Kamis, 30 Juli 2015

Markus 3 : 31 – 35, "Yang Melakukan Kehendak Allah Adalah Saudara Yesus"

KERANGKA  SERMON EVANGELIUM MINGGU 03 Nopember 2013
MINGGU  XXIII DUNG TRINITATIS (Ketritunggalan Allah/ Hasitolusadaan ni TUHAN)
Yang Melakukan Kehendak Allah Adalah Saudara Yesus
Ev : Markus 3 :  31 – 35                                           Ep : Kolose 3 : 12 – 14

I.       Pendahuluan
Setiap orang pasti mendambakan keluarga yang harmonis, di mana suami istri benar-benar saling mengasihi, ayah, ibu dan anak-anak saling mendukung, hidup bahagia dan penuh kasih, terlebih lagi keluarga yang takut akan Tuhan. Keluarga merupakan tempat yang paling sentral dan cocok untuk membina dan mendewasakan karakter, sifat, pengetahuan dan sebagainya bagi anak-anak. Secara fisik, keluarga ada karena adanya hubungan darah, suku, marga dan bangsa yang sama. Dalam perikop ini, Yesus memperkenalkan kepada kita suatu bentuk kekeluargaan dan persaudaraan yang baru. Kekeluargaan yang tidak hanya dibatasi oleh hubungan darah atau suku, marga, bangsa dan adat budaya kita lagi. Tapi kekeluargaan dan persaudaraan secara spiritual di dalam Kerajaan Allah. Dan yang menjadi anggota keluarga anak-anak Allah ialah mereka yang hidup dan melakukan kehendak Allah (bd. Yoh. 1:12). Hal ini Yesus ungkapkan kala Dia sedang mengajar di tengah-tengah orang banyak, sementara keluarganya datang untuk menjemput (mengambil) Yesus untuk dibawa pulang, sebab mereka mendengar bahwa banyak orang mengatakan Yesus tidak waras/ kerasukan karena pengajaran-pengajaran-Nya (bd. Mark. 3:21-22). Namun Yesus justru memberi jawaban di luar dugaan semua orang termasuk ibu dan saudara/i-Nya.

II.    Penjelasan Nats
Mendengar berita tentang Yesus, maka ibu serta saudara-Nya (Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon : bd. Mark. 6:3) datang ke rumah di mana Yesus sedang mengajar. Mereka berdiri di luar dan menyuruh orang untuk memanggil Yesus. Keinginan ibu Yesus untuk bertemu dengan anaknya adalah hal yang wajar, apalagi dengan adanya pemberitaan yang mengatakan Yesus sedang kerasukan dan tidak waras. Orang-orang yang mengelilingi Yesus melihat kedatangan ibu dan saudara/i Yesus dan berkata kepada-Nya, “Lihat, ibu dan saudara-saudara-Mu ada di luar, dan berusaha menemui Engkau.”
Baik Maria atau saudara/i Yesus bahkan orang-orang yang hadir saat itu mungkin berfikir bahwa Yesus akan menyambut keluarga-Nya dengan sambutan yang spesial dan khusus. Karena yang datang adalah ibu yang melahirkan-Nya dan saudara/i-Nya sedarah yang sudah bersama-sama serumah dengan-Nya sejak mereka anak-anak. Namun respon Yesus justru berbeda dengan persepsi mereka.
Jawab Yesus, “Siapa ibu-Ku dan siapa saudara-saudara-Ku?” Ia memandang orang-orang yang ada di sekeliling-Nya serta berkata, “ini ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku!”. Mendengar jawaban itu, tertulah mereka semua terkejut dan bingung akan jawaban Yesus. Sepertinya Yesus telah melanggar Hukum Taurat kelima, karena tidak mengakui Maria sebagai ibu-Nya. Namun ibu dan saudara yang Yesus maksudkan bukanlah kekeluargaan di dunia. Yesus ingin menekankan dan mengajarkan siapa yang akan menjadi keluarga-Nya dan saudara-Nya dalam Kerajaan/ Rumah Bapa di sorga. Untuk menjadi ibu dan saudara Yesus dalam Rumah Bapa tidak dibatasi oleh hubungan darah, budaya, adat, suku marga atau garis keturunan, namun menjadi ibu dan saudara Yesus dalam Rumah Bapa adalah dia yang mau melakukan kehendak Allah. Bukan berarti Yesus tidak menghargai dan menghormati ibu dan saudara-saudara-Nya yang datang pada saat itu, tetapi Yesus ingin menegaskan bahwa kasih kepada keluarga tidak boleh menjadi penghalang dalam pelayanan. Akan tetapi, perlu juga dipahami bahwa bukan berarti karena pelayanan, keluarga menjadi ditinggalkan. Buah dari pelayanan itu justru harus nampak dalam kehidupan keluarga antara suami kepada istri maupun orang tua kepada anak dan anak kepada orang tua yaitu hidup dalam damai sejahtera, harmonis serta penuh kasih sayang.
Jadi Yesus katakan, Barangsiapa melakukan kehendak Allah, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku!” Apa yang menjadi kehendak Allah yang harus kita lakukan sebagai orang Kristen yang rindu menjadi saudara/i Yesus dalam Kerajaan-Nya?
Kehendak Allah adalah:
  1. Hukum Allah atau Taurat Allah (Mazmur 40:9), pengenalan akan Hukum Taurat adalah mengetahui kehendak Allah (Roma 2:17,18). Dengan Hukum-Nya kita diarahkan kepada jalan Tuhan.
  2. Kehendak Allah adalah apa yang diingini Allah yaitu: semua orang akan selamat (I Tim. 2:4, 2 Ptr.3:9). Sehingga melalui firman-Nya, kita diarahkan berjalan menuju keselamatan yang kekal.
Kehendak Allah itu bisa kita lihat dalam epistel, yaitu Kolose 3:12-14. Sesungguhnya kita telah dipilih oleh Allah menjadi keluarga dalam Kerajaan-Nya setelah terlebih dahulu dikuduskan dan dikasihi-Nya. Maka kita harus hidup dalam belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran. Di dalam kesabaran ada pengampunan kepada orang yang melakukan kesalahan dan orang yang dendam kepada kita. Mengapa harus demikian.? Karena Tuhan Yesus lebih dulu melakukannya kepada kita yang berdosa dan itulah kehendak Tuhan yang harus kita lakukan dalam hidup kita. Jadi belas kasihan, kemurahan, kerendahan hari, kelemahlembutan serta kesabaran yang harus kita lakukan itu, haruslah diikat dengan kasih. Dan kasih itulah yang mempersatukan dan menyempurnakan persaudaraan setiap orang percaya di dalam Kristus. Karena tanpa kasih, maka sia-sialah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran itu (bd. 1 Kor 13:1-3).

III.             Aplikasi
ü  Untuk menjadi bagian dalam satu keluarga, tentu seorang anak harus lahir secara jasmani dan bertumbuh sesuai dengan perawatan ibu dan ayahnya. Sementara untuk menjadi bagian dalam keluarga Kerajaan Allah, menjadi saudara/i Yesus, kita juga harus dilahirkan. Hanya saja kita harus mengalami lahir baru atau lahir secara rohani di dalam Kristus. Lahir baru, berarti mengalami pembaharuan di dalam Tuhan dan meninggalkan sikap lama (dosa), dengan kata lain mengalami pertobatan. Kita menjadi bagian dari keluarga manusia, melalui kelahiran kita secara jasmaniah. Demikian pula, untuk menjadi bagian dari Keluarga Allah, kita harus mengalami kelahiran secara rohaniah (kelahiran kembali). “Karena kemurahan-Nya yang tidak terbatas telah memberi kita kesempatan untuk dilahirkan kembali” (1 Petrus 1:3), sehingga sekarang kita menjadi anggota keluarga Allah.
ü  Setiap manusia memang diciptakan Allah, tetapi tidak semua orang menjadi anak-anak Allah karena tidak semua mau hidup dalam kehendak-Nya. Melalui ajaran-Nya, Yesus mengajarkan bahwa untuk menjadi saudara-Nya tidak ada batasan. Siapapun berhak menjadi saudara-Nya, namun haruslah yang orang yang menerima Yesus sebagai Juruselamat serta mau melakukan kehendak Allah dalam hidup-Nya. Orang yang melakukan kehendak Allah adalah orang yang memiliki kasih kepada Allah dan sesama, memiliki kesetiaan kepada Allah. Memiliki penyerahan diri yang utuh kepada Tuhan baik senang maupun dalam pergumulan yang berat. Memiliki kasih kepada sesama, rendah hari, pemurah serta menjadikan Taurat Tuhan menjadi cerminan hidup baginya. Kiranya Tuhan memampukan kita untuk melakukan kehendak Bapa di sorga sehingga kita layak menjadi saudara/i Yesus dalam Kerajaan-Nya yang kekal. Tuhan Yesus memberkati. Amin.


C.Pdt. Polma Hutasoit

Tidak ada komentar:

Posting Komentar