Selasa, 20 Oktober 2015

Yeremia 8 : 4 – 7, "Yang Jatuh, Bangun.! Yang Berpaling, Kembali.!"

KERANGKA  SERMON EVANGELIUM MINGGU 18 Oktober  2015
MINGGU XX SETELAH TRINITATIS
Ev : Yeremia 8 : 4 – 7      Ep : Markus 10 : 35 – 45
Yang Jatuh, Bangun.! Yang Berpaling, Kembali.!

I.              Pendahuluan
Ketika seseorang jatuh, maka sewajarnya ia akan bangkit berdiri atau ketika menyadari bahwa ia berjalan di jalan yang salah, maka ia akan memutar haluan dan kembali ke jalan yang sebenarnya. Namun berbeda halnya dengan bangsa Yehuda (Israel Selatan) dalam perikop ini. Mereka yang telah menerima banyak berkat dan kesuksesan dari Tuhan, bukannya bersyukur dan semakin mendekatkan diri kepada Tuhan. Malah sebaliknya, mereka melakukan perbuatan-perbuatan yang mendukakan hati Tuhan. Mereka hidup berdasarkan pilihan mereka sendiri, hidup dalam kemerosotan moral, mereka juga berfikir bahwa Allah dapat diajak kompromi akan dosa-dosa mereka dan Allah dapat disogok dengan persembahan-persembahan atau ibadah mereka. Bahkan mereka juga menyembah berhala selain aktif juga beribadah kepada Tuhan Allah(Sinkritisme). Untuk itu, Allah mengutus nabi Yeremia untuk menyuarakan suara Tuhan kepada bangsa itu agar mereka mengalami pertobatan. Yeremia menubuatkan hukuman bagi mereka jika mereka tidak mau mengubah hidup mereka. Pada pasal 2 : 19 dikatakan, “Kejahatanmu akan menghajar engkau, dan kemurtadanmu akan menyiksa engkau! Ketahuilah dan lihatlah, betapa jahat dan pedihnya engkau meninggalkan TUHAN, Allahmu; dan tidak gemetar terhadap Aku, demikianlah firman Tuhan ALLAH semesta alam”. Thema penting dalam kitab Yeremia ini adalah Bertobat dan berbaliklah kepada Allah, atau Dia akan menghukummu. Dan tujuan surat ini adalah mendorong umat Tuhan meninggalkan dosa-dosa mereka dan kembali kepada Tuhan yang senantiasa memberkati kehidupan mereka.

II.           Penjelasan Nats
1.        Bangsa Yehuda Menolak Untuk Kembali Kepada Allah (ay. 4 – 5)
Bangsa Yehuda yang hidup dalam kesuksesan ekonomi, pengetahuan, kemakmuran dan berbagai bidang. Namun kesuksesan ini tidak dibarengi dengan pertumbuhan rohani yang baik. Kesuksesan itu menimbulkan kesombongan bagi mereka. Mereka mengalami degradasi iman bahkan melakukan perzinahan rohani. Setelah jatuh dalam perzinahan rohani, mereka tidak mau bertobat, justru terus berkubang dalam kenajisannya. Kejahatan mereka semakin menjadi-jadi dengan mendirikan bukit pengorbanan yang bernama Tofet di lembah Ben-Hinom untuk membakar anak laki dan perempuan sebagai persembahan (7:31). Apa yang benar dan salah sudah menjadi kabur dalam pandangan mereka. Budaya malu dan sungkan tidak ada dalam masyarakat Yehuda. Yang lebih parah lagi ketika tanda-tanda datangnya hukuman Allah semakin dekat, mereka justru menyangkalinya dengan meyakinkan masyarakat dan diri mereka sendiri bahwa segala sesuatunya aman dan terkendali. Para imam dan ahli agama bukannya melakukan tugas pelayanannya dengan baik dan benar, mereka malah ikut dalam perzinahan rohani itu, menerima sogok, mengajarkan kedamaian palsu dan membiarkan penindasan kepada kaum miskin oleh orang kaya.
Mereka bukannya tidak tahu bahwa yang mereka lakukan itu adalah kekejian dan kejijikan bagi Allah, namun mereka lebih nyaman hidup dalam dosa mereka. Untuk itu Allah berfiman kepada mereka melalui Nabi Yeremia, “Apabila orang jatuh, masakan ia tidak bangun kembali? Apabila orang berpaling, masakan ia tidak kembali? Mengapakah bangsa ini berpaling, berpaling terus-menerus? Mereka berpegang pada tipu, mereka menolak untuk kembali.”
Yeremia mengingatkan mereka bahwa mereka telah jatuh ke dalam dosa, berjalan di jalan yang bertentangan dengan jalan Tuhan, mereka telah berpaling dari Tuhan, hidup dalam penipuan, termasuk menipu diri sendiri. Meskipun mereka tahu bahwa mereka telah hidup dalam kesesatan, namun bangsa yang tersesat itu menolak untuk kembali ke jalan Tuhan. Penolakan itu tidak lepas dari pemahaman bahwa tanpa campur tangan Tuhanpun mereka tetap makmur dan bahagia karena mereka masih memiliki ilah lain yang bisa mereka andalkan. Selain itu para imam juga meyakinkan mereka bahwa hukuman Allah tidak akan mungkin terjadi karena mereka juga tetap memberikan persembahan kepada Tuhan dan beribadah kepada-Nya.

2.        Allah Memperhatikan Setiap Perilaku Umat-Nya dan Mendengar Setiap Ucapan mereka (ay. 6 – 7)
Sesungguhnya memperhatikan penolakan mereka akan firman-Nya yang disampaikan oleh nabi Yeremia. Ketegaran hati, ketidakjujuran, pembangkangan dan segala dosa mereka semuanya tidak lepas dari perhatian Tuhan. Tidak ada yang mau menyesali perbuatan mereka dan tidak mau bertobat. Salah satu perilaku penting yang Tuhan tuntut dari umat-Nya adalah kejujuran. Ketika kita berdoa, nernyanyi, berbicara, melayani atau melakukan apapun dalam kehidupan ini, kejujuran menjadi unsur penting. Ketika semua itu kita lakukan dengan kebohongan, kepura-puraan, kemunafikan, maka Allah tidak berkenan dan akan menolak semua perbuatan kita itu. Semua ini bisa kita tutupi kepada sesama kita, namun Allah melihat dan memperhatikannya jauh di hingga ke dalam hati umat-Nya. Kemarahan Tuhan atas bangsa Yehuda adalah ketidakjujuran mereka kepada diri sendiri, kepada sesama dan juga kepada Tuhan. Sesungguhnya Allah terus menyatakan maksud-Nya untuk memberkati bangsa-bangsa di mana bangsa Israel sebagai sentral sebagai sarana yang dipakai Allah untuk mencurahkan berkat-Nya kepada semua bangsa. Namun hak istimewa mereka sebagai bangsa pilihan tidak menjadi jaminan bahwa mereka bisa sesuka hati melakukan apa saja. Ketika mereka berbuat dosa di hadapan Tuhan, hukuman tetap tidak bisa mereka elakkan. Kebobrokan iman mereka diumpakan seperti kuda yang menceburkan diri ke dalam pertempuran. Pastilah dia akan mati karena kuda tidak memiliki senjata untuk melindungi tubuhnya. Jadi merekapun akan mati dalam pelarian mereka karena firman Tuhan tidak lagi mereka miliki sebagai senjata dan tameng mereka. Hanya pertobatan yang sungguh-sungguhlah yang memungkinkan Allah mengampuni mereka sebagaimana Allah mengampuni bangsa Niniwe yang mau meninggalkan dosa dan kejahatan mereka dengan didasari kesungguhan di hadapan Tuhan. Tuhan juga tahu, mana pertobatan yang sungguh-sungguh dan mana yang hanya sekedar berpura-pura.
Allah mengumpamakan bahwa mereka tidak lebih baik dari dari burung-burung di udara. Burung ranggung, tekukur, burung layang-layang dan burung bangaupun pergi meninggalkan sarangnya. Namun semua jenis burung ini tidak pernah lupa di mana sangkarnya bahkan meskipun dia terbang jauh dari sangkarnya. Sementara umat Tuhan yang tahu jalan pulang, malah memilih bertahan dalam kesesatannya dan kekeliruannya, padahal mereka tahu jalan pulang. Jika sudah demikian, maka apa yang dinubuatkan nabi Yeremia tentang hukuman yang akan mereka terima tidak dapat lag dielakkan. Sekalipun hukuman itu akan berjalan dengan tujuan supaya mereka bertobat dan mengakui kesalahan mereka di hadapan Allah serta memohon pertolongan Tuhan.

III.      Kesimpulan dan Refleksi
ü  Sama halnya dengan orang Yehuda dalam perikop ini, kita sebagai orang Kristenpun sudah banyak yang demikian. Menganggap bahwa keberhasilan, kesuksesan, kelimpahan menjadi lebih berharga dibanding dengan persekutuan dengan Tuhan. Bahkan bisa juga kita merasa bahwa hubungan kita dekat dengan-Nya karena kita rajin ibadah maupun memberikan persembahan serta menolong banyak orang, namun dalam fakta kehidupan, kita juga hidup dalam ketidakjujuran, berdusta, berkhianat, menjadi musuh dalam selimut bagi teman kita dan banyak lagi perbuatan dosa yang kita lakukan. Kita merasa itu tidak masalah, sehingga rasa damai palsu seperti yang diajarkan para imam kepada orang Yehuda sepertinya kita rasakan juga. Kita tidak sadar bahwa kita sedang jatuh, berpaling dari Tuhan dan tidak jujur. Firman Tuhan ini mengajak kita untuk merenung, “masakan kita tidak bangkit, masakan kita tidak kembali, masakan kita tidak bertahan dengan ketidakjujuran kita.?
ü  Hidup yang benar bukan sekedar menghindari dosa. Hidup yang benar menuntut disiplin dan komitmen yang tegas. Bisa saja saat ini kita berkata, “Aku akan bertobat dan memperbaharui hidupku”. Tapi jikalau perkataan itu tidak dilakukan dan dihidupi dengan disiplin, maka sia-sialah perkataan itu dan perilaku kita pasti akan semakin buruk dibanding sebelum kita mengucapkan janji itu. Karena sesungguhnya seperti yang dikatakan firman Tuhan dalam Matius 12 : 43 – 45, ketika kita hendak bertobat, maka roh jahat dallam tubuh kita akan keluar. Namun dia akan kembali membawa 7 roh lain yang lebih jahat dari padanya dan mereka akan berusaha masuk. Jika kita mengijinkannya, maka keadaan kita akan lebih buruk lagi karena sudah ada 8 roh jahat yang menguasai hidup kita. Itulah alasan pentingnya disiplin iman dan komitmen kita untuk memperbaharui hidup.
ü  Maka untuk itu, kunci utama pertobatan adalah pengenalan diri (introspeksi), berarti kita juga mengenali dosa dan kejahatan kita di hadapan Tuhan dan sesama. Dengan demikian, kita akan kita akan menyadari bahwa tanpa Tuhan, kita ini tidak ada apa-apanya, tanpa Tuhan, berkat, pekerjaan, pendidikan, kesuksesan dan semua yang kita miliki saat ini tidak akan mungkin kita terima jikalau bukan karena kebaikan Tuhan. Untuk itu, mari kita baharui hidup kita bukan karena ada ancaman hukuman, namun karena itulah komitmen dan iman sejati dari kita anak-anak Tuhan. Amin.

Pdt. Polma Hutasoit, S.Th

Tidak ada komentar:

Posting Komentar