Yesus Mengubah Status Orang Percaya (ay. 15
– 19)
Bebas dari belenggu dan perhambaan dosa
dengan usaha sendiri merupakan sebuah kemustahilan bagi manusia, sehingga Allah
mengambil inisiatif dengan mengutus Anak-Nya yang tunggal agar kehidupan yang
kekal itu bisa dimiliki oleh orang yang percaya. Dengan demikian, status hidup
dalam perhambaan dosa (hidup lama) telah diubah dalam hidup baru yaitu menjadi
hamba Allah, hamba kebenaran. Dibebaskan dari dosa bukan berarti manusia tidak
lagi berdosa. Selama manusia itu menyimpang dari kehendak Allah, dia tetap
berdosa dan baginya keselamatan itu menjadi sia-sia. Jadi, Paulus katakan,
meskipun manusia telah ditebus dengan kasih karunia, sekali-kali manusia tetap
tidak boleh melakukan dosa. Sekali-kali mengartikan bahwa Allah melarangnya. Banyak orang menganggap kekristenan itu agama yang terlalu menjual murah keselamatan, karena mereka menganggap
keselamatan itu akan diperoleh hanya dengan berbuat baik. Anggapan itu justru keliru, karena tanpa anugerah,
manusia tak mungkin sedikit pun berbuat baik. Orang benar akan berbuat baik dan yang
benar di hadapan Tuhan karena dorongan Roh Kudus dan buah iman yang benar bahwa
keselamatan itu harus diimani dan dihidupi. Dengan kata lain, sumber kebaikan adalah Allah sendiri
dan dari-Nya lah kita dapat dan mampu berbuat baik serta tidak lagi berbuat
dosa.
Paulus memberi gambaran tentang konsep hamba dan tuan. Hamba adalah seorang yang harus
taat mutlak kepada tuan dan si tuan adalah penguasa hamba tersebut. Di dalam
hidup ini, Paulus membagi dua macam orang yaitu hamba iblis dan hamba
Kristus/kebenaran.
Pertama, hamba iblis adalah orang yang menyerahkan dirinya sendiri secara
aktif kepada iblis dan dosa sebagai tuannya. Hal ini, kata Paulus, memimpin
kepada kematian/maut. Dengan kata lain, ketika kita menghambakan diri kepada
iblis, kita pasti mati (kekal). Siapa
yang menjadi hamba iblis adalah mereka yang tidak tunduk kepada Allah dan
Firman-Nya. Merekalah yang pasti mati, meskipun kelihatannya hidup. Ciri-ciri hamba iblis itu
antara lain :
1.
Memutarbalikkan dan mengganti/ mengubah Injil Kristus
(Galatia 1:6-10).
2.
Membujuk orang supaya mengikuti dirinya dan bukan kepada
Kristus (2 Timotius 4:3-4).
3.
Memakai Firman Tuhan (tentu yang sudah diselewengkan)
untuk membujuk para pengikutnya (Matius 4:6).
Kedua, hamba
kebenaran adalah orang yang menyerahkan dirinya secara aktif (sebagai
respon terhadap pemilihan/predestinasi Allah) kepada Kristus di dalam ketaatan.
Ketaatan ini mengakibatkan orang tersebut hidup di dalam kebenaran. hamba
kebenaran adalah hamba-hamba Kristus yang kesukaannya menggumuli, mengerti dan
mengaplikasi Firman di dalam kehidupannya sehari-hari (bandingkan Mazmur
1:1-4). Selain itu, hamba kebenaran juga meninggikan Kristus di atas
segala-galanya dan memberitakan Injil. Secara singkat, hamba kebenaran adalah
umat pilihan-Nya yang mencintai : Kebenaran ketimbang ketidakbenaran,
Kekudusan/Kesucian ketimbang ketidakkudusan/kenajisan, Keadilan ketimbang
ketidakadilan, Kejujuran ketimbang kebohongan/dusta, dll. Karena mereka adalah orang-orang yang menghambakan diri kepada
Sumber Kebenaran, Kesucian, Keadilan dan Kejujuran sejati.
“Kita bukan lagi disebut hamba dosa, tetapi hamba
kebenaran.”
anugerah Allah di dalam
Kristus telah melepaskan kita dari kegelapan dosa menuju terang Allah yang
ajaib. Dulu kita setia terhadap dosa dan iblis, tetapi sebagai hamba kebenaran,
Paulus menuntut kita untuk setia dan taat pada Kristus dan Injil-Nya. Taat
merupakan suatu tanda kita menjadi hamba kebenaran. Taat bukan sekedar mengatakan “ya” kepada perintah
Allah, tetapi taat mencakup adanya totalitas penyerahan diri kita secara total
kepada kehendak Allah.
Di dalam ayat 17, Paulus
mengatakan, “Kamu dengan segenap hati telah mentaati pengajaran...” Kata
“segenap hati” menunjukkan bahwa kita dengan seluruh totalitas kita dari dalam
menaati Firman dan menjalankannya. Dengan kata lain, menaati Firman berarti
menjunjung tinggi otoritas Firman dan bersedia mengkritisi semua paradigma
dunia dari orang berdosa sehingga membawa mereka kembali kepada Kristus dan
Firman-Nya.
Paulus menyadari bahwa
jemaat Roma tetap adalah manusia biasa yang lemah, sehingga ia memberikan
semangat dan dorongan serta teguran supaya mereka tidak lagi berkubang di dalam
kelemahan dosa, tetapi keluar sebagai pemenang yang hidup bagi Kristus. Dengan demikian, tubuh yang
tinggal di dunia ini tidak hidup seperti duniawi, tapi mampu tampil beda dengan
hidup lebih baik sesuai dengan tuntunan Roh yang menguasai tubuh itu. Dengan
demikian, status sebagai hamba dosa/ iblis diubah menjadi hamba Allah, hamba
kebenaran dalam kasih.
3. Hasil (Buah) dan Dampak dari Status yang Baru (ay. 20
– 23)
Perubahan pasti selalu menghasilkan hasil
(buah) dan dampak yang baru. Buah berarti keuntungan, kesenangan, kepuasan, atau kesenangan
hidup/hiburan/ketenangan. Pada ayat 20, Paulus mengatakan, “Sebab
waktu kamu hamba dosa, kamu bebas dari kebenaran.” Ketika kita menghambakan diri di bawah dosa (atau dosa
menjadi tuan hidup kita), pada saat yang sama kita bebas dari kebenaran. Orang yang mentuankan dosa, maka
kebenaran, keadilan dan kasih adalah musuhnya. Hidupnya
lebih berorientasi kepada materi, pribadi dan keinginan ketimbang kepada Allah. Maka dalam ayat 21, Paulus
bertanya, “Dan buah apakah yang kamu
petik dari padanya?” Jika kita artikan, Paulus hendak mempertanyakan, “Apakah
keuntungan, kesenangan, kepuasan,
atau kesenangan hidup/hiburan/ketenangan apakah yang kamu petik dari padanya?”
Jawabannya adalah,
jika masih hidup dalam perhambaan dosa, maka buahnya adalah rasa malu,
ketakutan, kehancuran, ketidaktenangan dan kesudahannya adalah kematian yang
kekal. Sementara orang yang mau menerima pengubahan oleh kasih karunia Allah
akan beroleh buah yang membawa kamu kepada pengudusan dan sebagai kesudahannya
ialah hidup yang kekal (ay. 22). Kita
bisa hidup kudus karena Roh Kudus di dalam hati kita mencerahkan, menguduskan
dan mengingatkan kita terus-menerus akan Firman Allah. Sehingga kita senantiasa punya
inisiati melakukan kehendak Allah dalam kehidupan kita. Penebusan Kristus mengembalikan citra diri manusia
berdosa kepada posisinya semula yaitu sebagai gambar dan rupa Allah yang
mengerjakan kekudusan, kesetiaan, kejujuran, kebenaran, keadilan, kasih maupun kebaikan. Dalam ayat 23, Paulus dengan tegas mengatakan, “Sebab
upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus
Yesus, Tuhan kita.” Jadi buah yang akan dipetik oleh orang yang memilih
bertahan dalam kenyamanannya dengan status lama (hidup dalam perhambaan dosa),
maka kematian kekal yang penuh siksaan tidak mungkin menjauh darinya. Sementara
itu, buah yang akan dipetik oleh orang yang menerima pembaharuan status (hidup
baru) adalah jaminan dan kepastian akan hidup kekal yang telah Tuhan persiapkan
bagi para hamba-Nya yang senantiasa setia pada-Nya dalam segala situasi hidup.
III.
Aplikasi
 Meskipun kita memilih menjadi hamba Allah bukan
berarti kita sepenuhnya bisa bebas dari dosa, hanya saja kita akan selalu
mendapat tuntunan dan pertolongan dari Roh Kudus untuk menghindar dan menolak
melakukan yang tidak berkenan bagi Tuhan. Untuk itulah Tuhan mengutus Roh-Nya,
yaitu supaya menolong kita bertahan dan setia menghambakan diri kita pada-Nya
dalam segala situasi hidup.
 Seorang hamba adalah orang yang selalu menuruti
kehendak tuannya. Orang yang memperhambakan dirinya kepada dosa, tentu akan
lebih nyaman hidup dalam ketidakadilan, ketidakbenaran, penipuan, kepurapuraan,
egoisme (Gal. 5:19-21) yang tidak memiliki tempat dalam Kerajaan Allah.
Sebaliknya, hamba Allah adalah yang kesukaannya adalah menyenangkan hati Tuhan,
yang hidup dalam Galatia 5:22-23, yang upahnya adalah menjadi bagian dalam
sukacita sorga. Tuhan Yesus memberkati. Amin.
C.Pdt.
Polma Hutasoit, S.Th
Tidak ada komentar:
Posting Komentar