KERANGKA SERMON
EVANGELIUM MINGGU 25 Mei 2014
ROGATE (Berdoa/ Martangiang)
Ev : 1 Petrus 3 :
8 – 12 Ep : Mazmur 66 : 8 – 20
Menghadirkan Syalom di
Tengah-Tengah Dunia
I.
Pendahuluan
Petrus menulis surat ini sebagai sebuah usaha untuk semakin menguatkan iman orang
Kristen dalam mengaplikasikan iman mereka dalam kehidupan sehari-hari. Seperti
yang telah kita bahas dalam sermon 3 minggu yang lalu bahwa kehidupan beragama
orang Kristen pada masa itu memiliki banyak tantangan dari golongan yang tidak
menerima Yesus sebagai Tuhan. Mereka mengalami banyak penyiksaan dan
penganiayaan karena memilih jalan hidup yang benar, yaitu Yesus Kristus. Untuk
itulah Petrus senantiasa memupuk iman percaya orang Kristen agar tetap setia
kepada Tuhan dan iman mereka semakin bertumbuh setiap hari. Dalam perikop ini,
Petrus mengajar apa yang menjadi ciri-ciri, tingkah laku dan karakter orang
Kristen. Jadi perikop ini berisi ringkasan prinsip-prinsip yang mengatur
hubungan orang percaya kepada sesamanya.
II.
Penjelasan Nats
Ø Karakter Orang Kristen
yang Benar (ay. 8 – 9)
Setiap
orang pasti memiliki karakter yang berbeda-beda yang membuat kita mudah untuk
mengenal dan mengingatnya. Ketika kita sudah mengenal karakter seseorang, maka
kita akan lebih mudah memposisikan diri kita untuk bergaul dengannya. Dalam
perikop ini, Petrus mengajarkan bagaimana seharusnya karakter yang harus
dimiliki oleh orang yang sudah menerima Kristus sebagai Juruselamatnya. Tentu
saja karakter utama orang Kristen adalah memiliki “KASIH”. Untuk itu Petrus
menjelaskan bagaimana pengaplikasian kasih itu dalam tingkah laku keseharian
hidup orang Kristen.
a.
Seia Sekata
Pernyataan
ini ditujukan langsung kepada orang-orang percaya, sebab Petrus berkata kepada
“semuanya (all of you)”, dan meminta mereka untuk “mengasihi
sebagai saudara”. Perkataan “seia sekata” berarti “menjadi satu pikiran”,
atau “sependapat”, atau “hidup harmonis”, atau “memiliki roh yang menyatu” (Flp. 1:27). Yohanes
13:35 “Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah
murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi”. Filipi 2:2 “karena itu sempurnakanlah sukacitaku
dengan ini: hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu
tujuan”.
b.
Seperasaan
Satu hal
adalah jelas, seperasaan
dan keegoisan tidak bisa ada bersama-sama. Selama ‘si aku’ adalah hal yang
terpenting dalam dunia ini, maka tidak
mungkin
ada ‘seperasaan’. Seperasaan
tergantung pada kerelaan untuk melupakan diri sendiri dan adanya rasa
saling memiliki dan melengkapi.
Seperasaan datang ke hati pada waktu Kristus memerintah di
sana.
Seperasaan berarti saling berbagi dengan orang
lain dalam suka dan duka, dan bersama dengan mereka dalam segala situasi mereka. Oleh karena itu, perintah “seperasaan” di sini
tidak hanya dorongan untuk bersama dengan sesama, tetapi lebih dari itu,
menuntut sikap kita untuk berefleksi bahwa kita memang satu di dalam Kristus.
Dalam pengertian yang nyata, apa yang terjadi kepada yang satu atau beberapa
orang, kita ikut
merasakan. Jadi, tidaklah benar apabila ada orang Kristen hanya memperhatikan diri
sendiri. Tidak patut juga apabila merasa senang dengan penderitaan sesama, atau
merasa sedih dengan sukacita orang lain. “Bersukacitalah
dengan orang yang bersukacita, dan menangislah dengan orang yang menangis” (Rom. 12:15). Mengasihi sesama sebagai saudara berarti memelihara kasih sayang
terhadap sesama Kristen. Yohanes 13:35 “Dengan demikian semua orang
akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling
mengasihi”. Untuk itu, penyayang berarti memiliki “hati yang
lembut” terhadap yang lain, atau “hati yang baik”.
c.
Mengasihi Saudara-Saudara
Ini kasih
yang khusus untuk saudara seiman. Sekalipun
kita memang juga harus mengasihi orang-orang kafir, tetapi jelas bahwa kasih
kepada saudara-saudara seiman harus lebih ditekankan. Galatia 6:10, “Karena itu, selama masih ada
kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi
terutama kepada kawan-kawan kita seiman”.
d.
Penyayang
Belas
kasihan adalah hakekat dari Allah dan belas kasihan adalah inti dari Yesus
Kristus; suatu perasaan kasihan yang begitu besar sehingga Allah mengutus
AnakNya untuk mati bagi manusia, suatu belas kasihan yang begitu hebat sehingga
menyebabkan Kristus tersalib. kita bukan hanya menolong saudara-saudara kita dan meringankan
kesengsaraan mereka, tetapi juga
sabar dengan kelemahan-kelemahan mereka. Kalau kita mempunyai hati yang baik/ lembut/
berbelas-kasihan, maka kita bukan hanya menolong saudara-saudara kita yang ada
dalam kesengsaraan, tetapi kita juga sabar kalau, karena kelemahan-kelemahan
mereka, mereka lalu melakukan kesalahan-kesalahan kepada kita.
Dalam rasa penyayang ada saling mengampuni dengan tulus.
e.
Rendah Hati
Kerendahan
hati merupakan sesuatu yang penting, karena kesombongan dan kebanggaan
menyebabkan kita merendahkan sesama kita. 1Petrus
5:5b,
“Dan kamu semua, rendahkanlah dirimu seorang terhadap yang
lain, sebab: Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang
rendah hati”. Menjadi rendah hati tidaklah karena dipaksa, juga
tidak karena kebetulan. Kristus menyadari bahwa Dia adalah Guru dan Tuhan bagi
murid-murid-Nya, tetapi Dia membungkuk untuk melayani mereka, bahkan membasuh
kaki mereka (Yoh. 13:13-14). Tindakan Yesus inilah yang seharusnya mendorong
kita untuk rendah hati, bahkan sekali pun kita mungkin memiliki beberapa
keunggulan dibanding yang lain.
f.
Tidak Membalas Kejahatan dengan Kejahatan
Balas
dendam kepada sesama yang berbuat jahat bukanlah karakter orang Kristen. Yesus
sendiri mengajarkan dan mempraktekkan hal itu. Ketika Dia dianiaya, di siksa,
dilecehkan, bahkan di salibkan, Yesus sama sekali tidak mengeluarkan kata-kata
untuk membalas dendam atas perbuatan mereka. Justru Yesus mengampuni dan
mendoakan mereka agar mereka tidak mati dalam dosa. Ajaran yang sama
disampaikan oleh Paulus dalam Roma 12:7,20-21, “Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang
baik bagi semua orang. Tetapi, jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia
haus, berilah dia minum! Dengan berbuat demikian kamu menumpukkan bara api di
atas kepalanya. Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah
kejahatan dengan kebaikan”. Selain itu, Alkitab banyak mengajarkan bahwa
balas dendam bukan perbuatan yang mencerminkan karakter orang Kristen.
Diantaranya, Amsal 24:29, “Janganlah berkata: ‘Sebagaimana ia memperlakukan aku, demikian
kuperlakukan dia. Aku membalas orang menurut perbuatannya”. 1Tesalonika 5:15 “Perhatikanlah, supaya jangan ada orang yang membalas jahat dengan
jahat, tetapi usahakanlah senantiasa yang baik, terhadap kamu masing-masing dan
terhadap semua orang”. 1 Petrus
2:23, “Ketika Ia dicaci maki, Ia tidak
membalas dengan mencaci maki; ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam, tetapi
Ia menyerahkannya kepada Dia, yang menghakimi dengan adil”. Dan sebagainya.
Tidak
cukup hanya sebatas ‘tidak
membalas’, Petrus juga mengharuskan bahwa kita harus memberkati
dan berdoa untuk
mereka yang mencela kita. Sehingga ajaran
ini sesuai dengan ajaran Yesus dalam Matius
5:44, “Tetapi Aku berkata kepadamu:
Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu”. Petrus mengajar kita secara umum
bahwa kejahatan-kejahatan harus dikalahkan oleh tindakan kebaikan. Ini memang
sangat sukar, tetapi dalam kasus ini kita harus meniru Bapa surgawi, yang
menerbitkan matahari bagi kita, meskipun kita hidup dalam dosa.
Kata
kerja ‘memberkati’, mencakup gagasan / pemikiran tentang berbicara secara baik
tentang mereka yang berbicara buruk tentang kita, menunjukkan mereka kebaikan
yang aktif, yaitu, memberikan berkat kepada mereka, dan mendoakan berkat Allah
atas mereka. Orang-orang
kristen memberkati orang-orang lain, bukan supaya mereka mewarisi suatu berkat,
tetapi karena itu adalah kehendak Allah dan kewajiban mereka; dan kewajiban itu
merupakan akibat dari fakta bahwa Allah telah membuat mereka pewaris-pewaris
dari berkatNya.
Ø
‘Mencintai
hidup’ dan Mau Melihat Hari Baik (ay.
10 – 12)
Petrus mengutip Mazmur 34:13-17 untuk
menekankan bahwa mereka yang berbalik dari dosa dalam perkataan dan
perbuatan serta mencari damai sejahtera akan mengalami hidup yang penuh berkat
dari Allah, menerima pertolongan dan kasih karunia-Nya serta jawaban atas
doa-doanya. ‘Mencintai
hidup’ berbeda dengan ‘mencintai nyawa’. Mencintai hidup maksudnya menjaga lidahnya terhadap yang jahat dan bibirnya
terhadap ucapan-ucapan yang menipu (ay.10), membuang
kejahatan dalam kata-kata dan tindakan, melakukan apa yang baik, berusaha untuk
menegakkan dan memelihara hubungan yang damai dengan sesama (ay. 11). Dengan kata lain, kita diajar untuk mencintai hidup yang
seturut dengan kehendak Bapa di sorga. Yaitu hidup dalam kasih, perdamaian,
kesehatian, kesetiaan dan sifat lain yang Tuhan ajarkan. Orang yang mampu
mencintai hidup dengan jalan Tuhan, maka dialah yang melihat dan menikmati hari
baik itu.
Dan ingatlah “Sebab mata Tuhan
tertuju kepada orang-orang benar, dan telingaNya kepada permohonan mereka yang
minta tolong, tetapi wajah Tuhan menentang orang-orang yang berbuat jahat.” Kalau
pada satu sisi Tuhan berpihak kepada orang-orang benar (Orang-orang benar di sini adalah
orang-orang yang dibenarkan karena iman kepada Kristus, dan hidup benar), maka sebaliknya “wajah Tuhan menentang
orang-orang yang berbuat jahat” (ay.12). Maka, sangatlah beralasan kalau kita
dinasihati untuk tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, dan caci maki
dengan caci maki. Rasul Paulus mengatakan: “Saudara-saudaraku yang
kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat
kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah
yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan” (Roma 12:19).
III.
Aplikasi
 Firman Tuhan yang diajarkan
Petrus yang sampai kepada kita memberikan pelajaran baru bagi kita apa yang
menjadi aturan hidup kita sebagai orang Kristen. Ada 6 tingkah laku yang harus
kita miliki, di mana ke enam tingkah laku itu adalah hal-hal yang sederhana.
Namun, dalam prakteknya ternyata tidak sesederhana mengucapkan. Kita dengan
mudah dapat memahami ajaran yang disampaikan Petrus ini, namun melakukannya
kita sering mengalami kesulitan. Alasan utama adalah Ego kita sendiri.
 Prinsip seia-sekata sulit
terwujud, hanya karena ada pendapat yang tidak diterima yang menimbulkan
perpecahan. Seperasaan sulit di dapat karena kurangnya rasa saling memiliki
dalam satu persekutuan, sehingga kita sering mendengar ucapan yang mengatakan, “itukan derita loe (DL)”. Mengasihi dan menyayangi saudara, khususnya
yang seimanpun ada kalanya sulit terwujud, sikap acuh tak acuh dan kurang
peduli menjadi penyebab pudarnya kasih kepada sesama kita. Rendah hati
seharusnya menjadi salah satu ciri khas kita sebagai orang Kristen, namun
terbentur oleh status kita yang mungkin lebih tinggi sehingga sulit untuk
memposisikan diri seperti Yesus yang tidak menjadikan statusnya menjadi alasan
untuk kesombongan atau keangkuhan. Pengampunan juga kadang sulit kita terapkan
ketika sesama kita melakukan yang tidak baik bagi kita. Yesus katakan agar kita
mampu mengampuni bahkan mendoakan orang yang memusuhi kita. Namun
pertanyaannya, apakah kita mendoakan mereka atau justru mengutukinya atau juga
membalas perbuatannya.? Mari kita pahami bahwa pembalasan itu adalah hak Tuhan.
Kalau pembalasan itu hak Tuhan, mengapa orang
Kristen seringkali mengambil hak Tuhan itu?
 Melalui perikop ini, iman
kita semakin disegarkan bahwa menjadi Kristen itu sangat indah. Indah jika kita
mau mencintai hidup yang Tuhan anugerahkan dan hidup sesuai dengan tingkah laku
yang diajarkan-Nya. Kita pasti mampu menerapkannya selama Tuhan yang menjadi
andalan kita. Maka yakin dan percayalah, barang siapa yang mencintai hidup,
maka hari baik akan menjadi bagian hidupnya, mata
Tuhan tertuju kepadanya, dan
telingaNya mendengar
permohonannya. Amin.
C.Pdt. Polma Hutasoit, S.Th
Tidak ada komentar:
Posting Komentar