KERANGKA
SERMON EVANGELIUM MINGGU 28 September 2014
Minggu XV
Setelah Trinitatis (Ketritunggalan ALLAH/
Hasitolusadaan Ni TUHAN)
Ev : Matius
21 : 23 – 32 Ep : Yehezkiel 18
: 1 – 4 + 25 – 32 S.
Patik : Matius 7 : 21
Mengakui Kuasa Yesus
I.
Pendahuluan
Matius yang menjadi
penulis Injil ini adalah seorang pemungut cukai di Kapernaum. Dia dipanggil
oleh Yesus dan dijadikan murid-Nya (Mat. 9 : 9). Injil
ini di tuliskan untuk orang-orang Yahudi sezamannya. Kitab ini hanya mempunyai maksud yaitu:
membuktikan dengan jelas, bahwa Yesus adalah Mesias yang sekian lamanya
dijanjikan oleh Allah. Di dalam Yesus segala nubuat dalam Perjanjian Lama telah
digenapi. Tidak kurang dari 47 kali Matius mengutip nats-nats dari Perjanjian
Lama, hal itu untuk membuktikan, bahwa dalam diri Yesus telah digenapi apa yang
dulu dituliskan oleh para nabi. Tujuan dari maksud Matius ini adalah agar
orang-orang Yahudi, termasuk para pemuka agama pada masa
itu, membaca nubuat lama dengan teliti, dan melihat bahwa seluruh hidup Yesus
adalah penggenapan dari apa yang telah lama dinubuatkan. Kehadiran Yesus sebagai Mesias mengalami penolakan, dimana penolakan itu
muncul justru dari orang-orang yang diangkat menjadi tokoh-tokoh agama/ rohani
saat itu, yaitu orang Farisi, Imam-imam Kepala dan Ahli Taurat. Mereka merasa
kehadiran Yesus telah mengguncang kenyamanan mereka sebagai pemuka agama yang
selalu didengar dan diikuti oleh segenap umat, karena semakin hari semakin
banyak yang percaya dan mengikut Yesus. Dengan segala cara mereka bersekongkol
untuk mencari celah kesalahan Yesus agar ada alasan untuk membunuh Yesus, namun
mereka tidak tahu bagaimana cara untuk melakukannya (Luk. 19 : 47 – 48) karena
mereka sendiri tidak pernah menemukan ada perkataan atau tindakan yang bisa
dijadikan alasan kuat untuk menangkap Yesus.
II.
Penjelasan
Nats
1. Tokoh-Tokoh Agama Mempertanyakan “Kuasa” Yesus (ay. 23)
Saat Yesus
mengajar di Bait Allah, terjadi dialog antara Dia dengan tokoh-tokoh agama
Yahudi. Mereka sudah memiliki kesepakatan untuk memberikan pertanyaan yang
menjebak Yesus di depan umum agar ketika Yesus melakukan kesalahan, maka mereka
bisa menangkap Yesus dimana orang banyak menjadi saksi. Pertanyaan mereka
kepada Yesus adalah mengenai “kuasa” yang dimiliki Yesus, “Dengan kuasa manakah Engkau melakukan hal-hal
itu? Dan siapakah yang memberikan kuasa itu kepada-Mu?” Yang
dimaksud dengan ‘hal-hal itu’
mencakup beberapa hal : Pertama, Masuknya Yesus ke Yerusalem dengan naik
keledai (21 : 1 – 11). Kedua, Ia menerima
puji-pujian (21 : 9 – 10, 15 – 16). Ketiga, Ia menyembuhkan orang sakit (21 : 14). Keempat, Ia ‘membersihkan’ Bait Allah (21 : 12 – 13). Kelima, Ia mengajar
Firman Tuhan (21 : 23). Mereka yang kenal dengan jelas asal-usul Yesus sebagai anak tukang kayu menganggap
Yesus tidak lagi waras lagi. Mereka mengajukan 2 pertanyaan sekaligus. Pertama,
mengenai asal-usul kuasa yang dimiliki Yesus dan kedua, siapa yang memberikan
kuasa itu kepada-Nya.
2. Reaksi Bijaksana Dari Yesus (ay. 24 – 27)
Mendapat
pertanyaan seperti itu, Yesus tidak langsung memberi jawaban seperti yang
mereka inginkan. Untuk menjawab pertanyaan mereka, Yesus membuat persyaratan, “"Aku juga akan mengajukan satu
pertanyaan kepadamu dan jikalau kamu memberi jawabnya kepada-Ku, Aku akan
mengatakan juga kepadamu dengan kuasa manakah Aku melakukan hal-hal itu. Dari
manakah baptisan Yohanes? Dari sorga atau dari manusia?”. Tentu saja mereka
terkejut dengan serangan balik yang Yesus berikan kepada mereka. Mengapa Yesus
menanyakan mengenai Yohanes Pembaptis?. Pertanyaan yang diajukan Yesus memang
tepat pada tempatnya, karena ada hubungan yang erat antara Yesus dan Yohanes.
Yohanes telah menjadi perintis jalan untuk Yesus, dan Yesus sendiri telah
dibaptis oleh Yohanes (Mat. 3 : 13). Yohanes
adalah orang yang mengakui bahwa Yesus adalah Anak Allah (Yoh. 1 : 32 – 34), hasil dari
jawaban pertanyaan Yesus ini merupakan inti dari pertanyaan yang disampaikan
para Ahli-ahli Taurat kepada Yesus mengenai “dengan kuasa manakah Engkau
melakukan hal-hal itu”. Dalam hal ini Yesus ingin
tekankan “siapa kah yang berkuasa akan baptisan Yohanes”. Pertanyaan Yesus
membuat dilema bagi seluruh ahli-ahli Taurat dan para Imam yang mendengarkan
pertanyaan itu. Kelihatan mereka sama sekali tidak siap
menghadapi pertanyaan itu, sehingga mereka harus berdiskusi untuk memberi jawaban
yang pastinya mereka tetap berada dalam zona nyaman dan tidak beresiko terhadap
kenyamanan mereka. “Jika mereka katakan dari sorga, maka Yesus akan bertanya lagi
kepada mereka ‘mengapa kalian tidak mempercayainya?”, dan “jika mereka
mengatakan manusia, maka orang banyak akan menganggap Yohanes adalah nabi”.
Para Imam dan ahli Taurat tidak mampu menjawab
pertanyaan Yesus dengan realita apa yang mereka saksikan, sehingga mereka
menjawab “kami tidak tahu”. Dengan jawaban para Ahli Taurat itu, Yesus-pun tidak
menjawab pertanyaan yang mereka sampaikan sewaktu Yesus mengajar di Bait Allah.
3.
Yang Layak Di Hadapan
Tuhan Adalah Dia yang Menyesali Perbuatannya & Bertobat (ay. 28 – 32)
Untuk
menegur dan mengingatkan Orang Farisi, Imam-imam Kepala dan Ahli Taurat, Yesus
memberi sebuah perumpamaan. Dalam perumpamaan itu dijelaskan bahwa anak sulung
yang mengiyakan untuk bekerja di ladang bapanya, namun tidak mengerjakannya,
sementara anak bungsu yang mendapat perintah yang sama menolak perintah bapanya
namun menyesali jawabannya dan akhirnya pergi melakukan perintah bapanya itu.
Dari perumpamaan singkat itu, Yesus memberi pertanyaan yang sederhana (untuk
ukuran tokoh agama), “”Siapakah di antara
kedua orang itu yang melakukan kehendak ayahnya? Mereka menjawab, “Yang Terakhir”. Melalui jawaban mereka
ini Yesus dengan tegas memberikan penjelasan tentang siapa yang layak untuk
menjadi bahagian dari kebahagiaan Kerajaan Allah. Bahkan Yesus membongkar
paradigma berfikir mereka yang selama ini mereka ajarkan dan tanamkan bagi
jemaatnya, yaitu bahwa para pemungut cukai, perempuan sundal tidak akan pernah
beroleh keselamatan karena mereka adalah orang-orang najis dan harus
disingkirkan dari persekutuan. Umumnya para Imam Kepala, Ahli Taurat dan Orang
Farisi paham betul akan tugas mereka yaitu untuk mengajarkan kebenaran ke semua
orang (bekerja di kebun anggur Bapa), termasuk orang-orang yang dinajiskan itu
agar mereka meninggalkan kejahatannya. Namun mereka tidak melakukannya, bahkan
tidak pernah mau bersentuhan dengan mereka. Namun Yesus justru hadir bagi
orang-orang ini, bahkan Yohanes sendiri hadir membuka jalan bagi Yesus dengan
lebih dahulu menyuarakan pertobatan bagi semua orang, termasuk orang-orang yang
dinajiskan itu. Sehingga kata Yesus, “"Aku
berkata kepadamu, sesungguhnya pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan
sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah. Sebab Yohanes datang
untuk menunjukkan jalan kebenaran kepadamu, dan kamu tidak percaya kepadanya.
Tetapi pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal percaya
kepadanya. Dan meskipun kamu melihatnya, tetapi kemudian kamu tidak menyesal
dan kamu tidak juga percaya kepadanya.” Jawaban Yesus telah mencoreng harga
diri para tokoh yang selama ini dihormati itu, karena semua orang yang selalu mengikut
Yesus turut juga mendengar perkataan Yesus. Ketika mereka berusaha menjaga nama
baik mereka saat menjawab pertanyaan Yesus, di saat yang sama mereka telah
kehilangan harga diri mereka di hadapan orang banyak. Yesus telah mengatakan
bahwa orang-orang najis yang menyesal dan bertobat itu lebih layak di hadapan
Tuhan dibanding mereka yang selama ini merasa orang paling beriman dalam
hidupnya. Ketegasan dan keberanian Yesus dalam menegor mereka sebenarnya
bukanlah untuk mempermalukan mereka di hadapan banyak orang, namun semata-mata
agar mereka juga ingat dan paham akan tugas mereka sebagai tokoh rohaniawan dan
alat Tuhan untuk menyuarakan dan melakukan keadilan, kebenaran serta kasih.
Dengan demikian, mereka yang menyampaikan firman Tuhan dan yang mendengar akan
bersama-sama berjalan di jalan Tuhan dan bersama-sama berjalan menuju Kerajaan
Allah yang kekal.
III.
Aplikasi
1.
Persoalan utama yang
menjadi perhatian para tokoh agama Yahudi terkait pelayanan Yesus bukanlah
masalah benar tidaknya ajaran Yesus dan sesuai dengan Kitab Suci atau tidak.
Mereka malah mempersoalkan dari mana dan dari siapa kuasa itu Yesus miliki.
Seperti biasa, mereka selalu berfikir mengenai tanda atau bukti, karena mereka
mengetahui dengan latarbelakang kehidupan Yesus. Yesus tidak pernah belajar
teologia seperti yang mereka lakukan, tapi Yesus mampu melakukan lebih daripada
yang sanggup mereka lakukan dan Yesus lebih paham dalam mengartikan dan
menterjemahkan firman Tuhan. Sebagai orang percaya, kita tidak lagi mengajukan
pertanyaan yang sama dengan mereka, kita justru harus yakin dan percaya akan
kuasa yang Yesus miliki sebagai Juruselamat kita yang hidup dan yang
membebaskan kita dari belenggu dosa dan yang berkuasa untuk mendatangkan
kebaikan bagi hidup kita.
2.
Para tokoh agama itu
menjawab, “Tidak tahu” ketika Yesus mengajukan pertanyaan tentang Yohanes
pembaptis. Padahal mereka bukannya tidak tahu, tapi mereka menjawab hanya demi
keamanan mereka sendiri. Mereka takut kepada orang banyak, tetapi tidak
kepada Allah, sehingga mereka berani berdusta(bd. Mat 10:28). Sampai saat ini pola berfikir seperti ini masih banyak dipelihara, demi
keselamatan dan kenyamanannya tidak berani mengutarakan kebenaran. Sehingga
sering kita mendengar ucapan, “Pinaberengbereng
ma angka na masa on. Annon pinasingot, gabe sisogo do iba”. Sebagai orang
Kristen, perlu kita pikirkan dan renungkan apakah yang bisa kita lakukan untuk
menghilangkan prinsip ini.?
3.
Kasih setia dan
pengampunan Tuhan itu benar-benar luar biasa. Dengan tegas Yesus katakan kepada
para Imam Kepala, Ahli Taurat dan Orang Farisi serta semua yang mendengar Yesus
ketika itu bahwa ternyata jabatan sebagai hamba Tuhan sekalipun tidak menjadi
jaminan akan mendapat hidup dalam Kerajaan Allah jika tanggungjawabnya tidak
dijalankan atau dari kesetiaannya dia berubah dan melakukan yang tidak benar
(Yeh. 18 : 24). Sebaliknya, orang sejahat apapun tidak mustahil beroleh
kemurahan dan pengampunan Tuhan jika ia menyesali kejahatannya dan bertobat
untuk melakukan apa yang baik dan berkenan kepada Tuhan dan beroleh hidup (Yeh.
18 : 27 – 28). Memang, bukan karena perbuatan baik kita maka kita beroleh
keselamatan, melainkan karena kasih karunia semata. Namun, keselamatan itu
harus dipertahankan dengan melakukan apa yang Tuhan kehendaki. Kita juga harus
menyadari bahwa meskipun keselamatan itu gratis, bukanlah karena harganya
murah, namun Tuhan berikan secara gratis karena harganya sungguh amat mahal dan
tidak ada satu orangpun yang sanggup membayar harga keselamatan itu. Untuk
itulah, yang layak di hadapan Tuhan adalah dia yang melakukan kehendak Tuhan
dalam hidupnya (Mat. 7 : 21). Tuhan Yesus memberkati. Amin.
C.Pdt. Polma Hutasoit, S.Th
Tidak ada komentar:
Posting Komentar