Jumat, 31 Juli 2015

Matius 21 : 23 – 32, "Mengakui Kuasa Yesus"

KERANGKA SERMON EVANGELIUM MINGGU 28 September 2014
Minggu XV Setelah Trinitatis (Ketritunggalan ALLAH/ Hasitolusadaan Ni TUHAN)
Ev  :  Matius 21 : 23 – 32         Ep  : Yehezkiel 18 : 1 – 4 + 25 – 32        S. Patik : Matius 7 : 21
Mengakui Kuasa Yesus

I.              Pendahuluan
Matius yang menjadi penulis Injil ini adalah seorang pemungut cukai di Kapernaum. Dia dipanggil oleh Yesus dan dijadikan murid-Nya (Mat. 9 : 9). Injil ini di tuliskan untuk orang-orang Yahudi sezamannya.  Kitab ini hanya mempunyai maksud yaitu: membuktikan dengan jelas, bahwa Yesus adalah Mesias yang sekian lamanya dijanjikan oleh Allah. Di dalam Yesus segala nubuat dalam Perjanjian Lama telah digenapi. Tidak kurang dari 47 kali Matius mengutip nats-nats dari Perjanjian Lama, hal itu untuk membuktikan, bahwa dalam diri Yesus telah digenapi apa yang dulu dituliskan oleh para nabi. Tujuan dari maksud Matius ini adalah agar orang-orang Yahudi, termasuk para pemuka agama pada masa itu, membaca nubuat lama dengan teliti, dan melihat bahwa seluruh hidup Yesus adalah penggenapan dari apa yang telah lama dinubuatkan. Kehadiran Yesus sebagai Mesias mengalami penolakan, dimana penolakan itu muncul justru dari orang-orang yang diangkat menjadi tokoh-tokoh agama/ rohani saat itu, yaitu orang Farisi, Imam-imam Kepala dan Ahli Taurat. Mereka merasa kehadiran Yesus telah mengguncang kenyamanan mereka sebagai pemuka agama yang selalu didengar dan diikuti oleh segenap umat, karena semakin hari semakin banyak yang percaya dan mengikut Yesus. Dengan segala cara mereka bersekongkol untuk mencari celah kesalahan Yesus agar ada alasan untuk membunuh Yesus, namun mereka tidak tahu bagaimana cara untuk melakukannya (Luk. 19 : 47 – 48) karena mereka sendiri tidak pernah menemukan ada perkataan atau tindakan yang bisa dijadikan alasan kuat untuk menangkap Yesus.

II.           Penjelasan Nats
1.      Tokoh-Tokoh Agama Mempertanyakan “Kuasa” Yesus (ay. 23)
Saat Yesus mengajar di Bait Allah, terjadi dialog antara Dia dengan tokoh-tokoh agama Yahudi. Mereka sudah memiliki kesepakatan untuk memberikan pertanyaan yang menjebak Yesus di depan umum agar ketika Yesus melakukan kesalahan, maka mereka bisa menangkap Yesus dimana orang banyak menjadi saksi. Pertanyaan mereka kepada Yesus adalah mengenai “kuasa” yang dimiliki Yesus, “Dengan kuasa manakah Engkau melakukan hal-hal itu? Dan siapakah yang memberikan kuasa itu kepada-Mu?” Yang dimaksud dengan ‘hal-hal itu’ mencakup beberapa hal : Pertama, Masuknya Yesus ke Yerusalem dengan naik keledai (21 : 1 11). Kedua, Ia menerima puji-pujian (21 : 9 10, 15 16). Ketiga, Ia menyembuhkan orang sakit (21 : 14). Keempat, Ia ‘membersihkan’ Bait Allah (21 : 12 13). Kelima, Ia mengajar Firman Tuhan (21 : 23). Mereka yang kenal dengan jelas asal-usul Yesus sebagai anak tukang kayu menganggap Yesus tidak lagi waras lagi. Mereka mengajukan 2 pertanyaan sekaligus. Pertama, mengenai asal-usul kuasa yang dimiliki Yesus dan kedua, siapa yang memberikan kuasa itu kepada-Nya.

2.      Reaksi Bijaksana Dari Yesus (ay. 24 – 27)
Mendapat pertanyaan seperti itu, Yesus tidak langsung memberi jawaban seperti yang mereka inginkan. Untuk menjawab pertanyaan mereka, Yesus membuat persyaratan, “"Aku juga akan mengajukan satu pertanyaan kepadamu dan jikalau kamu memberi jawabnya kepada-Ku, Aku akan mengatakan juga kepadamu dengan kuasa manakah Aku melakukan hal-hal itu. Dari manakah baptisan Yohanes? Dari sorga atau dari manusia?”. Tentu saja mereka terkejut dengan serangan balik yang Yesus berikan kepada mereka. Mengapa Yesus menanyakan mengenai Yohanes Pembaptis?. Pertanyaan yang diajukan Yesus memang tepat pada tempatnya, karena ada hubungan yang erat antara Yesus dan Yohanes. Yohanes telah menjadi perintis jalan untuk Yesus, dan Yesus sendiri telah dibaptis oleh Yohanes (Mat. 3 : 13). Yohanes adalah orang yang mengakui bahwa Yesus adalah Anak Allah (Yoh. 1 : 32 34), hasil dari jawaban pertanyaan Yesus ini merupakan inti dari pertanyaan yang disampaikan para Ahli-ahli Taurat kepada Yesus mengenai “dengan kuasa manakah Engkau melakukan hal-hal itu”. Dalam hal ini Yesus ingin tekankan “siapa kah yang berkuasa akan baptisan Yohanes”. Pertanyaan Yesus membuat dilema bagi seluruh ahli-ahli Taurat dan para Imam yang mendengarkan pertanyaan itu. Kelihatan mereka sama sekali tidak siap menghadapi pertanyaan itu, sehingga mereka harus berdiskusi untuk memberi jawaban yang pastinya mereka tetap berada dalam zona nyaman dan tidak beresiko terhadap kenyamanan mereka. “Jika mereka katakan dari sorga, maka Yesus akan bertanya lagi kepada mereka ‘mengapa kalian tidak mempercayainya?”, dan “jika mereka mengatakan manusia, maka orang banyak akan menganggap Yohanes adalah nabi”. Para Imam dan ahli Taurat tidak mampu menjawab pertanyaan Yesus dengan realita apa yang mereka saksikan, sehingga mereka menjawab “kami tidak tahu”. Dengan jawaban para Ahli Taurat itu, Yesus-pun tidak menjawab pertanyaan yang mereka sampaikan sewaktu Yesus mengajar di Bait Allah.

3.        Yang Layak Di Hadapan Tuhan Adalah Dia yang Menyesali Perbuatannya & Bertobat (ay. 28 – 32)
Untuk menegur dan mengingatkan Orang Farisi, Imam-imam Kepala dan Ahli Taurat, Yesus memberi sebuah perumpamaan. Dalam perumpamaan itu dijelaskan bahwa anak sulung yang mengiyakan untuk bekerja di ladang bapanya, namun tidak mengerjakannya, sementara anak bungsu yang mendapat perintah yang sama menolak perintah bapanya namun menyesali jawabannya dan akhirnya pergi melakukan perintah bapanya itu. Dari perumpamaan singkat itu, Yesus memberi pertanyaan yang sederhana (untuk ukuran tokoh agama), “”Siapakah di antara kedua orang itu yang melakukan kehendak ayahnya? Mereka menjawab, “Yang Terakhir”. Melalui jawaban mereka ini Yesus dengan tegas memberikan penjelasan tentang siapa yang layak untuk menjadi bahagian dari kebahagiaan Kerajaan Allah. Bahkan Yesus membongkar paradigma berfikir mereka yang selama ini mereka ajarkan dan tanamkan bagi jemaatnya, yaitu bahwa para pemungut cukai, perempuan sundal tidak akan pernah beroleh keselamatan karena mereka adalah orang-orang najis dan harus disingkirkan dari persekutuan. Umumnya para Imam Kepala, Ahli Taurat dan Orang Farisi paham betul akan tugas mereka yaitu untuk mengajarkan kebenaran ke semua orang (bekerja di kebun anggur Bapa), termasuk orang-orang yang dinajiskan itu agar mereka meninggalkan kejahatannya. Namun mereka tidak melakukannya, bahkan tidak pernah mau bersentuhan dengan mereka. Namun Yesus justru hadir bagi orang-orang ini, bahkan Yohanes sendiri hadir membuka jalan bagi Yesus dengan lebih dahulu menyuarakan pertobatan bagi semua orang, termasuk orang-orang yang dinajiskan itu. Sehingga kata Yesus, “"Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah. Sebab Yohanes datang untuk menunjukkan jalan kebenaran kepadamu, dan kamu tidak percaya kepadanya. Tetapi pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal percaya kepadanya. Dan meskipun kamu melihatnya, tetapi kemudian kamu tidak menyesal dan kamu tidak juga percaya kepadanya.” Jawaban Yesus telah mencoreng harga diri para tokoh yang selama ini dihormati itu, karena semua orang yang selalu mengikut Yesus turut juga mendengar perkataan Yesus. Ketika mereka berusaha menjaga nama baik mereka saat menjawab pertanyaan Yesus, di saat yang sama mereka telah kehilangan harga diri mereka di hadapan orang banyak. Yesus telah mengatakan bahwa orang-orang najis yang menyesal dan bertobat itu lebih layak di hadapan Tuhan dibanding mereka yang selama ini merasa orang paling beriman dalam hidupnya. Ketegasan dan keberanian Yesus dalam menegor mereka sebenarnya bukanlah untuk mempermalukan mereka di hadapan banyak orang, namun semata-mata agar mereka juga ingat dan paham akan tugas mereka sebagai tokoh rohaniawan dan alat Tuhan untuk menyuarakan dan melakukan keadilan, kebenaran serta kasih. Dengan demikian, mereka yang menyampaikan firman Tuhan dan yang mendengar akan bersama-sama berjalan di jalan Tuhan dan bersama-sama berjalan menuju Kerajaan Allah yang kekal.

III.        Aplikasi
1.        Persoalan utama yang menjadi perhatian para tokoh agama Yahudi terkait pelayanan Yesus bukanlah masalah benar tidaknya ajaran Yesus dan sesuai dengan Kitab Suci atau tidak. Mereka malah mempersoalkan dari mana dan dari siapa kuasa itu Yesus miliki. Seperti biasa, mereka selalu berfikir mengenai tanda atau bukti, karena mereka mengetahui dengan latarbelakang kehidupan Yesus. Yesus tidak pernah belajar teologia seperti yang mereka lakukan, tapi Yesus mampu melakukan lebih daripada yang sanggup mereka lakukan dan Yesus lebih paham dalam mengartikan dan menterjemahkan firman Tuhan. Sebagai orang percaya, kita tidak lagi mengajukan pertanyaan yang sama dengan mereka, kita justru harus yakin dan percaya akan kuasa yang Yesus miliki sebagai Juruselamat kita yang hidup dan yang membebaskan kita dari belenggu dosa dan yang berkuasa untuk mendatangkan kebaikan bagi hidup kita.
2.        Para tokoh agama itu menjawab, “Tidak tahu” ketika Yesus mengajukan pertanyaan tentang Yohanes pembaptis. Padahal mereka bukannya tidak tahu, tapi mereka menjawab hanya demi keamanan mereka sendiri. Mereka takut kepada orang banyak, tetapi tidak kepada Allah, sehingga mereka berani berdusta(bd. Mat 10:28). Sampai saat ini pola berfikir seperti ini masih banyak dipelihara, demi keselamatan dan kenyamanannya tidak berani mengutarakan kebenaran. Sehingga sering kita mendengar ucapan, “Pinaberengbereng ma angka na masa on. Annon pinasingot, gabe sisogo do iba”. Sebagai orang Kristen, perlu kita pikirkan dan renungkan apakah yang bisa kita lakukan untuk menghilangkan prinsip ini.?
3.        Kasih setia dan pengampunan Tuhan itu benar-benar luar biasa. Dengan tegas Yesus katakan kepada para Imam Kepala, Ahli Taurat dan Orang Farisi serta semua yang mendengar Yesus ketika itu bahwa ternyata jabatan sebagai hamba Tuhan sekalipun tidak menjadi jaminan akan mendapat hidup dalam Kerajaan Allah jika tanggungjawabnya tidak dijalankan atau dari kesetiaannya dia berubah dan melakukan yang tidak benar (Yeh. 18 : 24). Sebaliknya, orang sejahat apapun tidak mustahil beroleh kemurahan dan pengampunan Tuhan jika ia menyesali kejahatannya dan bertobat untuk melakukan apa yang baik dan berkenan kepada Tuhan dan beroleh hidup (Yeh. 18 : 27 – 28). Memang, bukan karena perbuatan baik kita maka kita beroleh keselamatan, melainkan karena kasih karunia semata. Namun, keselamatan itu harus dipertahankan dengan melakukan apa yang Tuhan kehendaki. Kita juga harus menyadari bahwa meskipun keselamatan itu gratis, bukanlah karena harganya murah, namun Tuhan berikan secara gratis karena harganya sungguh amat mahal dan tidak ada satu orangpun yang sanggup membayar harga keselamatan itu. Untuk itulah, yang layak di hadapan Tuhan adalah dia yang melakukan kehendak Tuhan dalam hidupnya (Mat. 7 : 21). Tuhan Yesus memberkati. Amin.

C.Pdt. Polma Hutasoit, S.Th

Tidak ada komentar:

Posting Komentar