Kamis, 30 Juli 2015

1 Petrus 3 : 8 – 12, "Menghadirkan Syalom di Tengah-Tengah Dunia"

KERANGKA  SERMON EVANGELIUM MINGGU 25 Mei  2014
ROGATE (Berdoa/ Martangiang)
Ev : 1 Petrus 3 : 812                                                               Ep : Mazmur 66 : 8 – 20
Menghadirkan Syalom di Tengah-Tengah Dunia

I.               Pendahuluan
Petrus menulis surat ini sebagai sebuah usaha untuk semakin menguatkan iman orang Kristen dalam mengaplikasikan iman mereka dalam kehidupan sehari-hari. Seperti yang telah kita bahas dalam sermon 3 minggu yang lalu bahwa kehidupan beragama orang Kristen pada masa itu memiliki banyak tantangan dari golongan yang tidak menerima Yesus sebagai Tuhan. Mereka mengalami banyak penyiksaan dan penganiayaan karena memilih jalan hidup yang benar, yaitu Yesus Kristus. Untuk itulah Petrus senantiasa memupuk iman percaya orang Kristen agar tetap setia kepada Tuhan dan iman mereka semakin bertumbuh setiap hari. Dalam perikop ini, Petrus mengajar apa yang menjadi ciri-ciri, tingkah laku dan karakter orang Kristen. Jadi perikop ini berisi ringkasan prinsip-prinsip yang mengatur hubungan orang percaya kepada sesamanya.

II.            Penjelasan Nats
Ø  Karakter Orang Kristen yang Benar (ay. 8 – 9)
Setiap orang pasti memiliki karakter yang berbeda-beda yang membuat kita mudah untuk mengenal dan mengingatnya. Ketika kita sudah mengenal karakter seseorang, maka kita akan lebih mudah memposisikan diri kita untuk bergaul dengannya. Dalam perikop ini, Petrus mengajarkan bagaimana seharusnya karakter yang harus dimiliki oleh orang yang sudah menerima Kristus sebagai Juruselamatnya. Tentu saja karakter utama orang Kristen adalah memiliki “KASIH”. Untuk itu Petrus menjelaskan bagaimana pengaplikasian kasih itu dalam tingkah laku keseharian hidup orang Kristen.
a.      Seia Sekata
Pernyataan ini ditujukan langsung kepada orang-orang percaya, sebab Petrus berkata kepada “semuanya (all of you)”, dan meminta mereka untuk “mengasihi sebagai saudara”. Perkataan “seia sekata” berarti “menjadi satu pikiran”, atau “sependapat”, atau “hidup harmonis”, atau “memiliki roh yang menyatu” (Flp. 1:27). Yohanes 13:35 “Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi. Filipi 2:2 “karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan”.
b.      Seperasaan
Satu hal adalah jelas, seperasaan dan keegoisan tidak bisa ada bersama-sama. Selama ‘si aku’ adalah hal yang terpenting dalam dunia ini, maka tidak mungkin ada seperasaan’. Seperasaan tergantung pada kerelaan untuk melupakan diri sendiri dan adanya rasa saling memiliki dan melengkapi. Seperasaan datang ke hati pada waktu Kristus memerintah di sana. Seperasaan berarti saling berbagi dengan orang lain dalam suka dan duka, dan bersama dengan mereka dalam segala situasi mereka. Oleh karena itu, perintah “seperasaan” di sini tidak hanya dorongan untuk bersama dengan sesama, tetapi lebih dari itu, menuntut sikap kita untuk berefleksi bahwa kita memang satu di dalam Kristus. Dalam pengertian yang nyata, apa yang terjadi kepada yang satu atau beberapa orang, kita ikut merasakan. Jadi, tidaklah benar apabila ada orang Kristen hanya memperhatikan diri sendiri. Tidak patut juga apabila merasa senang dengan penderitaan sesama, atau merasa sedih dengan sukacita orang lain. “Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan menangislah dengan orang yang menangis” (Rom. 12:15). Mengasihi sesama sebagai saudara berarti memelihara kasih sayang terhadap sesama Kristen. Yohanes 13:35 “Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi. Untuk itu, penyayang berarti memiliki “hati yang lembut” terhadap yang lain, atau “hati yang baik”.
c.       Mengasihi Saudara-Saudara
Ini kasih yang khusus untuk saudara seiman. Sekalipun kita memang juga harus mengasihi orang-orang kafir, tetapi jelas bahwa kasih kepada saudara-saudara seiman harus lebih ditekankan. Galatia 6:10, “Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman”.
d.      Penyayang
Belas kasihan adalah hakekat dari Allah dan belas kasihan adalah inti dari Yesus Kristus; suatu perasaan kasihan yang begitu besar sehingga Allah mengutus AnakNya untuk mati bagi manusia, suatu belas kasihan yang begitu hebat sehingga menyebabkan Kristus tersalib. kita bukan hanya menolong saudara-saudara kita dan meringankan kesengsaraan mereka, tetapi juga sabar dengan kelemahan-kelemahan mereka. Kalau kita mempunyai hati yang baik/ lembut/ berbelas-kasihan, maka kita bukan hanya menolong saudara-saudara kita yang ada dalam kesengsaraan, tetapi kita juga sabar kalau, karena kelemahan-kelemahan mereka, mereka lalu melakukan kesalahan-kesalahan kepada kita. Dalam rasa penyayang ada saling mengampuni dengan tulus.
e.      Rendah Hati
Kerendahan hati merupakan sesuatu yang penting, karena kesombongan dan kebanggaan menyebabkan kita merendahkan sesama kita. 1Petrus 5:5b, “Dan kamu semua, rendahkanlah dirimu seorang terhadap yang lain, sebab: Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati”. Menjadi rendah hati tidaklah karena dipaksa, juga tidak karena kebetulan. Kristus menyadari bahwa Dia adalah Guru dan Tuhan bagi murid-murid-Nya, tetapi Dia membungkuk untuk melayani mereka, bahkan membasuh kaki mereka (Yoh. 13:13-14). Tindakan Yesus inilah yang seharusnya mendorong kita untuk rendah hati, bahkan sekali pun kita mungkin memiliki beberapa keunggulan dibanding yang lain.

f.        Tidak Membalas Kejahatan dengan Kejahatan
Balas dendam kepada sesama yang berbuat jahat bukanlah karakter orang Kristen. Yesus sendiri mengajarkan dan mempraktekkan hal itu. Ketika Dia dianiaya, di siksa, dilecehkan, bahkan di salibkan, Yesus sama sekali tidak mengeluarkan kata-kata untuk membalas dendam atas perbuatan mereka. Justru Yesus mengampuni dan mendoakan mereka agar mereka tidak mati dalam dosa. Ajaran yang sama disampaikan oleh Paulus dalam Roma 12:7,20-21, “Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang. Tetapi, jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum! Dengan berbuat demikian kamu menumpukkan bara api di atas kepalanya. Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan”. Selain itu, Alkitab banyak mengajarkan bahwa balas dendam bukan perbuatan yang mencerminkan karakter orang Kristen. Diantaranya, Amsal 24:29, “Janganlah berkata: ‘Sebagaimana ia memperlakukan aku, demikian kuperlakukan dia. Aku membalas orang menurut perbuatannya. 1Tesalonika 5:15 “Perhatikanlah, supaya jangan ada orang yang membalas jahat dengan jahat, tetapi usahakanlah senantiasa yang baik, terhadap kamu masing-masing dan terhadap semua orang”. 1 Petrus 2:23, “Ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas dengan mencaci maki; ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam, tetapi Ia menyerahkannya kepada Dia, yang menghakimi dengan adil”. Dan sebagainya.
Tidak cukup hanya sebatas ‘tidak membalas’, Petrus juga mengharuskan bahwa kita harus memberkati dan berdoa untuk mereka yang mencela kita. Sehingga ajaran ini sesuai dengan ajaran Yesus dalam Matius 5:44, “Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu”. Petrus mengajar kita secara umum bahwa kejahatan-kejahatan harus dikalahkan oleh tindakan kebaikan. Ini memang sangat sukar, tetapi dalam kasus ini kita harus meniru Bapa surgawi, yang menerbitkan matahari bagi kita, meskipun kita hidup dalam dosa.
Kata kerja ‘memberkati’, mencakup gagasan / pemikiran tentang berbicara secara baik tentang mereka yang berbicara buruk tentang kita, menunjukkan mereka kebaikan yang aktif, yaitu, memberikan berkat kepada mereka, dan mendoakan berkat Allah atas mereka. Orang-orang kristen memberkati orang-orang lain, bukan supaya mereka mewarisi suatu berkat, tetapi karena itu adalah kehendak Allah dan kewajiban mereka; dan kewajiban itu merupakan akibat dari fakta bahwa Allah telah membuat mereka pewaris-pewaris dari berkatNya.

Ø  ‘Mencintai hidup’ dan Mau Melihat Hari Baik (ay. 10 – 12)
Petrus mengutip Mazmur 34:13-17 untuk  menekankan bahwa mereka yang berbalik dari dosa dalam perkataan dan perbuatan serta mencari damai sejahtera akan mengalami hidup yang penuh berkat dari Allah, menerima pertolongan dan kasih karunia-Nya serta jawaban atas doa-doanya. ‘Mencintai hidup’ berbeda dengan ‘mencintai nyawa’. Mencintai hidup maksudnya menjaga lidahnya terhadap yang jahat dan bibirnya terhadap ucapan-ucapan yang menipu (ay.10), membuang kejahatan dalam kata-kata dan tindakan, melakukan apa yang baik, berusaha untuk menegakkan dan memelihara hubungan yang damai dengan sesama (ay. 11). Dengan kata lain, kita diajar untuk mencintai hidup yang seturut dengan kehendak Bapa di sorga. Yaitu hidup dalam kasih, perdamaian, kesehatian, kesetiaan dan sifat lain yang Tuhan ajarkan. Orang yang mampu mencintai hidup dengan jalan Tuhan, maka dialah yang melihat dan menikmati hari baik itu.
Dan ingatlah “Sebab mata Tuhan tertuju kepada orang-orang benar, dan telingaNya kepada permohonan mereka yang minta tolong, tetapi wajah Tuhan menentang orang-orang yang berbuat jahat.” Kalau pada satu sisi Tuhan berpihak kepada orang-orang benar (Orang-orang benar di sini adalah orang-orang yang dibenarkan karena iman kepada Kristus, dan hidup benar), maka sebaliknya “wajah Tuhan menentang orang-orang yang berbuat jahat” (ay.12). Maka, sangatlah beralasan kalau kita dinasihati untuk tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, dan caci maki dengan caci maki. Rasul Paulus mengatakan: “Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan” (Roma 12:19).

III.          Aplikasi
  Firman Tuhan yang diajarkan Petrus yang sampai kepada kita memberikan pelajaran baru bagi kita apa yang menjadi aturan hidup kita sebagai orang Kristen. Ada 6 tingkah laku yang harus kita miliki, di mana ke enam tingkah laku itu adalah hal-hal yang sederhana. Namun, dalam prakteknya ternyata tidak sesederhana mengucapkan. Kita dengan mudah dapat memahami ajaran yang disampaikan Petrus ini, namun melakukannya kita sering mengalami kesulitan. Alasan utama adalah Ego kita sendiri.
  Prinsip seia-sekata sulit terwujud, hanya karena ada pendapat yang tidak diterima yang menimbulkan perpecahan. Seperasaan sulit di dapat karena kurangnya rasa saling memiliki dalam satu persekutuan, sehingga kita sering mendengar ucapan yang mengatakan, “itukan derita loe (DL)”.  Mengasihi dan menyayangi saudara, khususnya yang seimanpun ada kalanya sulit terwujud, sikap acuh tak acuh dan kurang peduli menjadi penyebab pudarnya kasih kepada sesama kita. Rendah hati seharusnya menjadi salah satu ciri khas kita sebagai orang Kristen, namun terbentur oleh status kita yang mungkin lebih tinggi sehingga sulit untuk memposisikan diri seperti Yesus yang tidak menjadikan statusnya menjadi alasan untuk kesombongan atau keangkuhan. Pengampunan juga kadang sulit kita terapkan ketika sesama kita melakukan yang tidak baik bagi kita. Yesus katakan agar kita mampu mengampuni bahkan mendoakan orang yang memusuhi kita. Namun pertanyaannya, apakah kita mendoakan mereka atau justru mengutukinya atau juga membalas perbuatannya.? Mari kita pahami bahwa pembalasan itu adalah hak Tuhan. Kalau pembalasan itu hak Tuhan, mengapa orang Kristen seringkali mengambil hak Tuhan itu?
  Melalui perikop ini, iman kita semakin disegarkan bahwa menjadi Kristen itu sangat indah. Indah jika kita mau mencintai hidup yang Tuhan anugerahkan dan hidup sesuai dengan tingkah laku yang diajarkan-Nya. Kita pasti mampu menerapkannya selama Tuhan yang menjadi andalan kita. Maka yakin dan percayalah, barang siapa yang mencintai hidup, maka hari baik akan menjadi bagian hidupnya, mata Tuhan tertuju kepadanya, dan telingaNya mendengar permohonannya. Amin.

C.Pdt. Polma Hutasoit, S.Th

Tidak ada komentar:

Posting Komentar