KERANGKA SERMON EVANGELIUM MINGGU 26 Juli 2015
MINGGU VIII SETELAH
TRINITATIS
Ev : Raja-Raja 4 : 42 – 44 Ep : Yohanes 6 : 1 – 21 S. Patik : Markus 11 : 24
Percaya Dan Yakin
Akan Kuasa TUHAN
I.
Pendahuluan
Setelah Nabi Elia terangkat ke sorga dengan disaksikan langsung oleh
Elisa, maka Elisa menjadi penerus tongkat estafet pelayanan Elia. Dalam
tugasnya sebagai nabi, dia menunjukkan kesetiaannya pada Tuhan sama seperti
tuannya Elia. Dia menjadi abdi Allah yang berjalan di jalan Tuhan dan membuat
orang bersukacita oleh pelayanannya. Ia memulihkan dan menyehatkan air yang
mendatangkan malapetaka karena air itu air yang dikutuk (2 Raj. 2:19-22). Elisa
juga menolong seorang janda dililit utang dengan membuat bejananya penuh dengan
minyak (2 Raj. 4:1-7). Ia juga menolong perempuan Sunem dan anaknya (2 Raj. 4:8-37).
Di Gilgal pada situasi kelaparan dan kekeringan, ia mengadakan mujijat dengan
mengubah makanan beracun menjadi tidak beracun, sehingga bisa dimakan (2 Raj.
4:38-41). Dan dalam nats ini (2 Raj. 4:42-44), Elisa memberi makan seratus orang
melalui pemberian seorang yang datang dari Baal-Salisa, yaitu 20 roti jelai
serta gandum baru. Jumlah yang pastinya tidak cukup untuk mereka yang hadir
saat itu, namun karena Elisa percaya dan yakin akan firman dan kuasa Tuhan,
maka semua orang makan dan bahkan masih ada sisa sesuai firman Tuhan. Iman
memang selalu menjadi jawaban atas segala ketidakyakinan dan kekuatiran
manusia.
II.
Penjelasan Nats
1.
Pemahaman
yang Benar Menuntun Kita Bersikap Benar
Krisis
ternyata tidak hanya pernah melanda kehidupan modern ini, pada zaman Alkitabpun
demikian. Krisis pernah melanda Gilgal. Pada saat itu seluruh negeri tersebut
dilanda kelaparan. Teriakan dan tangisan akibat kelaparan terdengar di
mana-mana. Namun, tidak ada yang mampu menolong. Tua-muda, besar-kecil, semua
mengalami krisis. Di situasi seperti itu, datanglah seorang dari Baal-Salisa
dengan membawa persembahannya kepada Abdi Allah. Orang ini membawa roti hulu
hasil, yaitu dua puluh roti jelai serta gandum baru di dalam sebuah kantong. Orang
Baal-Salisa ini datang ke Gilgal membawa Persembahannya kepada Tuhan melalui
abdi-Nya/ hamba-Nya. Ada 2 hal yang perlu kita perhatikan dari sikap orang
Baal-Salisa ini :
1)
Dia
Tahu Kewajibannya
Orang
Baal-Salisa ini memiliki pemahaman yang benar akan kewajibannya sebagai umat
Tuhan. Dia paham bahwa segala yang dimilikinya bersumber dari Tuhan, maka
pemahaman ini menuntunnya untuk memiliki sikap yang benar bahwa apa yang
diterimanya harus dipersembahkan sebahagian kepada Tuhan. Situasi kelaparan dan
krisis tidak menjadi alasan baginya untuk berhenti memberi yang terbaik bagi
Tuhan. Bandingkan dengan hidup kita :
Apakah situasi ekonomi dan keadaan mempengaruhi sikap kita kepada Tuhan dalam
mensyukuri segala pemberian-Nya.? Apakah kita masih perhitungan untuk memberikan
persembahan kita kepada Tuhan.? Apakah kita tahu apa kewajiban kita sebagai
umat Tuhan.?
2)
Dia
Tahu Kepada Siapa Persembahannya Diberikan
Mengapa
ia datang ke abdi Allah.? Tentu orang ini mengimani apa yang tertulis dalam kitab
Bilangan 18:13, “Hulu hasil dari segala yang tumbuh di tanahnya yang
dipersembahkan mereka kepada TUHAN adalah juga bagianmu; setiap orang yang
tahir dari seisi rumahmu boleh memakannya” (bd. Ulangan 18:4-5). Mengapa persembahan ini diberikan kepada Elisa dan bukan kepada para
imam yang ada di Israel.? Sekali lagi, tindakannya ini menegaskan betapa orang
ini adalah orang yang takut akan Tuhan dan memahami hukum-Nya. Dia tahu bahwa
para imam yang ada di Israel tidak ada lagi yang benar (karena mereka adalah
imam pilihan raja Yorebeam), mereka melayani raja dan bukan Tuhan, memimpin
penyembahan berhala dan membiarkan penindasan terhadap kaum miskin.
2.
Asal
Kita Percaya : Tuhan Memberi, Bahkan Melipatgandakan.
Jika membaca isi Kitab Bilangan 18:13 & Ulangan
18:4-5 ini, Elisa bisa saja mengambil persembahan orang Baal-Salisa
ini untuknya sendiri. Namun apa yang dia katakan.? Malah dengan persediaan yang
sangat minim itu, dia memerintahkan hambanya untuk memberikan dan membagikan
makanan itu kepada semua orang yang ada di hadapannya (sekitar seratus orang). Dalam
masa kelaparan ia bisa berpikir bahwa adalah bijaksana untuk menyimpan bagi
dirinya sendiri persediaan makanan yang telah ia terima. Tetapi tidak. Ia
percaya kepada Allah untuk masa depan. Yang pertama ia pikirkan adalah
orang-orang lain yang lapar di sekitarnya. “Berikanlah
itu kepada orang-orang ini, supaya mereka makan”. Dibutuhkan lebih banyak
ketidak-egoisan dan sikap penuh perhatian seperti ini. Betapa banyak dari umat manusai yang mempunyai berlimpah-limpah, namun
lupa untuk memikirkan mereka yang ada dalam kekurangan.
Perintah ini mendapat protes dari hambanya, “Bagaimanakah aku dapat menghidangkan ini di
depan seratus orang?”. Keberatan dari pelayan ini cukup beralasan. Karena
roti jelai ini hanya ada 20 potong dan ukurannya yang kecil. Dalam situasi
normal, 1 roti hanya cukup bagi satu orang. Akan tetapi, dalam kondisi lapar, 1
potong bisa jadi tidak cukup untuk 1 orang. Jika ke-20 potong roti ini
dibagikan, pasti akan menimbulkan masalah (rebutan) karena ada 100 orang yang
kelaparan saat itu.
Namun kembali Elisa dengan imannya menegaskan bahwa
Tuhan punya kuasa dan itu harus diimani, “beginilah
firman TUHAN: Orang akan makan, bahkan akan ada sisanya.” Maka ketika
makanan itu dihidangkan, semuanya makan, dan luar biasa makanan itu masih sisa,
tepat seperti yang Tuhan firmankan melalui Elisa.
III.
Kesimpulan dan Refleksi
- Mengacu kepada nama Baal-Salisa, bisa saja fikiran dan pemahaman kita terarah akan penyembah berhala. Namun perlu kita pahami bahwa ada beberapa pengertian akan kata ini. Baal-Salisa berarti tuan (tempat) dari Salisa.[1] Baal sendiri memiliki beberapa arti yaitu, tuan, pemilik, guru, suami, dan juga tempat.
- Dalam perikop ini, Baal-Salisa berarti Allah yang melipatgandakan. Dia melipatgandakan berkat bagi anak-anak-Nya. Asal kita menaruh percaya kepada-Nya, tidak ada jalan yang tertutup. Tuhan mampu mengadakan mukjizat.
- Dari nats ini ada 3 orang dengan sikapnya masing-masing.
1. Orang Baal-Salisa. Iman menuntun dan mengajarnya memahami perintah Allah,
sehingga ia melakukan apa yang menjadi kewajibannya kepada Tuhannya dengan baik
dan benar. Seharusnya kita juga memiliki
iman yang demikian. Kita harus pahami bahwa apa yang kita terima dari Tuhan
harus kita gunakan untuk kemuliaan Tuhan dan menjadi sukacita bagi sesama kita
tanpa bergantung terhadap suasana dan kondisi.
2. Pelayan Elisa. Logika memang perlu karena itu juga pemberian Tuhan. Hanya
saja, logika harus diterangi iman agar logika kita tidak menuntun kita kepada
tindakan egoistis dan kekuatiran yang berlebihan yang bisa menghalangi kita
menunjukkan kasih kita kepada Tuhan dan sesama.
3. Elisa si abdi Allah. Bisa saja dia mendengarkan dan mempertimbangkan
perkataan pelayannya demi keselamatan dan keberlangsungan hidupnya untuk tetap
melayani Tuhan. Namun karena dia tahu akan kebenaran firman Tuhan, maka ego itu
segera ia singkirkan dan sikapnya menjadi pelajaran bagi si pelayan dan kepada
kita bahwa tidak baik mengorbankan sesama demi menyelamatkan diri sendiri.
Justru dia lebih mengutamakan orang banyak makan daripada dirinya sendiri. Iman
itu tidak egois, iman itu memperhatikan dan berkorban, bukan mengorbankan.
- Jikalau kita yakin kepada Tuhan, jangan pernah berkata “mustahil”. Jikalau kita meyakini kuasa-Nya, jangan pernah berkata “tidak mungkin”. Tugas kita adalah percaya pada Tuhan dan mempercayakan hidup kita pada-Nya. Dia akan selalu memberkati dan menaungi kita dalam anugerah kasih-Nya.
Pdt. Polma Hutasoit, S.Th
“Orang Yang Percaya dan Yakin Kepada TUHAN Tidak Akan
Kekurangan Sesuatu Yang Baik”.
Jika Anda Percaya dan Yakin Pada TUHAN, Jangan Pernah Berfikir dan
Bertanya,
“Mungkinkah TUHAN Sanggup..??”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar