Jumat, 31 Juli 2015

Ratapan 3 : 22 – 33, "Tak Berkesudahan Kasih Setia Tuhan"

KERANGKA  SERMON EVANGELIUM MINGGU 28 Juni  2015
MINGGU 4 SETELAH TRINITATIS
Ev : Ratapan 3 : 22 – 33                Ep : Markus 5 : 21 – 43                 S.Patik : Mazmur 106 : 1
Tak Berkesudahan Kasih Setia Tuhan

I.              Pendahuluan
Setiap orang pasti pernah menangis dan meratap karena situasi kehidupan yang penuh dengan tantangan dan masalah. Sering sekali pergumulan menimbulkan ratapan kekecewaan bahkan keputusasaan, sehingga ratapan dianggap sebagai sikap dan tindakan yang bermakna negatif. Akan tetapi, ratapan juga memiliki dampak positif, ketika ratapan itu ditujukan kepada Tuhan dan berharap akan pertolonganNya, sebagaimana Yeremia lakukan saat Yerusalem telah mengalami kehancuran. Dalam ratapannya, Yeremia berjuang untuk bisa memahami pekerjaan Tuhan dalam kehancuran Israel. Akhirnya, Yeremia mengerti bahwa kehancuran Yerusalem adalah akibat dari dosa-dosa bangsa Israel sehingga Allah menjatuhkan hukuman kepada mereka. Dari hasil penyadaran inilah Yeremia meyakinkan dan memotivasi bangsa Israel untuk kembali kepada Tuhan. Yeremia meyakinkan bangsa itu bahwa masih ada harapan untuk pulih.

II.           Penjelasan Nats
Dari hasil pergumulan Nabi Yeremia, dia menemukan setidaknya ada 3 alasan bahwa bangsa Israel bisa kembali menerima berkat Tuhan dan keselamatan serta pemulihan.

1.        Murka Tuhan Berlangsung Hanya Sesaat, Tetapi Kasih SetiaNya Tidak Akan Pernah Berakhir.
Hal ini diungkapkan Yeremia dalam ayat 22 – 23, bahwa rahmatNya tidak pernah habis oleh apapun, bahkan selalu diperbaharuinya setiap pagi dan setiap hari. Pemeliharaan Allah memang benar-benar nyata bagi bangsa Israel sepanjang sejarah mereka. Karena kasih Tuhanlah mereka tidak binasa bahkan saat berjalan di padang gurun. Meskipun bangsa itu berulangkali melakukan pemberontakan kepada Tuhan, sehingga Allah murka dan mereka harus dihukum, tetapi kasih setia Tuhan lebih besar dari murkaNya. Itulah mengapa bangsa itu dan kita yang percaya harus memiliki pengharapan kepadaNya saja karena pengharapan kepada Tuhan tidak akan pernah sia-sia.

2.        Tuhan Itu Baik Dan Pemurah Kepada Mereka Yang Menantikan Dia.
Kadang bahkan sering sekali penantian akan pertolongan Tuhan itu tidak mudah dan tidak secepat yang dipikirkan manusia, terlebih dalam situasi sulit atau terdesak. Hal ini yang sering membuat manusia gagal mengenal kesetiaan Tuhan itu, karena manusia memaksakan konsep berfikirnya terhadap tindakan Tuhan. Sikap yang ditunjukkan Yeremia jelas, bahwa dalam pengharapannya akan pertolongan Tuhan, dia tetap berserah dan membiarkan Tuhan mengambil bagianNya untuk memulihkan bangsa itu. Dengan tegas ia katakan, “"TUHAN adalah bagianku," kata jiwaku, oleh sebab itu aku berharap kepada-Nya”. Memang Tuhan pasti menjadi bagian hidup orang yang percaya, dan rencana Tuhan pasti mendatangkan kebaikan bagi yang berpengharapan kepadaNya. Jadi pengharapan yang sungguh harus dibarengi dengan kesabaran dan kerendahan hati. Bahkan dalam ayat 26 dikatakan, “Menanti dengan diam”. Ini menandakan tindakan kesabaran dari orang yang percaya. “Diam” bukan berarti vakum dan pasrah, tapi diam dan sabar di dalam iman dan berserah dalam pengharapan menanti pertolongan Tuhan.

3.      Hukuman Tuhan Bukan Menghancurkan, Tapi Menegur dan Mengingatkan.
Ada kalanya Tuhan menghukum dan atau mengizinkan hukuman kepada manusia. Hukuman itu bisa berupa penderitaan, kesakitan/ penyakit, perpecahan dsb. Namun hukuman itu bukanlah tujuan Tuhan, melainkan cara Tuhan memberikan peringatan dan teguran kepada manusia berdosa. Tujuan Tuhan jauh lebih mulia dari pada hanya sekedar menghukum, yaitu Dia ingin agar umatNya mengalami pertobatan, pengudusan dan pemulihan. Dengan demikian, orang akan datang kepada Tuhan menyadari dosanya serta mohon ampun kepada Tuhan. Untuk itulah Yeremia mengatakan, “Biarlah ia merebahkan diri dengan mukanya dalam debu, mungkin ada harapan”. Hal ini ia ungkapkan mengingat dosa bangsa Israel yang sudah terlalu besar kepada Tuhan dan sesungguhnya tidak layak lagi menerima pengampunan. Namun jika dengan sungguh-sungguh dengan merebahkan mukanya dalam debu (yang najis), Tuhan pasti mau memberi pengampunan.[1] Sesungguhnya Tuhan tidak senang menghukum umatNya (ay. 33), namun bangsa Israel bertindak ceroboh dengan menduakan Tuhan dan mendukakan hatiNya. Untuk itulah Tuhan menghukum mereka demi terciptanya umat yang setia dan hidup dalam kekudusan dan moral yang benar di hadapan Tuhan dan dunia. Selain itu, tujuan hukuman adalah untuk mendewasakan iman. Dewasa iman berarti dia  yang memahami bahwa hukuman Tuhan itu bukanlah kutukan atau akhir kehidupan, namun memahami bahwa Tuhan berkenan mengampuninya jikalau ia mau berbalik setia kepada Tuhan dengan kesungguhan hati serta berkomitmen untuk senantiasa setia padaNya.

III.      Kesimpulan dan Refleksi
ü  Melalui ratapan ini, Yeremia meluapkan isi hatinya yang penuh kepedihan karena penderitaan berat yang dialami bangsa itu. Luapan hati ini sekaligus ungkapan kesadarannya bahwa hukuman itu mereka terima justru karena pemberontakan dan dosa mereka kepada Tuhan. Yeremia mengakui keadilan Tuhan itu, bahwa meskipun bangsa itu telah ditetapkan Tuhan sebagai bangsa pilihannya, bukan berarti mereka bisa hidup seenaknya dan melakukan dosa. Tuhan menginginkan, agar sebagai bangsa pilihan, mereka seharusnya mampu menunjukkan bagi dunia bagaimana mereka hidup, bukan malah menjadikan predikat itu sebagai kesombongan dan keangkuhan iman. Sama halnya dengan kita, sebagai orang yang telah menerima anugerah keselamatan, maka tugas kita bukanlah menyombongkan diri atas keselamatan itu, melainkan kita harus menyadari bahwa tugas kita adalah mengusahakan agar semakin banyak orang yang menerima keselamatan itu.
ü  Tidak hanya bangsa Israel, kita pun pasti punya banyak pergumulan yang tidak bisa kita uraikan satu persatu. Bagaimana kita menyikapinya.? Tentulah dengan iman dan pengharapan. Yeremia mengimani bahwa Kasih Setia Tuhan tidak pernah Berkesudahan, maka dia berharap akan pertolongan Tuhan untuk memulihkan bangsanya. Pun demikian dalam Epistel kita, Yairus, Seorang bapak yang mengimani bahwa Yesus adalah jalan kesembuhan dan kehidupan bagi Putrinya, maka Yesus memberi kesembuhan dan kehidupan itu. Bahkan wanita yang telah 12 tahun mengalami pendarahan, yang semua hartanya telah habis untuk pengobatannya, oleh imannya maka ia sembuh. Dengan imannya ia berkata, “Asal kujamah saja jubah-Nya, aku akan sembuh.” Dan Yesus menjawab, “Hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau. Pergilah dengan selamat dan sembuhlah dari penyakitmu!”
ü  Hukuman Tuhan memang pasti akan berjalan bagi yang melakukan dosa, namun pengampunan juga selalu tersedia bagi yang datang padaNya memohon pengampunan dengan sungguh-sungguh. Janganlah kesulitan, penderitan, penyakit membuat iman kita semakin jauh dari Tuhan, namun mati kita pahami bahwa semua itu akan kita lalui dengan kemenangan ketika kita bersama dengan Tuhan. Janganlah kita berdosa oleh keadaan yang kita alami, namun kiranya kita semakin memperbaharui diri dan iman di dalam Tuhan. Hanya saja pembaharuan iman bukanlah tindakan asal-asalan. Pembaharuan iman/ Pertobatan adalah tindakan yang bersumber dari ketulusan hati atas kesadaran penuh untuk menjalani hidup baru di dalam Tuhan. Bukan yang bertobat hari ini, besok berulah lagi. Perlu kita ingat dan pahami apa yang tertulis dalam Galatia 6:7, “Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya.” Pertobatan itu adalah komitmen hasil dari kesadaran bahwa Tuhan begitu mengasihi kita, tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya. Kiranya kita diteguhkan untuk hidup dan menikmati kasih setia Tuhan itu, sehingga setiap pagi kita menerima berkat yang baru yang semakin indah. Amin.
Pdt. Polma Hutasoit, S.Th



[1] Bnd. 2 Samuel 12 : 7 – 23 : Saat Daud menyadari ia telah berdosa kepada Tuhan, maka ia berdoa kepada Tuhan memohon belas kasihan dan pengampunan Tuhan atas tindakannya yang telah membunuh Uria dan menjadikan Betsyeba menjadi istrinya, ia berpuasa dan tidur di tanah. Tuhan memang mengampuni Daud, namun hukuman baginya tetap berjalan, sehingga anak yang dilahirkan Betsyeba sakit dan akhirnya mati (ay. 18) dan pedang tidak akan menyingkir dari padanya (ay. 10)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar